21 Desember 2014

Pertapaan Prabu Tawang Alun-Bayu-Songgon-Banyuwangi

Petilasan Prabu Tawang Alun berada di kawasan “Rowo Bayu”, Kecamatan Songgon. Rowo dalam bahasa Indonesia berarti “Rawa” sedangkan Bayu itu sendiri diambil dari nama desa “Bayu”, Rowo Bayu (Rawa di desa Bayu) begitulah penduduk sekitar menyebut kawasan yang dianggap sakral ini. Sebuah bangunan candi nampak kokoh berdiri di atas bukit yang mana menurut juru kunci wisata sejarah Rowo Bayu disebut “Candi Puncak Agung Macan Putih”

Video=https://www.youtube.com/watch?v=FyArfaGu2oo&list=UUepNWDWf_cjykU8PXZbbFwg

 yang didirikan untuk menghormati roh para leluhur yang telah berjasa dalam mempertahankan tanah Blambangan dalam perang Puputan Bayu tahun 1771.
Selanjutnya jika kita menelusuri jalan jalan setapak, maka kita akan menemui bangunan wisata sejarah situs Batu Suci Petilasan Prabu Tawang Alun dimana di sekitar bangunan tersebut terdapat sumber mata yang diyakini sebagai mata air suci diantaranya adalah sumber mata air “Kamulyan”, sumber mata air “Dewi Gangga”, dan sumber mata air “Pancoran Suwelas” yang airnya mengalir menuju telaga utama.
Pada bukit pertama saat kita masuk area Rowo Bayu akan dapat kita temui satu pohon yang amat besar nan eksotis yang merupakan gabungan dari pohon Beringin dan pohon Apak dimana terdapat sebuah rongga mirip goa di tengah nya. Apabila kita masuk dan melihat ke atas, maka gabungan 2 (dua) pohon tersebut menghasilkan rongga tinggi mirip sebuah sumur dengan lilitan akarnya yang ibarat ornamen-ornamen alam. Telaga nan jernih diantara bukit dan hutan yang rimbun penuh pohon besar mengentalkan aroma mistis di kawasan ini. Konon menurut mitos yang berkembang di masyarakat sekitar, pada malam-malam tertentu telaga Bayu dijadikan tempat untuk mandi para bidadari.
Kecamatan Songgon menjadi tempat Pertempuran Bayu (Perang Puputan Bayu) antara prajurit Kerajaan Blambangan pimpinan Pangeran Jagapati melawan pasukan gabungan VOC.[1] Puncak pertempuran yang terjadi pada 18 Desember 1773 akhirnya diperingati sebagai Hari Jadi Banyuwangi (Harjaba) dan di Desa Bayu di bangun tetenger (monumen) Perang Puputan Bayu.[2][3] Selain itu, setiap tahun diadakan napak tilas Perang Puputan Bayu.[4]

Air Terjun Bersaudara di Kampung Anyar, Glagah-Banyuwangi

Udaranya Sejuk, Diapit Jurang, Bersumber Tiga Mata Air Konsep ekowisata yang diterapkan Pemkab Banyuwangi seolah disambut baik. Kini banyak bermunculan objek wisata berbasis alam yang cukup potensial. Salah satunya air terjun yang terletak di Desa Kampung Anyar, Kecamatan Glagah. Kampung Anyar, nama salah satu desa di Kecamatan Glagah ini mungkin masih sedikit asing di telingan kita.
Padahal banyak di antara kita yang barangkali satu dua kali me lewati kawasan yang tidak jauh dari Perkebunan Kalibendo tersebut. Letaknya tidak jauh dari pusat Kota Banyuwangi. Untuk bisa sampai di Kampung Anyar hanya butuh waktu sekitar 15 menit dengan perjalanan meng gunakan kendaraan bermotor.
Video= https://www.youtube.com/watch?v=o4vzXbYaFag&list=UUepNWDWf_cjykU8PXZbbFwg
Tak banyak yang mengetahui jika ka wasan Desa Kampung Anyar Keca matan Glagah ini menyimpan po tensi wisata alam yang tidak kalah ba gus dengan objek wisata lainnya.

Selain kondisi jalan yang bagus, lokasinya yang berada di tepi jalan memudahkan untuk dijangkau. Salah satu lokasi di Desa Kampung Anyar yang menyimpan potensi wisata terdapat di jurang sisi kanan jalan. Itu apabila kita berangkat dari arah Kota Banyuwangi. Begitu memasuki desa ini, pandangan kita akan dihadapkan dengan pepohonan dan sawah di sebelah kanan jalan. Dibatasi oleh jurang yang di bawahnya mengalir sungai dengan air cukup jernih.
Di antara tebing itulah terdapat tiga air terjun yang langsung bersumber dari mata air. Masing-masing mata air itu berbeda. Ketiga mata air yang muncul dari tebing itu adalah Sumber Jagir, Sumber Pawon dan Sumber Buyut Ijah. Jarak ketiganya hanya beberapa meter. Seolah-olah tempat ini merupakan air terjun bersaudara. Tingginya sumber dan terjalnya cadas tebing membuat suara air menggerojog keras. Udara di sekitarnya pun terasa dingin oleh buih yang bertebangan terba wa angin.
Selain itu, masih ada satu lagi air terjun yang tidak kalah eksotik dengan tiga air terjun tersebut. Air terjun yang satu ini agak terpisah. Untuk menuju lokasi air terjun yang oleh masyarakt sekitar disebut Ketegan bisa dilakukan dengan cara menyusuri aliran sungai menuju hulu sungai. Menuju lokasi ini cukup menguras keringat, namun jernihnya air dan rimbun dedaunan yang teduh akan melupakan setiap orang yang ke sana terhadap rasa capek.
Oleh masyarakat sekitar, secara gotong royong tempat itu kini rutin dibersihkan dan dirapikan setiap akhir pekan. Untuk pengunjung umum sebenarnya tem pat ini belum resmi dibuka. Untuk sementara, pengunjung yang ingin menikmati air terjun bisa menitipkan kendaraannya di rumah warga. Jalan masuk menuju tempat ini pun masih menggunakan jalan setapak. Namun bukan berarti keindahan tempat ini berkurang. Jalan setapak yang berkelok-kelok juga cukup menghibur siapa saja yang melangkahkan kaki ke sana.


Konser Dewa 19, Puaskan Dahaga Ribuan Baladewa

Konser Dewa 19, Puaskan Dahaga Ribuan Baladewa

21-12-2014 Banyuwangi - Penampilan grup band papan atas Dewa 19, di Bumi Blambangan,tadi Malam Sabtu (20/12) menjadi obat mujarab ribuan baladewa julukan fans Dewa 19. Karena hampir 17 tahun grup yang dipentoli Dhani Ahmad ini tidak manggung di Banyuwangi. "Sudah lama kami tak manggung disini, malam ini akan menjadi moment spesial buat kami," kata Ahmad Dani. Malam itu,Taman Blambangan yang berada di jantung Kota Gandrung dipenuhi puluhan ribu baladewa dari berbagai kota.
Video=
 Mereka rela menunggu Dewa 19 sejak siang hari. Penampilan Dewa kali ini tak sendiri, selain anggota Dewa 19 Ari Lasso (vokal), Andra (guitar), Yuke, dan Ahmad Dani (keyboar/vokal), juga mengajak para musisi yang tergabung di Republik Cinta Manajemen (RCM), antara lain TRIAD dan Lucky Laki. Para personel The Lucky Laki yang tak lain juga anak-anak Dani Ahmad, Al-Ghazali alias Al (lead gitar), Abdul Qodir Jaelani atau Dul (bass) dan El - Jalalludin Rumi atau yang akrab dipanggil El (drum) juga tampir menarik memuaskan pecinta musik Dewa. Hampir 3 jam penuh mereka memuaskan dahaga baladewa. Lagu-lagu cinta Dewa 19, mulai dari album Kangen, Terbaik-terbaik hingga Pendawa Lima. seperti Elang, Cukup Siti Nurbaya, Satu Hati, Pupus, Dua Sejoli, Kamulah Satu-Satunya, Arjuna dan Kangen dilantunkan sempurna Ari Lasso. Disini Ari Lasso tak hanya bernyanyi, tetapi juga menyapa dan mengelukan ribuan baladewa. Malampun semakin larut tapi para fans Dewa 19 tak terkecuali Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas bersama Ny Dani Azwar Anas, yang tampak hafal semua lagu Dewa tetap bergeming ingin terus menikmati tampilan Dewa 19."Selamat berjumpa kembali, saya past kembali. I love you," teriak Ahmad Dani dan Ari Lasso mengakiri konser musik yang juga kampanye anti narkoba dan HIV /AIDS. (Humas Protokol)

Kenduri Akbar di Festival Ngarak 1771 Ancak Banyuwangi

Kenduri Akbar di Festival Ngarak 1771 Ancak Banyuwangi

20-12-2014 Banyuwangi - Banyuwangi memang jagonya bikin even. Tradisi lokal masyarakat pun diangkat menjadi sebuah even festival yang apik. Seperti festival Ngarak Ancak, 1771 buah ancak diarak di sepanjang jalan protokol Banyuwangi, untuk dimakan bersama-sama seluruh masyarakat. Layaknya kenduri akbar.
Sabtu sore (20/12) selepas Ashar, dari sisi utara dan selatan kantor pemkab Banyuwangi muncul arak-arakan ancak yang dibawa oleh ribuan warga. Dengan mengenakan pakaian khas Banyuwangi, pria berbaju serba hitam dan perempuan berkebaya khas Using, mereka membawa nampan dari pelepah pisang berisi nasi dan lauk pauk. Tiba di depan kantor Pemkab, ancak pun diletakkan berjajar sepanjang 300 meter dalam 5 baris.

Warga yang hadir di acara tersebut, spontan duduk mengitari jajaran ancak yang ada di hadapan mereka. Usai doa bersama, mereka pun serentak menyantap hidangan ancak yang ada di hadapan masing-masing. Ramai dan riuh saat warga saling berbagi nasi dan lauk.
Festival Ngarak 1771 Ancak adalah bagian dari Banyuwangi Festival yang digelar kali pertama untuk memperingati Hari Jadi Banyuwangi ke 243. Sebelumnya ngarak ancak merupakan tradisi yang ada di desa-desa.  Ritual tersebut lazim dilakukan dalam upacara-upacara Islam seperti peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Ancak sendiri terbuat dari pelepah pisang yang dibentuk menjadi bujur sangkar. Isinya, nasi  yang dilengkapi dengan berbagai lauk pauk, seperti pecel pitik, orem-orem tahu tempe dan bumbu merah. Biasanya satu ancak bisa dimakan hingga empat orang.
Dikatakan Bupati Abdullah Azwar Anas, festival ini digelar sebagai bentuk rasa syukur atas berdirinya Banyuwangi yang diawali pada tahun 1771. Selain juga untuk mengenalkan tradisi lokal masyarakat Banyuwangi. “1771 merupakan simbolis tahun kelahiran Banyuwangi. Ini juga sebagai wujud kebersamaan dan kegotong royongan seluruh rakyat Banyuwangi. Coba lihat, semua warga duduk bareng dan menikmati ancak beramai-ramai. Guyub sekali,” kata Anas.
Warga yang datang pun merasa senang bisa makan bareng dan berbaur dengan warga lainnya. Seperti yang dituturkan Yahya, warga asal Purwoharjo. “Saya sengaja jauh-jauh datang kesini karena ingin ikut makan bareng di ngarak ancak ini, asyik sekali. Saya tadi satu ancak dengan orang asal kota Banyuwangi, meskipun baru kenal tapi terasa guyub,” ujar Yahya. (Humas Protokol)

14 Desember 2014

Festival Kuwung Hadirkan Pelangi Budaya Banyuwangi

Dututuu 243 Lampion Terbang
BANYUWANGI –  Sebagaimana makna Kuwung yang berarti pelangi,Festival Kuwung 2014 benar-benar menjadikan malam hari di Banyuwangi penuh warna. Pawai mobil yangmenampilkan miniatur budaya daerah bertaburan lampu hias warna warni. Seribu pendukung acara pun tampil dalam balutan kostum yang atraktif. Suasana semakin meriah dengan ribuan masyarakat yang menyaksikan pertunjukkan parade budaya paling tua Bumi Blambangan itu di sepanjang jalan protokol
VIDEO= https://www.youtube.com/watch?v=TIi_j3KkfcQ&list=UUepNWDWf_cjykU8PXZbbFwg

.
Festival Kuwung kali ini benar-benar menghadirkan suasana sekaligus pengalaman baru bagi masyarakat Banyuwangi. Even budaya tahunan tertua yang biasanya digelar siang hari ini, kini disuguhkan malam hari. “Festival ini akan menjadi nigth carnaval pertamadi Banyuwangi. Jika sukses akankita teruskan di tahun menadatang,” kata Bupati Abdullah AzwarAnas saat meembuka Festival Kuwung, Sabtu (13/12).
Festival Kuwung adalah etalase kebudayaan dan seni asli Banyuwangi. Inilah yang membedakannya dengan Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) yang telah digelar sebelumnya. Festival ini dihadirkan untuk menjadi panggung eksistensi seni dan budaya asli Banyuwangi yang beragam untuk tetap lestari.
“Kami terus membangun daerah, memajukan perekonomian, menambah infrastruktur, dan mengembangkan pariwisata. Seiring itu budaya daerah juga akan terus mendapatkan ruang yang seluas-luasnya , untuk tampil dan berkembang, menjadi tuan rumah di tanahnya sendiri. Para pelajar juga selalu kita libatkan di kegiatan ini agar penerus seni dan budaya daerah tumbuh subur dari generasi ke generasi.” ujar Anas.
Pada tahun 2014 ini, Festival Kuwung bertemakan “Gumelare Cinde Sutra” atau hamparan tikar sutra Banyuwangi. Tema ini menceritakan kisah orang Banyuwangi mulai masa kanak-kanak, remaja, pernikahan hingga berumah tangga. Setiap fragmen dibawakan dalam bentuk teatrikal oleh para penari yang diiringi oleh para pemain musik tradisional.
Fragmen berjudul Sembur Uthik-uthik menceritakan kisah masa anak-anak, berlanjut pada sub tema Kembang Kanthil menceritakankisah remaja. Kemudian berlanjut Wes kadung Ngelading Geni mengisahkan percintaan dua insan yang beranjak dewas lalu Kopat Luwar prosesi pernikahan dan Kembang Kuro kisah berumah tangga.
Hampir semua seni dan budaya Banyuwangi ditampilkan dalam festival Kuwung ini. Mulai tari  jaran-jaranan yang dibawakan oleh anak-anak, prosesi sunatan, Barong Ider Bumi, tari jaran Goyang, seni hadrah Kuntulan, sampai Barongsai mengisi masing-masing fragmen di even budaya ini. Tradisi budaya  Kawin Colong dan upacara Kemanten Using juga ditampilkan dengan sangat luar biasa membiat siapapun yang menyaksikan berdecak kagum.
Festival ini juga semakin meriah dengan kehadiran empat kabupaten sahabat yakni Blora, Jembrana, Kediri dan Probolinggo Kota yang menampilkan kebudayaan daerahnya masung-masing. Festival Kuwung ditutup dengan 243 lampion terbang yang menghiasi langit Banyuwangi. Festuval inijuga dimeriahkan kehadiran  artis ibukota Feby Febiola. (Humas protokol)

09 Desember 2014

Pameran Seni Rupa 2014 Banyuwangi


vIDEO=https://www.youtube.com/watch?v=pIlMRlz2qo4&list=UUepNWDWf_cjykU8PXZbbFwg
Ketua Panitia Sarwo Prasojo mengatakan, pihaknya memberanikan diri untuk menggunakan pendekatan kurasi dalam pameran seni rupa kali ini. Kurasi adalah kegiatan merawat, mengolah dan memelihara sekumpulan karya seni atau artefak.  Dalam pameran yang menggunakan pendekatan kurasi, peranan besar dipegang oleh kurator. Kurator adalah pengurus atau pengawas institusi warisan budaya atau seni, misalnya museum, warisan seni, galeri foto dan perpustakaan. Kurator, dalam hal ini panitia,  bertugas untuk memilih dan mengurus objek museum atau karya seni yang dipamerkan.
“Kurasi pameran sebenarnya bukan untuk membatasi kreatifitas seniman, tapi sekedar memberi arah yang jelas bagi para seniman untuk bersama-sama mengolah tema yang telah diputuskan oleh kurator,”ujar Sarwo. Lelaki berambut gondrong ini berharap, pameran jadi lebih menarik dan menggugah semangat seniman untuk meningkatkan mutu karyanya.
 ‘Dinamika Mantra Blambangan’diangkat menjadi tema pameran Lilira Kuwung kali ini. Dijelaskan Sarwo, mantra yang biasanya dilakukan oleh seorang cenayang atau dukun  menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah perkataan atau ucapan yang diyakini punya daya magis.  Tapi dalam perkembangannya, mantra-mantra dapat dilakukan oleh siapa pun yang menginginkan spirit dan daya sugesti dalam diri untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
“Bagi rakyat Banyuwangi, mantra telah jadi semangat bersama dalam kehidupan rakyat,  baik yang digunakan secara tradisi maupun untuk mewujudkan daya kreatif yang bergelora. Kreatifitas yang bergelora itu digunakan untuk  mengelola dan memberdayakan kekayaan Bumi Blambangan untuk menjadikan Banyuwangi jauh lebih indah,makmur dan sejahtera,”beber Sarwo.
Tak pelak, respon dari para pelukis dan pematung ternyata diluar dugaan. Mereka berlomba-lomba  ikut menampilkan karyanya. Hingga akhirnya terpilihlah ke-117 seniman ini untuk menggelar pameran bersama. Salah satunya pematung nasional bergenre realistik, Suhartono. Pria asal Genteng yang juga pematung monumen Presiden Suharto dan ibu Tien Suharto berukuran setinggi dada serta patung Pahlawan Revolusi Jenderal S. Parman ini juga menampilkan karya terbaiknya. Yakni patung wanita yang sedang duduk sambil membawa topeng. Patung yang diberinya judul ‘Melestarikan’ itu terbuat dari bahan fiberglass berwarna perunggu.
Selain Suhartono, ada pula Wahyu Simultan (Lateng) dengan karyanya yang terbuat dari kayu mahoni diberi nama  ‘Topeng Misteri’, ada Aris Mustakim  (Banjarsari) yang menampilkan Relief Ikan dari kayu jati , dan Selamet Sugiono dengan patung  karyanya ‘Spirit of Gandrung’. Mereka adalah beberapa perupa diantara ratusan pelukis lainnya yang ikut pameran tersebut.
Saat membuka pameran tersebut tadi malam (27/11), Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas berharap seni lukis dan seni patung di Banyuwangi berkembang dengan baik. “Budaya jadi bagian penting bagi kita, karena budaya jadi bagian pengembangan ekonomi kreatif. Harapannya, tempat-tempat wisata bukan hanya sekedar tempat wisata, tapi juga tempat berkesenian,”ujar bupati.
 Orang nomor satu di Banyuwangi itu mencontohkan salah satu tempat wisata yang akan dilengkapi dengan sarana berkesenian bagi seniman Banyuwangi. Yakni  tempat wisata Watu Dodol yang dulu kurang terawat, akan diubah menjadi rest area yang nyaman bagi pengunjung. “Dengan tangan dingin arsitek Budi Pradono, kami desain area itu menjadi Grand Watu Dodol. Kesenian angklung paglak yang akan dilokasikan disitu sekaligus menjadi sarana hiburan tambahan, jadi orang yang hadir tak hanya menikmati landscape saja, tapi juga menikmati alunan musik angklung yang khas,”kata bupati.
Meski  bersamaan dengan derasnya hujan yang turun, pameran tersebut tetap diserbu oleh pengunjung. Mereka tampak antusias dengan pameran yang rutin diselenggarakan tiap tahun ini. Salah seorang pengunjung, Budi Osing menyampaikan harapannya untuk pemkab. “Saya berharap event semacam ini didorong terus oleh pemkab supaya jadi komoditi. Contohnya seperti di Ubud, Bali. Komunitas mereka diwadahi dan mereka bisa berkreatifitas lewat galeri-galeri yang ada. Jadi tak hanya berhenti di pameran tahunan saja, saya berharap pemkab juga membuat pasar seni untuk seniman dalam memasarkan karya-karyanya. Dan kalau ada wisatawan berkunjung kemari, mereka tahu harus berbelanja kemana,”ujar warga Kelurahan Karangrejo tersebut.  (Humas & Protokol)

Pro Jam Skate Community Banyuwangi

VIDEO=https://www.youtube.com/watch?v=vl10C4gLx8Q&list=UUepNWDWf_cjykU8PXZbbFwg

Air Terjun Antogan Banyuwangi

 Video=https://www.youtube.com/watch?v=3UL1jZMVXQE&list=UUepNWDWf_cjykU8PXZbbFwg
Air Terjun Antogan - Banyuwangi
Air Terjun Antogan berasal dari mata air di kaki Gunung Raung.
Air terjun ini memiliki ketinggian sekitar 7 m saja.
Sayangnya keberadan air terjun ini mulai sepi dan ditinggalkan para pengunjung.
Tak jauh dari lokasi air terjun ini terdapat Pemandian Antogan Indah.Lokasi
Terletak di Dusun Krajan, Desa Bunder, Kecamatan Kabat, Kabupaten Banyuwangi,
Propinsi Jawa Timur.