05 Oktober 2015

Tunjukkan Perhatiannya pada UMKM, Bupati Blusukan ke Genteng

Pemkab Banyuwangi terus berupaya memperhatikan keberadaan  Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang ada di Banyuwangi. Sebab dari UMKM-lah tercipta lapangan kerja baru yang ke depan akan menumbuhkan ekonomi kerakyatan. Untuk menunjukkan perhatiannya kepada UMKM,  Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, Senin sore (5/10) mengunjungi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang ada di Kecamatan Genteng, Banyuwangi.
Selain melihat langsung  pembuatan konveksi dan bordir di Dusun Canga'an, Desa Genteng Wetan, Bupati Anas juga berkunjung ke industri pembuatan songkok di Dusun Tebuan, Desa Kembiritan.                               
Saat melihat proses pembuatan bordir di tempat usaha milik Nur Kholis Khumaidi, Bupati Anas sempat terkesima. Meski  tempatnya berada di pinggiran kota, ternyata teknologi yang digunakan sudah sedemikian modern. Nur Kholis menggunakan mesin bordir digital yang sekali bordir bisa langsung
membuat 18 bordiran. Untuk membordir dengan motif tertentu, Nur Kholis tinggal menggambar desainnya lewat komputer. Kemudian desain tersebut dipindahkan ke flashdisk dan dikoneksikan dengan alat tersebut.Begitu terbaca oleh alat tersebut, mesin siap membordir sesuai desain yang diinginkan.                                             
"Hebat ya. Padahal lokasinya jauh dari kota, tapi bapak nggak kalah canggih," kata bupati memuji.                           
Di depan bupati, Nur Kholis menceritakan, usaha yang dirintisnya ini tidak serta merta maju seperti sekarang. "Saya memulai konveksi sejak tahun 1985, sedangkan bordir baru dimulai pada 2012," kata Nur Kholis. Namun diakuinya, dibanding  konveksi, usaha  bordirnya jauh  lebih maju."Konveksi baru ramai
kalau tahun ajaran baru, dimana banyak pemesanan seragam sekolah. Atau menjelang puasa, banyak pesanan baju takwa yang hiasan bordirnya sekaligus kami kerjakan sendiri," tuturnya.       
Nur Kholis yang punya 18 karyawan tersebut mampu memproduksi 2000 potong per bulan, dengan omzet Rp 10 juta per bulannya. Naiknya dolar yang juga otomatis membuat harga bahan baku naik, membuat Nur
Kholis harus menyiasati produksinya. "Tadinya kami ambil bahan bakunya di Surabaya, tapi naiknya dolar membuat kami mencari bahan bakunya di lokal Banyuwangi saja. Tapi kami jamin kualitas tetap sama," tandas pengusaha yang pasokannya memenuhi pasar lokal dan Bali itu.
Kunjungan bupati kemudian berlanjut ke home industry songkok milik Muhammad Ali Gufron. Ali
Gufron sebelumnya pernah mencoba bikin usaha baju dan gorden. Dirasa kurang sukses, di tahun 2006, Ali mencoba beralih ke usaha pembuatan songkok. Saat ini Ali mampu mengirim hingga Surabaya, Jakarta, Tangerang dan Kalimantan.
Per minggunya, Ali yang memiliki 70 pegawai mampu menghasilkan 6000 pieces songkok. Praktis dalam sebulan ada 24.000 pieces yang dihasilkannya dengan omzet Rp 60 juta per bulan. Pesanan ramai saat menjelang lebaran dan musim haji. Di bulan lain saat sepi, Ali menggunakannya untuk menyetok barang.
Sama seperti Nur Kholis, naiknya dolar membuat Ali harus memutar otak, bagaimana usahanya tetap berjalan, namun juga tetap dapat menghidupi karyawannya. "Saya terpaksa menurunkan jumlah produksi songkok ini. Tadinya sebelum dolar naik, kami mampu memproduksi 10.000 pieces per minggunya. Setelah dolar naik, produksi kami turunkan menjadi 6000 pieces. Selain itu bahan bakunya yang tadinya kami ambil di Surabaya, sekarang kami ambil dari Genteng," ujarnya.
Melihat kerja keras dua  UMKM yang mampu survive saat krisis ekonomi melanda, Bupati Anas menyampaikan rasa salutnya. "Ini bagus. Mereka mampu bertahan di tengah melemahnya rupiah atas dolar. Meski harus disiasati dengan menurunkan jumlah produksi demi menjaga agar tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK). Saya berharap UMKM semacam ini bisa terus ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya," harap bupati. (Humas Protokol)

Tidak ada komentar: