Memasuki musim penghujan, Dinas Kebersihan dan
Pertamanan (DKP) terus bersiaga. Upaya – upaya yang bisa melindungi
masyarakat dari bencana yang mungkin terjadi terus dilakukan.
Diantaranya mengidentifikasi pepohonan yang perlu ditebang untuk
mengantisipasi tumbangnya pohon saat terjadi hujan deras atau angin
puting beliung. Juga rutin melakukan pengawasan dan pembersihan di
sungai – sungai agar tak sampai terjadi banjir.
Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP), Arief Setiyawan
mengatakan, antisipasi datangnya musim hujan tersebut sudah dilakukan
jauh – jauh hari. “Berkaca dari pengalaman sebelumnya, kami selalu
mengantisipasi datangnya hujan sejak 1 hingga 2 bulan yang lalu,” ujar
Arief.
Salah satunya, tambah Arief, mengidentifikasi pepohonan yang perlu
ditebang untuk menghindari resiko tumbang. “Kami telah melakukan
pemotongan dan perempesan terhadap pohon-pohon yang rapuh, sudah tua,
maupun terlalu tinggi. Tapi meski pun begitu, beberapa waktu lalu masih
ada saja pohon yang tumbang, contohnya di Desa Yosowilangun, Kecamatan
Gambiran. Padahal sebelumnya kami sudah mengecek kekuatan pohon tersebut
dan kecil kemungkinan untuk tumbang. Tapi apa daya kami tidak bisa
melawan alam,” tuturnya lirih.
Pengawasan juga dilakukan DKP di beberapa lokasi yang dirasa
pepohonannya dianggap rawan tumbang. “Kami melakukan beberapa treatment
pada pohon Sepatu Dea yang ada di kawasan Jl HOS Cokroaminoto, Jl Wijaya
Kusuma, dan Jl Brawijaya agar keberadaannya tidak membahayakan
masyarakat pengguna jalan. Yaitu dengan cara mengurangi ketinggiannya
maupun memotong cabang dan rantingnya,” terang Arief.
Pohon Sepatu Dea atau yang dalam bahasa setempat dikenal dengan nama ‘kecrotan’,
merupakan tanaman peneduh yang pertumbuhannya sangat cepat. Dalam
beberapa tahun bibit Sepatu Dea sudah menjelma menjadi tanaman besar
dengan diameter sekitar 40 m. Daunnya yang rimbun dan lebar menjadi
pendukung tanaman ini sebagai tanaman perindang. Tanaman berbunga merah
ini termasuk tanaman yang fleksibel yang dalam penanamannya tidak
memerlukan teknik yang rumit dan pemeliharaan yang intensif. Pohon ini
terhitung bandel, tahan berbagai polusi, panas aspal dan dapat tumbuh di
tanah yang tidak subur.
Jika suatu saat masyarakat mendapati pohon tumbang, Arief meminta
masyarakat turut berperan aktif mengatasi tumbangnya pohon tersebut.
“Memang untuk mengatasi masalah pohon tumbang dibutuhkan campur tangan
tenaga ahli. Misalnya bagaimana pohon yang roboh tersebut tidak sampai
mengganggu aliran listrik dari kabel listrik yang mungkin tertimpa. Tapi
jika sepenuhnya menggantungkan pada DKP, akan dibutuhkan waktu yang
lama kurang lebih 20 – 30 menit. Paling tidak sebelumnya masyarakat bisa
bahu-membahu membantu memotong pohon tersebut sedikit demi sedikit agar
tak mengganggu lalu lintas,” harap Arief.
Tak hanya pepohonan yang menjadi perhatian serius DKP. Pengerukan
sedimentasi berupa lumpur maupun pasir di selokan-selokan di seluruh
wilayah di Banyuwangi juga dilakukan. Arief mengaku, DKP siap sedia
menerjunkan 65 Tenaga Harian Lepas (THL) –nya. “Secara rutin, 65 THL
kami turunkan di beberapa titik, lengkap dengan kendaraan pengangkut
sampahnya. Mereka disiagakan di selokan-selokan dan beberapa saluran
terbuka (salter), seperti yang ada di sebelah SMPN 1 Banyuwangi, Pasar
Karangrejo, Kelurahan Panderejo, dan sekitar pendopo,” terang Arief.
Untuk meminimalisir dampak banjir, DKP juga bekerjasama dengan Dinas
Pekerjaan Umum (PU) Bina Marga, Cipta Karya dan Tata Ruang. “PU Bina
Marga bertugas menangani pematusan. Yaitu membuat saluran, agar
genangan atau aliran dari bahu jalan saat turun hujan bisa masuk ke
saluran air, sehingga tidak terjadi banjir. Pihak kamilah yang melakukan
pemeliharaannya. Selain mengeruk sedimentasi, kami juga membersihkan
sampah-sampah yang terhanyut ikut aliran air.
Kendala yang signifikan, menurut Arief, tidak ada. Hanya saja,
ujarnya, jumlah personil yang terbatas, jika dibagi di banyak lokasi
jelas tidak cukup. Tanpa kerjasama dari warga masyarakat, upaya tersebut
kurang efektif. “Yang jelas, kami terus mensosialisasikan kepada
masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan,”tandas Arief.
Upaya sosialisasi tersebut dilakukan pada masyarakat mulai dari hilir
hingga ke hulu. Sebab, terang Arief, percuma di hulu (bawah)
dibersihkan terus menerus, sementara di hilir (atas) masyarakat terus
buang sampah sembarangan ke sungai.
Arief berharap, masyarakat Banyuwangi bisa merubah perilakunya yang
sebelumnya terbiasa buang sampah tidak pada tempatnya. “Yang penting
adalah kesadaran masyarakat dalam memperlakukan sampah, itu yang
utama,”tegasnya. (Humas & Protokol
Tidak ada komentar:
Posting Komentar