Sebanyak Rp. 47,9 miliar bantuan
dana desa pemerintah pusat telah ditransfer ke kas daerah Kabupaten
Banyuwangi. Dari dana tersebut, 74,31 persen atau setara Rp. 35,60
miliar telah diserap oleh pemerintahan desa.
Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPM-PD),
Suyanto Waspo Tondo mengatakan pemerintah pusat telah menganggarkan dana
desa untuk Banyuwangi sebesar Rp 59,8 miliar untuk 189 desa
se-Banyuwangi.
“Dari jumlah itu Banyuwangi telah mendapatkan transfer dua kali
dengan total Rp. 47,9 miliar. Tahap pertama pada April dan tahap II
akhir Juli 2015 lalu. Rencananya, pencairan tahap ke III pada bulan
ini,” kata Yayan, sapaan akrabnya.
Yayan menjelaskan, dana desa ini sengaja diberikan pemerintah pusat
lewat APBD untuk mendukung pembangunan desa yang kuat dan mandiri.
Sesuai dengan peraturan menteri pembangunan daerah tertinggal dan
transmigrasi (Permendes) no 5 tahun 2015 tentang penetapan prioritas
penggunaan dana desa, dana desa bisa digunakan antara lain untuk
penyelenggaraan pemerintahan desa. “Selain itu juga untuk pelaksanaan
pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat,” ujar
Yayan.
Pada pencairan tahap pertama yang sebesar Rp. 23,95 miliar telah
terserap 98,66 persen. Pencairan tersebut dilakukan oleh 187 desa.
“Di tahap pertama ini hanya dua desa yang belum mencairkan, yakni
Desa Taman Suruh, Glagah dan Kandangan, Pesanggaran. Untuk Taman Suruh
terkendala aparatnya yang sakit sedangkan Desa Kandangan karena masih
ada masalah antara pemdes dan BPD,” terang Yayan.
Untuk yang tahap kedua yang totalnya Rp. 23,95 miliar, baru terserap
49,96 persen atau Rp. 11,96 miliar. Hanya 95 desa yang baru mencairkan
anggaran tersebut. “Sebagian besar desa yang belum mencairkan karena
terkendala belum selesainya surat pertanggungjawaban atas bantuan tahap
pertama. Sehingga mereka tidak bisa menyerap dana ini,” urai Yayan.
Untuk mengatasi berbagai kendala dalam pencairan dana desa, kata
Yayan, BPM-PD membuka klinik konsultasi. Di klinik ini aparat desa bisa
bertanya seputar dana desa mulai dari proses pencairan, tata cara
penatausahaan dan pelaporan dana desa. “Klinik ini buka setiap hari
kerja mulai pukul 7.00 – 21.00 wib. Hari libur juga melayani konsultasi
mulai pukul 07.00 – 14.00 wib,” cetus Yayan.
Penggunaan dana desa ini, lanjutnya, tidak boleh tumpang tindih
dengan alokasi dana desa (ADD) yang bersumber dari APBD kabupaten yang
besarnya mencapai Rp. 61, 9 miliar untuk 189 desa. Alokasi ADD, 60
persen dipergunakan untuk penghasilan tetap aparat desa. Sedangkan
sisanya sisanya yang 40 persen masih dibagi lagi, yakni 50 persen untuk
operasional pemerintahan desa dan selebihnya untuk pemberdayaan
masyarakat.
“Yang APBN digunakan untuk pembangunan fisik, sedangkan ADD bisa
digunakan untuk modal usaha masyarakat, . Intinya penggunaan kedua dana
desa tersebut harus dimaksimalkan untuk kesejahteraan desa dengan
pertanggungjawaban yang jelas,” tegas Yayan.
Untuk memastikan dana desa dialokasikan dengan tepat, pemkab membuat e-monitoring system.
Dalam sistem ini, setiap program pembangunan fisik desa difoto lalu
diunggah. Kordinat lokasi pembangunannya pun diunggah ke website yang
ditentukan agar bisa dipantau langsung melalui google map.
“Cara ini cukup efisien, bisa mengurangi jumlah titik program yang
harus dipantau secara manual. Selain itu, kami juga bekerjasama dengan
pihak kecamatan untuk turut mengawasi,” pungkas Yayan. (Humas Protokol)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar