03 November 2015

Akhir Oktober, Dana Desa Terserap 74,31 Persen

Sebanyak Rp. 47,9 miliar bantuan dana desa pemerintah pusat telah ditransfer ke kas daerah Kabupaten Banyuwangi. Dari dana tersebut, 74,31 persen atau setara Rp. 35,60 miliar telah diserap oleh pemerintahan desa.  

Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPM-PD), Suyanto Waspo Tondo mengatakan pemerintah pusat telah menganggarkan dana desa untuk Banyuwangi sebesar Rp 59,8 miliar untuk 189 desa se-Banyuwangi.
“Dari jumlah itu Banyuwangi telah mendapatkan transfer dua kali dengan total Rp. 47,9 miliar. Tahap pertama pada April  dan tahap II akhir Juli 2015 lalu. Rencananya, pencairan tahap ke III pada bulan ini,” kata Yayan, sapaan akrabnya.
Yayan menjelaskan, dana desa ini sengaja diberikan pemerintah pusat lewat APBD untuk mendukung pembangunan desa yang kuat dan mandiri. Sesuai dengan peraturan menteri pembangunan daerah tertinggal dan transmigrasi (Permendes) no 5 tahun 2015 tentang penetapan prioritas penggunaan dana desa, dana desa bisa digunakan antara lain untuk penyelenggaraan pemerintahan desa. “Selain itu juga untuk pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat,” ujar Yayan.
Pada pencairan tahap pertama yang sebesar Rp. 23,95 miliar telah terserap 98,66 persen. Pencairan tersebut dilakukan oleh 187 desa.
“Di tahap pertama ini hanya dua desa yang belum mencairkan, yakni Desa Taman Suruh, Glagah dan Kandangan, Pesanggaran. Untuk Taman Suruh terkendala aparatnya yang sakit sedangkan Desa Kandangan karena masih ada masalah antara pemdes dan BPD,” terang Yayan.
Untuk yang tahap kedua yang totalnya Rp. 23,95 miliar, baru terserap 49,96 persen atau Rp. 11,96 miliar. Hanya 95 desa yang baru mencairkan anggaran tersebut. “Sebagian besar desa yang belum mencairkan karena terkendala belum selesainya surat pertanggungjawaban atas bantuan tahap pertama. Sehingga mereka tidak bisa menyerap dana ini,”  urai Yayan.
Untuk mengatasi berbagai kendala dalam pencairan dana desa, kata Yayan, BPM-PD membuka klinik konsultasi. Di klinik ini aparat desa bisa bertanya seputar dana desa mulai dari proses pencairan, tata cara penatausahaan dan pelaporan dana desa.  “Klinik ini buka setiap hari kerja mulai pukul 7.00 – 21.00 wib. Hari libur juga melayani konsultasi mulai pukul 07.00 – 14.00 wib,” cetus Yayan.
Penggunaan dana desa ini, lanjutnya, tidak boleh tumpang tindih dengan alokasi dana desa (ADD) yang bersumber dari APBD kabupaten yang besarnya mencapai Rp. 61, 9 miliar untuk 189 desa. Alokasi ADD, 60 persen dipergunakan untuk penghasilan tetap aparat desa. Sedangkan sisanya sisanya yang 40 persen masih dibagi lagi, yakni 50 persen untuk operasional pemerintahan desa dan selebihnya untuk pemberdayaan masyarakat.
“Yang APBN digunakan untuk pembangunan fisik, sedangkan ADD bisa digunakan untuk modal usaha masyarakat, .  Intinya penggunaan kedua dana desa tersebut harus dimaksimalkan untuk kesejahteraan desa dengan pertanggungjawaban yang jelas,” tegas Yayan.
Untuk memastikan dana desa dialokasikan dengan tepat, pemkab membuat e-monitoring system. Dalam sistem ini, setiap program pembangunan fisik desa difoto lalu diunggah. Kordinat lokasi pembangunannya pun diunggah ke website yang ditentukan agar bisa dipantau langsung melalui google map.
“Cara ini cukup efisien, bisa mengurangi jumlah titik program yang harus dipantau secara manual. Selain itu, kami juga bekerjasama dengan pihak kecamatan untuk turut mengawasi,” pungkas Yayan.  (Humas Protokol)

Tidak ada komentar: