Pantai
Boom Banyuwangi berubah menjadi panggung raksasa saat ribuan penari
Gandrung beraksi memamerkan gerakannya di Festival Gandrung Sewu, Sabtu
(26/9). Sebanyak 1.208 penari Gandrung berhasil menyuguhkan eksotisme
budaya kebanggaan daerah tersebut ke publik luas.
Video= https://www.youtube.com/watch?v=ydY4Fm_ZfSY
Festival
Gandrung sewu yang rutin digelar sejak 2012 itu menjadi salah satu
magnet Banyuwang Festival, sebuah agenda wisata tahunan di kabupaten
yang terletak di ujung timur Pulau Jawa itu. Tidak hanya tariannya yang
unik, jumlah penari yang ribuan dan view yang berlatar belakang laut
Selat Bali juga menambah pesona Festival Gandrung Sewu.
"Festival
Gandrung Sewu telah menjadi daya tarik wisata tersendiri bagi daerah.
Namun event ini tidak hanya menjadi sebuah atraksi wisata, tapi
sekaligus sebuah konsolidasi budaya yang mampu membangkitkan partisipasi
segenap rakyat Banyuwangi dalam memajukan budaya daerah," kata Bupati
Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.
Pertunjukkan
Gandrung Sewu kali ini diikuti .1208 peserta yang berasal dari pelajar
tingkat SD hingga SMA. Anas bercerita, saat kali pertama menggelar
Festival Gandrung Sewu pada 2012 lalu, agak sulit untuk mencari seribu
penari gandrung, namun kini antusiasme peserta sampai membeludak hingga
diperlukan proses audisi dan seleksi untuk mendapatkan penari Gandrung
terbaik.
"Ini
menjadi sebuah bukti pengembangan budaya yang telah dilakukan mampu
membangkitkan perkembangan budaya itu sendiri dengan banyaknya anak-anak
kita yang bersemangat untuk mempelajari seni-budaya daerahnya. Kami
berharap budaya Banyuwangi akan terus menjadi tuan rumah di daerahnya
sendiri dan ikut mengharumkan budaya Indonesia di mata dunia," imbuh
Anas.
Dalam
kesempatan itu, Anas dan Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Kacung Marijan juga menyerahkan penghargaan kepada dua penari
Gandrung senior, yaitu Poniti (66 tahun) dan Kusniah (60 tahun).
Penghargaan ini diberikan atas dedikasi dua seniman tersebut dalam
melestarikan tari Gandrung.
Dirjen
Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Kacung Marijan, yang
turut menghadiri pertunjukkan Festival Gandrung Sewu mengatakan,
Banyuwangi telah berhasil membangun sebuah ekosistem kebudayaan.
Ekosisitem ini terbentuk lewat keterlibatan banyak pihak mulai sekolah,
sanggar, hingga pelaku wisata dalam perhelatan ini. Festival Gandrung
Sewu bahkan juga mampu menyumbangkan perputaran ekonomi bagi masyarakat.
“Ekosistem Ini menjadi dasar bagi pengembangan budaya yang kuat,” kata
Kacung.
Selain
itu, lanjut Kacung Banyuwangi juga dinilai berhasil meletakkan
kebudayaan sebagai bagian penting dari pembangunan. Kebudayaan tidak
dipinggirkan tapi dikedepankan, menjadi pondasi sekaligus arah bagi
pembangunan. “Kalau daerah mau maju harus menjadikan kebudayaan bagian
dari pembangunan,” ujar Kacung.
Pertunjukkan
kolosal Festival Gandrung Sewu tahun ini bertemakan "Podo Nonton".
"Podo Nonton" merupakan salah satu tembang wajib yang mengiringi tarian
gandrung dengan makna tentang perjuangan. Tidak hanya menyuguhkan
tarian, pertunjukkan ini juga sarat pesan yang disuguhkan melalui drama
teatrikal yang begitu atraktif.
Selama
satu jam, ribuan wisatawan yang menyaksikan Gandrung Sewu dibuat
terkesima dengan pertunjukan yang tergelar. Festival diawali dengan
masuknya ribuan penari Gandrung ke venue dari segala penjuru. Lalu
disusul dengan fragmen "Podo Nonton" yang menceritakan bagaimana
makmurnya rakyat Banyuwangi sebelum kedatangan Belanda, hingga penjajah
Belanda datang merusak tatanan kehidupan rakyat. Selanjutnya, dalam
fragmen dipertontonkan perjuangan rakyat Banyuwangi yang melawan
penjajahan Belanda.
Selama
fragmen berlangsung, ribuan penari Gandrung itu tetap menari menjadi
latar pertunjukkan. Sesekali mereka membentuk formasi di tengah
pertunjukan sambil memainkan kipas warna-warninya. Di akhir cerita,
ribuan penari Gandrung tersebut menjelma menjadi lautan ombak, yang
memvisualisasikan para pejuang Banyuwangi yang di akhir peperangan
mereka di buang ke Selat Bali. (Humas Protokol)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar