Sebagai daerah penghasil sidat dengan kualitas terbaik di Indonesia, Banyuwangi dijadikan pilot project
taman tecnologi (technopark) pelatihan budi daya sidat oleh Kementerian
Kelautan dan Perikanan. Technopark sidat ini dikembangkan di Balai
Pendidikan dan Pelatihan Perikanan (BPPP) Banyuwangi.
Technopark merupakan program pembangunan kawasan pengembangan
teknologi dan inovasi. Kementrian KP akan mengembangkan technopark yang
memiliki fungsi sebagai tempat pendidikan dan pelatihan para nelayan
perikanan tangkap maupun perikanan budidaya yang berpotensi mendorong
pengembangan bisnis baru.
“Banyuwangi menjadi inkubator sidat pertama di Indonesia. Di sini
akan menjadi kawasan untuk belajar teknologi budidaya sidat. Masyarakat
yang tertarik bisa belajar bersama atau jika punya teknologi yang lebih
baru tentang sidat bisa dibagi dan ditularkan di tempat ini,” kata
Sekretaris Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Pemberdayaan
Masyarakat Kelautan dan Perikanan (BPSDMP, KP), Dr Rina, Msi, saat
menjadi nara sumber dalam dialog dengan stakeholder kelautan dan
perikanan, BPPP Selasa (10/11).
Pada tahun 2015 ini, Kementrian KP membangun 4 dari 24 technopark
yang akan dikembangkan dalam kurun 5 tahun ke depan. Salah satunya
Banyuwangi akan menjadi tempat belajar teknologi budidaya sidat. BPPP
Banyuwangi akan menjadi tempat pembesaran sidat atau inkubasi yang
memiliki fasilitas lengkap. Mulai kolam hingga teknologi pembesaran yang
dibimbing oleh ahli budi daya keluatan dan perikanan.
Mengapa Banyuwangi menjadi pusat pengembangan sidat di Indonesia?
Karena, kata Rina, secara alami kualitas air baku di Banyuwangi cocok
untuk budidaya perikanan, termasuk sidat. Di Jakarta, kata Rina,
kualitas air per 25 miligram sampel terdapat 550 ribu koloni bakteri.
Adapun di Banyuwangi dengan sampel yang sama, hanya mengandung 10 ribu
koloni bakteri.
"Amat sehat, dan untuk pengembangan sidat bagus sekali. Makanya kami
memilih Banyuwangi menjadi pusat pengembangan sidat,” kata Rina.
Budidaya sidat saat ini memiliki prospek yang bagus lantaran pasar
sidat internasional terbuka lebar. Sidat, kata Rina, menjadi primadona
di sejumlah negara. Karena kandungan protein dan gizinya yang tinggi
yang tidak dimiliki jenis ikan yang lain, menjadikan sidat makanan yang
paling digemari di sejumlah negara, terutama Jepang.
Produksi sidat Banyuwangi sendiri mencapai 147 ton per tahun,
sementara permintaan dari daerah atau pun negara lain masih tinggi.
Bukan hanya Jepang, namun permintaan sudah merambah ke Korea bahkan
Arab.
“Masyarakat masih belum banyak yang menangkap peluang ini, salah
satunya akibat ketidaktahuan teknologi pembudidayaannya. Dengan
technopark ini, kami berharap masyarakat mau belajar untuk membuka
peluang usaha baru dan meningkatkan perekonomiannya,” pungkas Rina.
Selain menjadi kawasan pengembangan teknologi budidaya sidat, BPPP
Banyuwangi akan menjadi technopark yang fokus pada produksi garam,
budidaya udang, pengolahan produk, dan sertifikasi kompetensi bidang
perikanan dan kelautan. (Humas Protokol)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar