Setelah pagi harinya menggelar
pertemuan dengan perwakilan aparat desa Kecamatan Pesanggaran, Pemkab
Banyuwangi kembali melakukan pertemuan dengan sejumlah warga terkait
terkait aksi massa sekitar penambangan Tumpang Pitu di Pendopo Sabha
Swagata, Jumat sore (27/11). Pertemuan kali ini diikuti sejumlah tokoh
masyarakat (tomas) dan tokoh lintas agama (toga) dari Kecamatan
Pesanggaran dan Siliragung, Banyuwangi.
Dalam pertemuan tersebut, PJ Bupati Banyuwangi Zarkasi mengatakan
tomas dan toga memiliki pengaruh yang besar karena menjadi panutan bagi
masyarakat. Terkait aksi massa yang terjadi di areal tambang tumpang
pitu, Zarkasi berharap mereka bisa mendinginkan suasana dengan
memberikan pengertian dan informasi yang tepat kepada warga.
“Saya sangat mengerti dengan suasana yang sedang terjadi. Namun
selagi kita mencari solusinya, saya minta tolong agar tokoh agama dan
tokoh masyarakat bisa mengajak masyarakat untuk cooling down.
Jangan terpancing emosi maupun isu-isu agar tidak lagi timbul gejolak,”
ujar Zarkasi. Sekedar diketahui, telah terjadi aksi massa di kawasan
tambang Tumpang Pitu milik PT Bumi Suksesindo (BSI) di wilayah Kecamatan
Pesanggaran Banyuwangi pada Rabu (25/11).
Untuk menghindari terjadinya aksi yang berulang, Zarkasi mengatakan
telah meminta kepada pihak PT. BSI untuk tidak melakukan aktivitas
maksimal sampai dengan tanggal 9 Desember 2015.
“Kami minta masing-masing pihak bisa menahan diri. Sama-sama cooling down
lah kedua pihak, apalagi Banyuwangi lagi memasuki masa Pilkada. Ini
semua agar suasana jelang pilkada kondusif, sembari Pemkab memfasilitasi
warga dengan PT. BSI dan mencarikan solusi terbaiknya,” tutur Zarkasi.
Nantinya setelah 9 Desember, lanjut dia, akan ditentukan langkah
berikutnya dan solusi yang tepat untuk keduanya. “Lewat dialog ini, kami
akan tahu dengan jelas apa yang menjadi kemauan warga. Semua akan kami
tampung, lalu akan kami bicarakan dengan PT. BSI. Intinya, pemkab ingin
win win solution antar keduanya,” ujar Zarkasi.
Dalam pertemuan tersebut, sejumlah tokoh langsung menyampaikan apa
yang menjadi keluhan warga Pesanggaran. Mereka pada intinya menginginkan
agar PT. BSI lebih memaksimalkan potensi lokal yang ada di Kecamatan
Pesanggaran dan Siliragung dalam pengembangan perusahaan.
“Misalnya PT. BSI kalau membeli bahan pangan, belilah produk warga
Pesanggaran terlebih dahulu. Jangan beli di luar, toh produk lokal di
sini juga ada,” cetus Afandi Musafa, Ketua MUI Kecamatan Pesanggaran.
(Humas Protokol)
27 November 2015
Cari Solusi Damai, Pemkab Banyuwangi Dorong Mediasi dengan Warga Terkait Masalah Tambang
Terkait aksi massa sekitar penambangan Tumpang Pitu di Kecamatan
Pesanggaran, Pemkab Banyuwangi menggelar pertemuan dengan sejumlah
perwakilan aparat desa sekitar. Dialog yang berlangsung di Pendopo
kabupaten tersebut dipimpin oleh Pj Bupati Banyuwangi, Zarkasi, Jumat
(27/11)
Hadir dalam dialog tersebut 25 aparat desa di Kecamatan Pesanggaran
Banyuwangi, antara lain Kepala Desa (Kades) Sumberagung, Kades Sarongan,
Kades Pesanggaran, Kades Sumbermulyo, Kades Kandangan, beserta sejumlah
kepala dusun. Pj Bupati dalam kesempatan tersebut didampingi Asisten
Administrasi Pembangunan dan Kesra, Wiyono, Kepala Badan Perijinan dan
Pelayanan Terpadu Abdul Kadir, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan,
dan Pertambangan Hari Cahyo.
Zarkasi mengatakan, pertemuan ini dimaksudkan untuk menampung aspirasi
warga Pesanggaran terkait pengoperasian tambang emas Tumpang Pitu.
Dialog ini, lanjut dia, sebagai upaya pemerintah menyatukan, dan
mencarikan solusi terkait aksi massa yang dilakukan warga kemarin.
”Sampaikan uneg-uneg Bapak apa adanya pada dialog ini, kita akan
membantu menyampaikan kepada yang terkait. Percayalah, kami akan
membantu mencarikan win-win solution atas masalah ini. Perusahaan
penambangan juga setelah ini harus duduk bareng masyarakat guna
mendapatkan solusinya," kata Zarkasi di hadapan para kepala desa dan
kepala dusun.
Dalam kesempatan itu, Zarkasi juga meminta kepada kepada aparat desa
agar bisa menenangkan warganya sembari mencari solusi atas permasalahan
yang ada. Para aparat diminta bisa menjaga kondusivitas wilayahnya
masing-masing.
”Pada hakekatnya tambang ini kan untuk kemakmuran masyarakat. Kalau
tambang ini bisa beroperasi dengan baik, toh kembalinya kepada rakyat
Banyuwangi, yang imbasnya untuk kesejahteraan masyarakat juga," ujarnya.
Sekadar diketahui, kawasan tambang Tumpang Pitu milik PT Bumi Suksesindo
(BSI) di kawasan Pesanggaran Banyuwangi terjadi aksi massa pada Rabu
(25/11). Masyarakat melakukan unjuk rasa di lokasi tersebut.
Sementara itu, Asisten Adminitrasi Pembangunan dan Kesra Wiyono
menegaskan bahwa pemda akan melakukan pendekatan humanis dan tetap
mengedepankan kesejahteraan warga dalam upayanya membantu mencarikan
solusi yang diinginkan warga sekitar.
“Intinya kami ingin agar warga sejahtera. Kami juga ingin agar warga
sekitar memperoleh manfaat lebih dari beroperasinya tambang ini, semisal
ada upaya pemberdayaan terhadap warga di sana. Kami janji akan berusaha
memfasilitasi apa yang menjadi kemauan warga dengan PT BSI," ujar
Wiyono.
Dalam dialog yang berlangsung gayeng tersebut sejumlah aparat desa
langsung menyampaikan aspirasinya kepada Pemkab Banyuwangi. Salah
satunya adalah Pj Kades Sumberagung, Pesanggaran Suryanto yang meminta
jaminan bahwa tidak akan ada lagi penangkapan terhadap warga
Pesanggaran.
"Kami juga meminta agar BSI tidak melakukan aktivitas dulu sampai BSI
bisa mensosialisasikan secara gamblang tentang pelaksanaaan operasional
tambang," ujarnya.
Beberapa perwakilan juga menyampaikan keinginan agar perusahaan
penambangan bisa memberdayakan warga sekitar dengan berbagai kegiatan
ekonomi produktif. (Humas protokol)
Kota Depok Belajar Perencanaan Ke Banyuwangi
Beberapa daerah telah datang ke
Banyuwangi untuk belajar perencanaan pembangunan, kini giliran
Pemerintah Kota Depok yang juga datang untuk menimba ilmu dibidang ini.
Sebanyak 22 orang rombongan lintas satuan perangkat daerah yang dipimpin
oleh Sekretaris Badan Perencanaan Kota Depok, belajar dan menyerap ilmu
langsung tentang penyusunan perencanaan jangka menengah di Pemkab
Banyuwangi, Jumat (27/11).
Sekretaris Badan Perencanaan Kota Depok, Syafrizal mengatakan kedatangannya beserta rombongan ke Banyuwangi untuk mencari referensi bagi penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) yang saat ini sedang disiapkan oleh Kota Depok.
“Dalam penyusunan RPJMD ini kita ingin mendapatkan tambahan wawasan dari daerah lain yang memiliki pengalaman dan prestasi yang baik di bidang perencanaan. Kami ingin mendapatkan masukan program-program tambahan apa saja yang bisa dikembangkan dari daerah lain di Kota Depok,” kata Syafrizal.
Dipilihnya Banyuwangi sebagai daerah yang dijadikan jujugan belajar Kota Depok, kata Syafrizal tidak lepas dari prestasi Banyuwangi yang telah mendapatkan pengakuan secara nasional di bidang perencanaan pembangunan. Banyuwangi sendiri pernah mendapatkan Penghargaan Pangripta Nusantara Utama tahun 2014 dan 2015 untuk Kabupaten/Kota dengan Perencanaan terbaik dari Bappenas.“Karena prestasi itulah kami ditugaskan oleh pimpinan untuk menimba ilmu ke Banyuwangi, saya rasa pilihan ini sangat tepat,” imbuh Syafrizal.
Sementara itu salah satu staf Bidang Perencanaan Bapekot Depok, Jumali menambahkan, dari presentasi yang didapatkannya dia mengaku terkesan dengan proses perencanaan yang dilakukan oleh Banyuwangi. Terutama pemanfaatan teknologi informasi dalam penyusunan perencanaan mulai dari tingkat desa hingga kabupaten.
“Sistem informatika yang diterapkan Banyuwangi sudah luar biasa, sedangkan Depok saat ini masih merintis dengan segala kekurangann. Dari sini kami juga mendapatkan banyak inspirasi dan masukan terkait sistem dan kebijakan yang bisa diterapkan dalam lingkup perencanaan. Kami mendapatkan banyak ilmu untuk diterapkan di Kota Depok,” cetus Jumali. (Humas & Protokol)
Sekretaris Badan Perencanaan Kota Depok, Syafrizal mengatakan kedatangannya beserta rombongan ke Banyuwangi untuk mencari referensi bagi penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) yang saat ini sedang disiapkan oleh Kota Depok.
“Dalam penyusunan RPJMD ini kita ingin mendapatkan tambahan wawasan dari daerah lain yang memiliki pengalaman dan prestasi yang baik di bidang perencanaan. Kami ingin mendapatkan masukan program-program tambahan apa saja yang bisa dikembangkan dari daerah lain di Kota Depok,” kata Syafrizal.
Dipilihnya Banyuwangi sebagai daerah yang dijadikan jujugan belajar Kota Depok, kata Syafrizal tidak lepas dari prestasi Banyuwangi yang telah mendapatkan pengakuan secara nasional di bidang perencanaan pembangunan. Banyuwangi sendiri pernah mendapatkan Penghargaan Pangripta Nusantara Utama tahun 2014 dan 2015 untuk Kabupaten/Kota dengan Perencanaan terbaik dari Bappenas.“Karena prestasi itulah kami ditugaskan oleh pimpinan untuk menimba ilmu ke Banyuwangi, saya rasa pilihan ini sangat tepat,” imbuh Syafrizal.
Sementara itu salah satu staf Bidang Perencanaan Bapekot Depok, Jumali menambahkan, dari presentasi yang didapatkannya dia mengaku terkesan dengan proses perencanaan yang dilakukan oleh Banyuwangi. Terutama pemanfaatan teknologi informasi dalam penyusunan perencanaan mulai dari tingkat desa hingga kabupaten.
“Sistem informatika yang diterapkan Banyuwangi sudah luar biasa, sedangkan Depok saat ini masih merintis dengan segala kekurangann. Dari sini kami juga mendapatkan banyak inspirasi dan masukan terkait sistem dan kebijakan yang bisa diterapkan dalam lingkup perencanaan. Kami mendapatkan banyak ilmu untuk diterapkan di Kota Depok,” cetus Jumali. (Humas & Protokol)
Penuhi Undangan Presiden Jokowi,Banyuwangi Berangkatkan 800 Penari Gandrung di HUT KORPRI
Delapan ratus penari gandrung dan
sejumlah wiyogo Banyuwangi diberangkatkan Sekretaris Kabupaten (Sekkab)
Slamet Kariyono dari depan Stadion Diponegoro.
Menggunakan 15 armada bus dan 8 minibus serta 1 truk tambahan yang mengangkut perlengkapannya, mereka diberangkatkan ke Kota Pahlawan untuk tampil di hadapan Presiden Jokowi pada puncak peringatan HUT KORPRI Nasional yang akan digelar di Lapangan Kodam V Brawijaya, Surabaya, 30 November besok. Sekitar pukul 12.00 WIB, Kamis (26/11) Sekkab Slamet mengibarkan bendera keberangkatan, disusul deru 24 armada yang melaju cukup landai di sepanjang jalan.
Sebelum memberangkatkan rombongan penari ini, Sekkab Slamet Kariyono sempat berpesan agar para duta kesenian ini tetap menjaga kesehatan sehingga saat tampil nanti bisa all out. Karena, lanjutnya, ini adalah kesempatan emas bagi Banyuwangi bisa tampil pada acara skala nasional yang di hadiri langsung oleh Presiden Jokowi, para gubernur dan anggota KORPRI se-Indonesia.
“Momen ini harus kita jadikan sebagai ajang promosi budaya daerah. Dengan tampil di hadapan Presiden dan pimpinan daerah se Indonesia, budaya kita akan semakin go nasional bahkan Internasional. Karena pasti juga akan banyak duta besar yang turut hadir,” kata Sekkab Slamet.
Rombongan penari dan wiyogo ini dipastikan akan tiba di Asrama Haji Sukolilo malam nanti. Dijadwalkan esok Jumat pukul 07.00 WIB, mereka akan melakukan gladi kotor di Makodam V Brawijaya. Dilanjutkan gladi bersih sebagai latihan pamungkas pada keesokan harinya, Sabtu pukul 06.00 WIB ditempat yang sama. “Dan Hari Minggu nya, mereka akan beristirahat penuh agar tenaga dan wajah mereka fresh saat tampil,” ujar Sekkab.
Hari Senin tepat pukul 09.00 WIB para penari gandrung sewu akan tampil pada puncak acara HUT KORPRI Nasional itu dalam durasi 15 menit. Dalam durasi tersebut, di hadapan sekitar 15.000 peserta yang bakal hadir, gandrung sewu akan tampil megah dan dihiasi fragmen drama yang bertema Abdi Nagari. Dalam tari ini akan diceritakan singkat bagaimana menjaga tradisi agraris di Indonesia, agar bangsa ini bisa mandiri dalam hal pangan.
Selain Tari Gandrung HUT Korpri juga akan dimeriahkan drum band dari Institut Ilmu Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) serta drum band dari Akademi Teknik Keselamatan Penerbangan (ATKP) Surabaya (Humas Protokol)
Menggunakan 15 armada bus dan 8 minibus serta 1 truk tambahan yang mengangkut perlengkapannya, mereka diberangkatkan ke Kota Pahlawan untuk tampil di hadapan Presiden Jokowi pada puncak peringatan HUT KORPRI Nasional yang akan digelar di Lapangan Kodam V Brawijaya, Surabaya, 30 November besok. Sekitar pukul 12.00 WIB, Kamis (26/11) Sekkab Slamet mengibarkan bendera keberangkatan, disusul deru 24 armada yang melaju cukup landai di sepanjang jalan.
Sebelum memberangkatkan rombongan penari ini, Sekkab Slamet Kariyono sempat berpesan agar para duta kesenian ini tetap menjaga kesehatan sehingga saat tampil nanti bisa all out. Karena, lanjutnya, ini adalah kesempatan emas bagi Banyuwangi bisa tampil pada acara skala nasional yang di hadiri langsung oleh Presiden Jokowi, para gubernur dan anggota KORPRI se-Indonesia.
“Momen ini harus kita jadikan sebagai ajang promosi budaya daerah. Dengan tampil di hadapan Presiden dan pimpinan daerah se Indonesia, budaya kita akan semakin go nasional bahkan Internasional. Karena pasti juga akan banyak duta besar yang turut hadir,” kata Sekkab Slamet.
Rombongan penari dan wiyogo ini dipastikan akan tiba di Asrama Haji Sukolilo malam nanti. Dijadwalkan esok Jumat pukul 07.00 WIB, mereka akan melakukan gladi kotor di Makodam V Brawijaya. Dilanjutkan gladi bersih sebagai latihan pamungkas pada keesokan harinya, Sabtu pukul 06.00 WIB ditempat yang sama. “Dan Hari Minggu nya, mereka akan beristirahat penuh agar tenaga dan wajah mereka fresh saat tampil,” ujar Sekkab.
Hari Senin tepat pukul 09.00 WIB para penari gandrung sewu akan tampil pada puncak acara HUT KORPRI Nasional itu dalam durasi 15 menit. Dalam durasi tersebut, di hadapan sekitar 15.000 peserta yang bakal hadir, gandrung sewu akan tampil megah dan dihiasi fragmen drama yang bertema Abdi Nagari. Dalam tari ini akan diceritakan singkat bagaimana menjaga tradisi agraris di Indonesia, agar bangsa ini bisa mandiri dalam hal pangan.
Selain Tari Gandrung HUT Korpri juga akan dimeriahkan drum band dari Institut Ilmu Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) serta drum band dari Akademi Teknik Keselamatan Penerbangan (ATKP) Surabaya (Humas Protokol)
Kapal Cepat Marina Srikandi Buka Rute Banyuwangi – Jimbaran
Pembangunan dermaga kapal pesiar di
Pantai Boom, langsung mendapat respon positif dari sejumlah pelaku
wisata. Operator kapal cepat di Bali, Marina Srikandi membuka rute
penyeberangan Banyuwangi – Jimbaran di dermaga marina tersebut.
Fast boat Marina Srikandi ini telah beroperasi sejak 15 November 2015. Dengan menggunakan kapal ini, wisatawan hanya menempuh 2 jam perjalanan dari Banyuwangi - Bali.
“Dengan dibukanya rute ini, kami berharap bisa ikut mendorong dan membangkitkan geliat pariwisata Banyuwangi. Apalagi kapal ini juga terkoneksi dengan dermaga di Benoa, Bali dan Lombok, yang otomatis bisa mendulang kunjungan wisatawan mancanegara ke Banyuwangi,” kata Owner Marina Srikandi, Mulyono Sugito.
Di kawasan Pantai Boom akan dibangun sebuah dermaga marina terintegrasi yang pertama di Indonesia antara Pemkab Banyuwangi dengan Pelindo III. Kawasan ini akan berdiri di area seluas 44,2 hektar dan direncanakan mampu menampung 150 kapal pesiar (yacht).
Dikatakan Mulyono, harga tiket Marina Srikandi ini sebesar Rp 375 ribu sekali berangkat, namun bagi yang membeli tiket PP akan diberikan harga promo. Selain rute di atas, Marina Srikandi juga melayani wisatawan tujuan Bali ke Timur seperti Pantai Gilitrawangan, Lombok Timor, Nusa Tenggara Barat.
Spesifikasi kapal cepat ini, kata Mulyono, memiliki panjang 18 meter, lebar 3,6 meter dengan kecepatan maksimum 40 knot. Kapal cepat ini berkapasitas penumpang 70 orang, dengan mesin Suzuki 250 hp – 5 unit.
Juga dilengkapi keselamatan, yakni dua unit perahu keselamatan (kapasitas 35 orang / unit), life jacket 80 pcs, pelampung 6 unit, alat pemadam kebakaran. Juga navigasi satelit GPS yang dapat mengetahui posisi kapal dan informasi waktu dalam segala cuaca. (Humas & Protokol)
Fast boat Marina Srikandi ini telah beroperasi sejak 15 November 2015. Dengan menggunakan kapal ini, wisatawan hanya menempuh 2 jam perjalanan dari Banyuwangi - Bali.
“Dengan dibukanya rute ini, kami berharap bisa ikut mendorong dan membangkitkan geliat pariwisata Banyuwangi. Apalagi kapal ini juga terkoneksi dengan dermaga di Benoa, Bali dan Lombok, yang otomatis bisa mendulang kunjungan wisatawan mancanegara ke Banyuwangi,” kata Owner Marina Srikandi, Mulyono Sugito.
Di kawasan Pantai Boom akan dibangun sebuah dermaga marina terintegrasi yang pertama di Indonesia antara Pemkab Banyuwangi dengan Pelindo III. Kawasan ini akan berdiri di area seluas 44,2 hektar dan direncanakan mampu menampung 150 kapal pesiar (yacht).
Dikatakan Mulyono, harga tiket Marina Srikandi ini sebesar Rp 375 ribu sekali berangkat, namun bagi yang membeli tiket PP akan diberikan harga promo. Selain rute di atas, Marina Srikandi juga melayani wisatawan tujuan Bali ke Timur seperti Pantai Gilitrawangan, Lombok Timor, Nusa Tenggara Barat.
Spesifikasi kapal cepat ini, kata Mulyono, memiliki panjang 18 meter, lebar 3,6 meter dengan kecepatan maksimum 40 knot. Kapal cepat ini berkapasitas penumpang 70 orang, dengan mesin Suzuki 250 hp – 5 unit.
Juga dilengkapi keselamatan, yakni dua unit perahu keselamatan (kapasitas 35 orang / unit), life jacket 80 pcs, pelampung 6 unit, alat pemadam kebakaran. Juga navigasi satelit GPS yang dapat mengetahui posisi kapal dan informasi waktu dalam segala cuaca. (Humas & Protokol)
Jawa Barat Belajar Tingkatkan Perekonomian di Banyuwangi
Pertumbuhan ekonomi Banyuwangi yang
meningkat pesat dalam 4 tahun terakhir, menarik perhatian Forum Asisten
Perekonomian Provinsi Jawa Barat yang kemudian melakukan kunjungan
kerja (kunker) ke Kabupaten The Sunrise of Java ini. Kunker para Asisten
Perekonomian dan Kepala Bagian di Biro Perekonomian Provinsi Jawa Barat
ini diterima Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda)
Kabupaten Banyuwangi, Agus Siswanto, didampingi Kepala Dinas
Perindustrian, Perdagangan, dan Pertambangan, Hary Cahyo Purnomo, serta
Plt. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, M.Y Bramuda, di Lounge
Pelayanan Publik, Selasa (24/11).
Asisten Perekonomian Pembangunan Kabupaten Sukabumi yang juga didapuk sebagai ketua rombongan, Budiman, menyatakan terkesan dengan perkembangan Banyuwangi dalam beberapa tahun terakhir. Terutama Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan perekonomian masyarakatnya yang terus meningkat.
“Banyuwangi ini luar biasa sekali. Kami telah mengamati, dalam 4 tahun belakangan pendapatan per kapitanya terus naik, angka kemiskinan menurun tajam, dan pariwisatanya berkembang pesat. Tentunya ini menarik sekali makanya kami jauh-jauh datang kemari untuk menggali ilmu di sini. Fokus kami adalah belajar bagaimana Banyuwangi bisa meningkatkan pertumbuhan perekonomiannya. Terutama dalam meningkatkan industri ekonomi kreatif dan pariwisata,” kata Budiman.
Sementara itu, Kepala Bappeda Kabupaten Banyuwangi Agus Siswanto mewakili PJ Bupati Banyuwangi menyatakan tersanjung dengan kunjungan para asisten dari Jawa Barat ini. Saat menjawab tujuan kunker Agus menyampaikan untuk mendongkrak perekonomian daerah, Banyuwangi memiliki beberapa program unggulan, salah satunya pengembangan pariwisata daerah. Terkait pariwisata, lanjut Agus, Banyuwangi tidak mungkin mem-fotocopy daerah-daerah lain. “Kami punya cara sendiri untuk memajukan wilayah kami yang jauh dari pusat pemerintahan. Dengan potensi alam yang kita miliki, seperti pantai, gunung dan alam kita kemas menjadi sebuah obyek wisata yang siap kita jual,” kata Agus.
Dibeberkan Agus, selain keindahan alam, Banyuwangi juga menggelar sejumlah even yang terangkum dalam gelaran Banyuwangi Festival untuk menarik wisatawan datang ke Bumi Blambangan ini. Mulai dari even berlatar belakang seni budaya, lingkungan, olah raga dan religi dikemas menjadi tontonan apik dan semuanya dilakukan sendiri oleh birokrat di lingkungan Pemkab Banyuwangi. “Kami tidak pernah melibatkan even organizer (EO), semua kami kerjakan bersama-sama,” terang Agus.
Lebih dalam Agus membeberkan, agar destinasi pariwisata Banyuwangi dikenal masyarakat luas, promosinya harus intens. “Namun, tidak harus memakan biaya mahal. Cukup dengan IT dan melibatkan masyarakat, promosi bisa sangat cepat, mudah dan murah,“ ujarnya.
Dijelaskan Agus, IT adalah kuncinya. Saat ini 1.400 titik wifi sudah terpasang di semua ruang publik, mulai dari kota hingga desa di seluruh Banyuwangi. Ini bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk promosi daerah terutama pariwasata Banyuwangi. “Mereka cukup ber-selfie dan memotret destinasi wisata Banyuwangi dan mengunggahnya di media sosial. Mudah dan nggak mahal kan?” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Pertambangan, Hary Cahyo Purnomo, menambahkan setiap even yang digelar di Banyuwangi selalu dikerjakan secara bergotong royong antar SKPD di lingkungan Pemkab Banyuwangi. Dalam setiap even, pihaknya juga selalu melibatkan pelaku ekonomi kreatif untuk memamerkan produknya. “Kalau ada even pasti banyak orang yang datang, jadi mereka bisa memamerkan dan memasarkan produknya di sana. Dengan begitu, produknya akan semakin dikenal,” kata Hary.
Dikatakan Hary, dengan cara tersebut ternyata berhasil mendongkrak jumlah industri kreatif Banyuwangi.Ini menunjukkan, perekonomian masyarakat Banyuwangi juga semakin baik. “Sekarang jumlah pengusaha kaos khas Banyuwangi semakin banyak. Pembuat souvenir, handycraft, dan pengrajin batik pun semakin bertambah,” pungkas Hary. (Humas & Protokol)
Asisten Perekonomian Pembangunan Kabupaten Sukabumi yang juga didapuk sebagai ketua rombongan, Budiman, menyatakan terkesan dengan perkembangan Banyuwangi dalam beberapa tahun terakhir. Terutama Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan perekonomian masyarakatnya yang terus meningkat.
“Banyuwangi ini luar biasa sekali. Kami telah mengamati, dalam 4 tahun belakangan pendapatan per kapitanya terus naik, angka kemiskinan menurun tajam, dan pariwisatanya berkembang pesat. Tentunya ini menarik sekali makanya kami jauh-jauh datang kemari untuk menggali ilmu di sini. Fokus kami adalah belajar bagaimana Banyuwangi bisa meningkatkan pertumbuhan perekonomiannya. Terutama dalam meningkatkan industri ekonomi kreatif dan pariwisata,” kata Budiman.
Sementara itu, Kepala Bappeda Kabupaten Banyuwangi Agus Siswanto mewakili PJ Bupati Banyuwangi menyatakan tersanjung dengan kunjungan para asisten dari Jawa Barat ini. Saat menjawab tujuan kunker Agus menyampaikan untuk mendongkrak perekonomian daerah, Banyuwangi memiliki beberapa program unggulan, salah satunya pengembangan pariwisata daerah. Terkait pariwisata, lanjut Agus, Banyuwangi tidak mungkin mem-fotocopy daerah-daerah lain. “Kami punya cara sendiri untuk memajukan wilayah kami yang jauh dari pusat pemerintahan. Dengan potensi alam yang kita miliki, seperti pantai, gunung dan alam kita kemas menjadi sebuah obyek wisata yang siap kita jual,” kata Agus.
Dibeberkan Agus, selain keindahan alam, Banyuwangi juga menggelar sejumlah even yang terangkum dalam gelaran Banyuwangi Festival untuk menarik wisatawan datang ke Bumi Blambangan ini. Mulai dari even berlatar belakang seni budaya, lingkungan, olah raga dan religi dikemas menjadi tontonan apik dan semuanya dilakukan sendiri oleh birokrat di lingkungan Pemkab Banyuwangi. “Kami tidak pernah melibatkan even organizer (EO), semua kami kerjakan bersama-sama,” terang Agus.
Lebih dalam Agus membeberkan, agar destinasi pariwisata Banyuwangi dikenal masyarakat luas, promosinya harus intens. “Namun, tidak harus memakan biaya mahal. Cukup dengan IT dan melibatkan masyarakat, promosi bisa sangat cepat, mudah dan murah,“ ujarnya.
Dijelaskan Agus, IT adalah kuncinya. Saat ini 1.400 titik wifi sudah terpasang di semua ruang publik, mulai dari kota hingga desa di seluruh Banyuwangi. Ini bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk promosi daerah terutama pariwasata Banyuwangi. “Mereka cukup ber-selfie dan memotret destinasi wisata Banyuwangi dan mengunggahnya di media sosial. Mudah dan nggak mahal kan?” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Pertambangan, Hary Cahyo Purnomo, menambahkan setiap even yang digelar di Banyuwangi selalu dikerjakan secara bergotong royong antar SKPD di lingkungan Pemkab Banyuwangi. Dalam setiap even, pihaknya juga selalu melibatkan pelaku ekonomi kreatif untuk memamerkan produknya. “Kalau ada even pasti banyak orang yang datang, jadi mereka bisa memamerkan dan memasarkan produknya di sana. Dengan begitu, produknya akan semakin dikenal,” kata Hary.
Dikatakan Hary, dengan cara tersebut ternyata berhasil mendongkrak jumlah industri kreatif Banyuwangi.Ini menunjukkan, perekonomian masyarakat Banyuwangi juga semakin baik. “Sekarang jumlah pengusaha kaos khas Banyuwangi semakin banyak. Pembuat souvenir, handycraft, dan pengrajin batik pun semakin bertambah,” pungkas Hary. (Humas & Protokol)
Gandrung Sewu Akan Ditanggap Presiden Jokowi
Gandrung Sewu Banyuwangi
mendapatkan kesempatan yang sangat istimewa. Sebanyak 800 penari
Gandrung mendapat kehormatan akan tampil di hadapan Presiden RI Joko
Widodo, pada Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke 44 KORPRI di Lapangan
Kodam V Brawijaya Surabaya, 30 November 2015 besok.
“Ini adalah sebuah kehormatan dan kebanggaan bagi daerah sebab dipilih langsung oleh Presiden. Secara tak langsung, ini menunjukkan eksistensi kebudayaan kita telah go national,” kata Bramuda.
Tarian kolosal Gandrung Sewu ini akan melibatkan tak kurang 800 orang, yang terdiri dari pelajar SD hingga SMA di Banyuwangi serta para penari profesional dari sejumlah sanggar tari. Tari Gandrung yang dibawakan memiliki tema Kemandirian Pangan dengan koreografer Sumitro Hadi.
“Seperti pada pagelaran Gandrung Sewu yang biasa digelar di Banyuwangi, tarian ini akan dibawakan dengan megah dan dihiasi fragmen drama. Dalam tari ini akan diceritakan singkat bagaimana menjaga tradisi agraris di Indonesia, agar bangsa ini bisa mandiri dalam hal pangan” terang Bramuda.
Seluruh pelaku kolosal Gandrung yang terlibat dalam pertunjukan ini akan diberangkatkan ke Surabaya pada 26 November mendatang. Sedikitnya 15 armada bus yang akan mengangkut para penari ini.
Peringatan HUT Korpri ke 44 tersebut akan diikuti oleh 10.000 orang, yakni anggota KORPRI se provinsi Jawa Timur serta perwakilan dari berbagai Dewan Pengurus KORPRI Provinsi se Indonesia. Presiden Jokowi diagendakan menjadi Inspektur Upacara HUT KORPRI dengan Komandan Upacara Menteri PANRB.
Selain Tari Gandrung HUT Korpri juga akan dimeriahkan drum band dari Institut Ilmu Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) serta drum band dari Akademi Teknik Keselamatan Penerbangan (ATKP) Surabaya. (Humas & Protokol)
VIDEO = https://www.youtube.com/watch?v=ydY4Fm_ZfSY
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Yanuarto Bramuda mengatakan, penampilan Gandrung Sewu pada HUT Korpri ini merupakan pilihan langsung Presiden Jokowi. Sebelumnya Pemprov Jawa Timur mengajukan beberapa pilihan kesenian tradisional unggulan dari berbagai daerah, namun yang disetujui Presiden adalah Gandrung Sewu.“Ini adalah sebuah kehormatan dan kebanggaan bagi daerah sebab dipilih langsung oleh Presiden. Secara tak langsung, ini menunjukkan eksistensi kebudayaan kita telah go national,” kata Bramuda.
Tarian kolosal Gandrung Sewu ini akan melibatkan tak kurang 800 orang, yang terdiri dari pelajar SD hingga SMA di Banyuwangi serta para penari profesional dari sejumlah sanggar tari. Tari Gandrung yang dibawakan memiliki tema Kemandirian Pangan dengan koreografer Sumitro Hadi.
“Seperti pada pagelaran Gandrung Sewu yang biasa digelar di Banyuwangi, tarian ini akan dibawakan dengan megah dan dihiasi fragmen drama. Dalam tari ini akan diceritakan singkat bagaimana menjaga tradisi agraris di Indonesia, agar bangsa ini bisa mandiri dalam hal pangan” terang Bramuda.
Seluruh pelaku kolosal Gandrung yang terlibat dalam pertunjukan ini akan diberangkatkan ke Surabaya pada 26 November mendatang. Sedikitnya 15 armada bus yang akan mengangkut para penari ini.
Peringatan HUT Korpri ke 44 tersebut akan diikuti oleh 10.000 orang, yakni anggota KORPRI se provinsi Jawa Timur serta perwakilan dari berbagai Dewan Pengurus KORPRI Provinsi se Indonesia. Presiden Jokowi diagendakan menjadi Inspektur Upacara HUT KORPRI dengan Komandan Upacara Menteri PANRB.
Selain Tari Gandrung HUT Korpri juga akan dimeriahkan drum band dari Institut Ilmu Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) serta drum band dari Akademi Teknik Keselamatan Penerbangan (ATKP) Surabaya. (Humas & Protokol)
Harapan para Tukang Sapu dan Kader Lingkungan Setelah Peroleh Adipura
Keberhasilan Banyuwangi mempertahankan piala Adipura 2015, disambut
suka cita masyarakat Banyuwangi, terlebih para pelaku kebersihan yang
peduli lingkungan. Mulai dari petugas pengangkut sampah, pesapon,
kelompok dasa wisma (dawis) dan sejumlah tokoh lingkungan, mereka semua
berharap Adipura ini bisa membuat masyarakat Banyuwangi lebih sadar akan
kebersihan dan lingkungan.
Mereka ini mengaku sangat senang dan lega, karena kerja kerasnya dalam mempertahankan piala bidang kebersihan ini kembali diraih. “Senang sekali, Banyuwangi bisa dapat adipura kembali,” ujar Galuh Ariska, petugas pengangkut sampah.
Bagi kami, kata Galuh, adipura ini sebuah prestasi namun juga menjadi tantangan yang berat. Karena mempertahankan piala adipura lebih sulit dari pada usaha mendapatkannya. “Untuk tetap bisa mempertahankan Adipura ini, kerja kami memang lebih. Meski begitu kami senang melakukannya. Hanya saja kerja keras kami harusnya diimbangi kesadaran masyarakat untuk ikut menjaga kebersihan lingkungan,” katanya.
Menurut Galuh, kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan ini masih belum diikuti semua warga. Seperti, saat even masih ditemui sampah berserakan. Sebagian masih berfikir yang bertugas menjaga kebersihan hanya para petugas kebersihan. “Kebersihan adalah tanggung jawab semua. Mereka yang belum sadar, kalau lingkungan kotor, mengkritik. Tapi kalau diminta ikut menjaga, sulit,” keluh Galuh.
Senada dengan Galuh, pesapon Taman Blambangan Suprapto juga meluapkan rasa gembiranya atas raihan Piala Adipura kali ini. “Ini menunjukkan peran dan tugas kita kita diakui serta berhasil. Tidak rugilah kami siang malam bergiliran membersihkan setiap sudut kota Banyuwangi,” kata Suprapto. Jumlah tenaga kebersihan yang berada di bawah Dinas Kebersihan dan Pertamanan Banyuwangi sebanyak 620 orang, separuhnya yang 327 orang merupakan tukang sapu.
Sementara kader lingkungan Heni Sarawati (43), berharap bahwa dengan Adipura ini masyarakat lebih bisa kreatif menciptakan karya berbahan dasar barang bekas. Pemkab pun diminta lebih banyak memberi ruang bagi para ibu-ibu dawis memamerkan hasil karya daur ulangnya.
“Kami sudah biasa berkreasi membuat kerajinan dengan teknik 3R ( Reuse, Reduce, Recycle) dari barang-barang bekas. Seperti kalung dari kalender bekas, tas dari gelas air mineral dan topi dari kresek plastik bekas seperti yang saya pakai sekarang ini,” ujar Heni yang merupakan anggota Dawis Anggur Kelurahan Kalirejo, Banyuwangi ini.
Dawis Anggur ini merupakan salah satu kelompok masyarakat yang menjadi obyek penilaian dari tim penilai Adipura. Di sini, kata dia, tim menilai dawisnya telah menciptakan sejumlah hasil karya dari sampah.
“Ini benar-benar sesuai harapan kami yang telah berusaha keras membina kader lingkungan. Mudah-mudahan ini bisa ditiru masyarakat luas untuk menjaga lingkungan dan memanfaatkan sampah untuk didaur ulang sehingga menjadi barang yang bernilai jual,” kata Heni.
Selain mengungkapkan kepuasan hatinya, Heni juga sempat mengucapkan terima kasih kepada pemerintah yang sangat peduli lingkungan dan sampah. “Selama menjadi kader lingkungan sejak tahun 2008, kerja keras kami bisa dirasakan tiga tahun terakhir ini. Alhamdulilah, kami akan terus berkarya agar Banyuwangi bisa terus raih adipura,” pungkas Heni. (Humas Protokol)
Mereka ini mengaku sangat senang dan lega, karena kerja kerasnya dalam mempertahankan piala bidang kebersihan ini kembali diraih. “Senang sekali, Banyuwangi bisa dapat adipura kembali,” ujar Galuh Ariska, petugas pengangkut sampah.
Bagi kami, kata Galuh, adipura ini sebuah prestasi namun juga menjadi tantangan yang berat. Karena mempertahankan piala adipura lebih sulit dari pada usaha mendapatkannya. “Untuk tetap bisa mempertahankan Adipura ini, kerja kami memang lebih. Meski begitu kami senang melakukannya. Hanya saja kerja keras kami harusnya diimbangi kesadaran masyarakat untuk ikut menjaga kebersihan lingkungan,” katanya.
Menurut Galuh, kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan ini masih belum diikuti semua warga. Seperti, saat even masih ditemui sampah berserakan. Sebagian masih berfikir yang bertugas menjaga kebersihan hanya para petugas kebersihan. “Kebersihan adalah tanggung jawab semua. Mereka yang belum sadar, kalau lingkungan kotor, mengkritik. Tapi kalau diminta ikut menjaga, sulit,” keluh Galuh.
Senada dengan Galuh, pesapon Taman Blambangan Suprapto juga meluapkan rasa gembiranya atas raihan Piala Adipura kali ini. “Ini menunjukkan peran dan tugas kita kita diakui serta berhasil. Tidak rugilah kami siang malam bergiliran membersihkan setiap sudut kota Banyuwangi,” kata Suprapto. Jumlah tenaga kebersihan yang berada di bawah Dinas Kebersihan dan Pertamanan Banyuwangi sebanyak 620 orang, separuhnya yang 327 orang merupakan tukang sapu.
Sementara kader lingkungan Heni Sarawati (43), berharap bahwa dengan Adipura ini masyarakat lebih bisa kreatif menciptakan karya berbahan dasar barang bekas. Pemkab pun diminta lebih banyak memberi ruang bagi para ibu-ibu dawis memamerkan hasil karya daur ulangnya.
“Kami sudah biasa berkreasi membuat kerajinan dengan teknik 3R ( Reuse, Reduce, Recycle) dari barang-barang bekas. Seperti kalung dari kalender bekas, tas dari gelas air mineral dan topi dari kresek plastik bekas seperti yang saya pakai sekarang ini,” ujar Heni yang merupakan anggota Dawis Anggur Kelurahan Kalirejo, Banyuwangi ini.
Dawis Anggur ini merupakan salah satu kelompok masyarakat yang menjadi obyek penilaian dari tim penilai Adipura. Di sini, kata dia, tim menilai dawisnya telah menciptakan sejumlah hasil karya dari sampah.
“Ini benar-benar sesuai harapan kami yang telah berusaha keras membina kader lingkungan. Mudah-mudahan ini bisa ditiru masyarakat luas untuk menjaga lingkungan dan memanfaatkan sampah untuk didaur ulang sehingga menjadi barang yang bernilai jual,” kata Heni.
Selain mengungkapkan kepuasan hatinya, Heni juga sempat mengucapkan terima kasih kepada pemerintah yang sangat peduli lingkungan dan sampah. “Selama menjadi kader lingkungan sejak tahun 2008, kerja keras kami bisa dirasakan tiga tahun terakhir ini. Alhamdulilah, kami akan terus berkarya agar Banyuwangi bisa terus raih adipura,” pungkas Heni. (Humas Protokol)
Parade Pakaian Recycle Iringi Kirab Adipura Banyuwangi
Masyarakat Banyuwangi menyambut
sukacita piala Adipura yang diraih untuk ketiga kalinya berturut-turut.
Selebrasi pun dilakukan dengan mengarak piala supremasi bidang
kebersihan lingkungan ini konvoi keliling Kota Banyuwangi. Uniknya,
Piala Adipura diarak oleh puluhan gadis muda berbusana bahan daur ulang
sampah.
Konvoi Piala Adipura dimulai dari Taman Patung Kuda Sobo hingga finish di Taman Blambangan dengan menggunakan kendaraan bak terbuka. Para model yang merupakan pemenang Green and Recycle Fashion Week 2015 ini turut mengiringi di sepanjang perjalanan. Tidak ketinggalan para pesapon (tukang sapu jalan) juga ikut mengawal konvoi ini.
Masyarakat pun menyambut gembira piala yang menasbihkan Banyuwangi sebagai Kota terbersih ini. Bahkan para pelajar turut menyambut kehadiran Piala Adipura dengan aneka atraksi seni dan budaya di tepi jalan yang dilalui. Para ibu penggiat kebersihan dari Kelompok Dasa Wisma pun antusias menyambut Piala Adipura setibanya di Taman Blambangan.
“Kami bersyukur Banyuwangi bisa meraih dan mempertahankan Piala Adipura untuk ketiga kalinya. Ini menjadi prestasi seluruh masyarakat Banyuwangi yang telah bersama-sama mendukung dan ikut menjaga kebersihan lingkungan,” kata Penjabat Bupati Banyuwangi Zarkasi.
Zarkasi berharap diperolehnya piala Adipura bisa memotivasi masyarakat Banyuwangi untuk memiliki pola hidup bersih. Karena dengan hidup bersih membuktikan jika masyarakat Banyuwangi peduli dengan kesehatan.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Arief Setiawan menambahkan dengan hasil ini, Banyuwangi akan bersiap meraih Adipura Kencana. Sesuai Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 192 Tahun 2013 tentang Penghargaan Adipura 2013, syarat bagi daerah untuk bisa meraih Adipura Kencana di antaranya harus memiliki nilai dan inovasi dalam soal penataan dan pengelolaan lingkungan hidup.
“Banyuwangi sesungguhnya telah memiliki program inovasi dalam pengelolaan lingkungan mulai dari bank sampah, pengolahan sampah, pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan asuransi bagi pesapon dan petugas kebersihan. Kekurangan kita adalah infrastruktur Tempat Pembuangan Sampah Akhir,” kata Arief.
Saat ini luasan lahan TPSA Bulusan Banyuwangi hanya 1,5 hektar. Sesuai peraturan perundang-undangan, TPA yang representatif minimal memiliki luas 8 hektar dengan sistem sanitary landfill, dimana sampah tidak langsung dibuang ke TPA tapi diolah terlebih dahulu.
“Meski TPA kita luasannya kecil, tapi sudah melakukan pengolahan sampah mulai dari tingkat rumah tangga, TPA sementara, Depo, transfer depo sampai TPA. Pengolahan sampah pun sudah dilakukan dari memilah sampah organik dan anorganik, mengolah sampah menjadi bahan daur ulang atau kompos sampai memanfaatkan gas metan dari sampah untuk biogas,” terang Arief. Dengan cara tersebut, TPA Bulusan mampu mengurangi volume sampah hingga 20 persen dari rata-rata sampah yang dihasilkan warga sebanyak 600 ton perhari.
Untuk meningkatkan kapasitas TPA, lanjut Arief, pada tahun 2016 telah dianggarkan penambahan lahan seluas 2 hektar hingga nantinya luas TPA Bulusan menjadi 3,5 hektar. “Dengan penambahan area TPA ini yang menerapkan sistem sanitary landfill yang berkesinambungan, kita optimis Adipura Kencana bisa kita raih,” pungkas Arief. (Humas Protokol)
Konvoi Piala Adipura dimulai dari Taman Patung Kuda Sobo hingga finish di Taman Blambangan dengan menggunakan kendaraan bak terbuka. Para model yang merupakan pemenang Green and Recycle Fashion Week 2015 ini turut mengiringi di sepanjang perjalanan. Tidak ketinggalan para pesapon (tukang sapu jalan) juga ikut mengawal konvoi ini.
Masyarakat pun menyambut gembira piala yang menasbihkan Banyuwangi sebagai Kota terbersih ini. Bahkan para pelajar turut menyambut kehadiran Piala Adipura dengan aneka atraksi seni dan budaya di tepi jalan yang dilalui. Para ibu penggiat kebersihan dari Kelompok Dasa Wisma pun antusias menyambut Piala Adipura setibanya di Taman Blambangan.
“Kami bersyukur Banyuwangi bisa meraih dan mempertahankan Piala Adipura untuk ketiga kalinya. Ini menjadi prestasi seluruh masyarakat Banyuwangi yang telah bersama-sama mendukung dan ikut menjaga kebersihan lingkungan,” kata Penjabat Bupati Banyuwangi Zarkasi.
Zarkasi berharap diperolehnya piala Adipura bisa memotivasi masyarakat Banyuwangi untuk memiliki pola hidup bersih. Karena dengan hidup bersih membuktikan jika masyarakat Banyuwangi peduli dengan kesehatan.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Arief Setiawan menambahkan dengan hasil ini, Banyuwangi akan bersiap meraih Adipura Kencana. Sesuai Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 192 Tahun 2013 tentang Penghargaan Adipura 2013, syarat bagi daerah untuk bisa meraih Adipura Kencana di antaranya harus memiliki nilai dan inovasi dalam soal penataan dan pengelolaan lingkungan hidup.
“Banyuwangi sesungguhnya telah memiliki program inovasi dalam pengelolaan lingkungan mulai dari bank sampah, pengolahan sampah, pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan asuransi bagi pesapon dan petugas kebersihan. Kekurangan kita adalah infrastruktur Tempat Pembuangan Sampah Akhir,” kata Arief.
Saat ini luasan lahan TPSA Bulusan Banyuwangi hanya 1,5 hektar. Sesuai peraturan perundang-undangan, TPA yang representatif minimal memiliki luas 8 hektar dengan sistem sanitary landfill, dimana sampah tidak langsung dibuang ke TPA tapi diolah terlebih dahulu.
“Meski TPA kita luasannya kecil, tapi sudah melakukan pengolahan sampah mulai dari tingkat rumah tangga, TPA sementara, Depo, transfer depo sampai TPA. Pengolahan sampah pun sudah dilakukan dari memilah sampah organik dan anorganik, mengolah sampah menjadi bahan daur ulang atau kompos sampai memanfaatkan gas metan dari sampah untuk biogas,” terang Arief. Dengan cara tersebut, TPA Bulusan mampu mengurangi volume sampah hingga 20 persen dari rata-rata sampah yang dihasilkan warga sebanyak 600 ton perhari.
Untuk meningkatkan kapasitas TPA, lanjut Arief, pada tahun 2016 telah dianggarkan penambahan lahan seluas 2 hektar hingga nantinya luas TPA Bulusan menjadi 3,5 hektar. “Dengan penambahan area TPA ini yang menerapkan sistem sanitary landfill yang berkesinambungan, kita optimis Adipura Kencana bisa kita raih,” pungkas Arief. (Humas Protokol)
Lomba Pidato Bahasa Using Pancing Gelak Tawa Penonton
Ada lomba yang tak biasa yang
digelar Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kabupaten Bnayuwangi di Pendopo
Sabha Swagata Blambangan, Selasa pagi (24/11). Lomba yang memancing
gelak tawa dan senyuman penontonnya tersebut adalah lomba pidato bahasa
Using. Bagaimana tidak, para peserta yang terdiri dari berbagai instansi
tersebut berusaha tampil maksimal dengan logat khas Usingnya yang
kental. Tak jarang yang meleset dalam melafalkan kata-katanya, lantaran
tak semuanya benar-benar asli suku Using.
Salah satunya Sri Winarni yang tampil dengan persiapan penuh dan tanpa membawa naskah pidato. Wiwin, sapaan akrabnya, dalam pidatonya menceritakan bagaimana Banyuwangi mempromosikan pariwisatanya, salah satunya lewat digelarnya Banyuwangi Festival (B-Fest) sejak 2012. Berbagai event yang digelar di beberapa lokasi wisata seperti International Surfing Competition di Pulau Merah, International Tour de Banyuwangi Ijen (ITdBI) dan Kite and Wind Surfing di Pulau Tabuhan, praktis membuat destinasi wisata tersebut dikenal oleh wisatawan baik domestik maupun mancanegara.
“Akeh wong moro nang Kabupaten Banyuwangi heng cuma nonton Banyuwangi Festival, tapi uga ngelencer. Nang Pulau Merah, Kawah Ijen, Pulau Tabuhan. Iku sebab-e penambang belerang lan tukang becak nang Banyuwangi kudu mulai biso komunikasi nganggo bahasa Inggris (Banyak orang datang ke Banyuwangi tidak hanya untuk menonton Banyuwangi Festival, tapi juga berwisata. Ke Pulau Merah, Kawah Ijen, Pulau Tabuhan. Itu sebabnya penambang belerang dan tukang becak di Banyuwangi harus mulai bisa berkomunikasi dengan Bahasa Inggris),” urai perwakilan DWP Perhutani Banyuwangi Utara itu dengan aksen Using yang medhok. Gaya berpidato Wiwin ini cukup menarik perhatian peserta lain, sebab dia mampu tampil percaya diri dengan materi yang telah dihafalnya di luar kepala.
Lomba pidato bahasa Using ini digelar untuk memperingati HUT ke-16 DWP. Sekretaris Daerah Kabupaten Banyuwangi, Slamet Kariyono menyatakan apresiasinya atas kegiatan ini. “Bahasa Using merupakan identitas masyarakat Banyuwangi yang harus terus dilestarikan. Lomba pidato bahasa Using ini juga sebagai bentuk pelestarian terhadap bahasa asli suku Using,” ujar Slamet.
Lomba pidato bahasa Using ini diikuti 65 instansi. Peserta bebas memilih satu tema pidato dari 5 tema yang sudah ditentukan. Yakni Kuliner Banyuwangi, Wisata Banyuwangi, Batik Banyuwangi, Kesenian Banyuwangi (lagu, tarian, puisi), dan Banyuwangi Festival. Peserta diberi kesempatan berpidato selama 5 menit, dengan aspek penilaian meliputi penggunaan bahasa (struktur kalimat, ketepatan lafal, tekanan kata, intonasi kalimat, dan pilihan kata), penampilan (gaya, ekspresi, dan mimik), materi (kesesuaian dan pemahaman terhadap tema yang dipilih) serta sistematika (pembukaan, isi, penutup). Pemenang terdiri atas Juara I, II, III dan Harapan I, II dan III.
Selain lomba pidato bahasa Using, DWP juga mengadakan lomba penulisan artikel dengan tema ‘Peran Dharma Wanita Persatuan dalam Memajukan Pariwisata di Banyuwangi’. Lomba ini juga diikuti 65 instansi. Total peserta yang mengikuti kedua lomba tersebut 165 orang.
Usai lomba, nama-nama pemenang langsung diumumkan. Untuk lomba pidato bahasa Using, Juara I diraih DWP Kecamatan Rogojampi, Juara II DWP Kecamatan Banyuwangi, dan Juara III DWP Dinas PU Bina Marga, Cipta Karya dan Tata Ruang. Peraih Juara harapan I, II dan III secara berturut-turut DWP Kecamatan Srono, DWP PU Pengairan, dan DWP Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT). Sedangkan untuk lomba menulis artikel, Juara I diraih oleh DWP Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Juara II DWP Kecamatan Bangorejo, Juara III DWP Balai Pendidikan dan Pelatihan Perikanan (BPPP) Bangsring. Juara harapan I, II dan III antara lain DWP Badan Kepegawaian dan Diklat (BKD), DWP Kecamatan Singojuruh dan DWP Kecamatan Sempu. (Humas & Protokol)
Salah satunya Sri Winarni yang tampil dengan persiapan penuh dan tanpa membawa naskah pidato. Wiwin, sapaan akrabnya, dalam pidatonya menceritakan bagaimana Banyuwangi mempromosikan pariwisatanya, salah satunya lewat digelarnya Banyuwangi Festival (B-Fest) sejak 2012. Berbagai event yang digelar di beberapa lokasi wisata seperti International Surfing Competition di Pulau Merah, International Tour de Banyuwangi Ijen (ITdBI) dan Kite and Wind Surfing di Pulau Tabuhan, praktis membuat destinasi wisata tersebut dikenal oleh wisatawan baik domestik maupun mancanegara.
“Akeh wong moro nang Kabupaten Banyuwangi heng cuma nonton Banyuwangi Festival, tapi uga ngelencer. Nang Pulau Merah, Kawah Ijen, Pulau Tabuhan. Iku sebab-e penambang belerang lan tukang becak nang Banyuwangi kudu mulai biso komunikasi nganggo bahasa Inggris (Banyak orang datang ke Banyuwangi tidak hanya untuk menonton Banyuwangi Festival, tapi juga berwisata. Ke Pulau Merah, Kawah Ijen, Pulau Tabuhan. Itu sebabnya penambang belerang dan tukang becak di Banyuwangi harus mulai bisa berkomunikasi dengan Bahasa Inggris),” urai perwakilan DWP Perhutani Banyuwangi Utara itu dengan aksen Using yang medhok. Gaya berpidato Wiwin ini cukup menarik perhatian peserta lain, sebab dia mampu tampil percaya diri dengan materi yang telah dihafalnya di luar kepala.
Lomba pidato bahasa Using ini digelar untuk memperingati HUT ke-16 DWP. Sekretaris Daerah Kabupaten Banyuwangi, Slamet Kariyono menyatakan apresiasinya atas kegiatan ini. “Bahasa Using merupakan identitas masyarakat Banyuwangi yang harus terus dilestarikan. Lomba pidato bahasa Using ini juga sebagai bentuk pelestarian terhadap bahasa asli suku Using,” ujar Slamet.
Lomba pidato bahasa Using ini diikuti 65 instansi. Peserta bebas memilih satu tema pidato dari 5 tema yang sudah ditentukan. Yakni Kuliner Banyuwangi, Wisata Banyuwangi, Batik Banyuwangi, Kesenian Banyuwangi (lagu, tarian, puisi), dan Banyuwangi Festival. Peserta diberi kesempatan berpidato selama 5 menit, dengan aspek penilaian meliputi penggunaan bahasa (struktur kalimat, ketepatan lafal, tekanan kata, intonasi kalimat, dan pilihan kata), penampilan (gaya, ekspresi, dan mimik), materi (kesesuaian dan pemahaman terhadap tema yang dipilih) serta sistematika (pembukaan, isi, penutup). Pemenang terdiri atas Juara I, II, III dan Harapan I, II dan III.
Selain lomba pidato bahasa Using, DWP juga mengadakan lomba penulisan artikel dengan tema ‘Peran Dharma Wanita Persatuan dalam Memajukan Pariwisata di Banyuwangi’. Lomba ini juga diikuti 65 instansi. Total peserta yang mengikuti kedua lomba tersebut 165 orang.
Usai lomba, nama-nama pemenang langsung diumumkan. Untuk lomba pidato bahasa Using, Juara I diraih DWP Kecamatan Rogojampi, Juara II DWP Kecamatan Banyuwangi, dan Juara III DWP Dinas PU Bina Marga, Cipta Karya dan Tata Ruang. Peraih Juara harapan I, II dan III secara berturut-turut DWP Kecamatan Srono, DWP PU Pengairan, dan DWP Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT). Sedangkan untuk lomba menulis artikel, Juara I diraih oleh DWP Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Juara II DWP Kecamatan Bangorejo, Juara III DWP Balai Pendidikan dan Pelatihan Perikanan (BPPP) Bangsring. Juara harapan I, II dan III antara lain DWP Badan Kepegawaian dan Diklat (BKD), DWP Kecamatan Singojuruh dan DWP Kecamatan Sempu. (Humas & Protokol)
Banyuwangi Kembali Peroleh Piala Adipura
Kabupaten Banyuwangi berhasil mempertahankan prestasinya di bidang
kebersihan. Untuk ketiga kalinya, Kabupaten The Sunrise of Java ini
kembali mendapatkan Piala Adipura secara berturut-turut . Piala ini
diserahkan oleh Menteri Lingkungan Hidup, Siti Nurbaya Bakar kepada
Penjabat Bupati Banyuwangi, Zarkasi, Senin malam (23/11) di Gedung
Bidakara, Jakarta.
Diraihnya piala Adipura 2015 ini menjadi prestasi yang membanggakan bagi kabupaten ujung timur pulau jawa ini. Karena sebelumnya pada 2011, Banyuwangi pernah dinobatkan sebagai kota terkotor kedua se Jatim. “Penghargaan ini merupakan hasil kerja keras seluruh masyarakat Banyuwangi yang ikut mendukung pemerintah daerah dalam menjaga lingkungan yang bersih dan nyaman. Semua berperan nyata, mulai dari pesapon, tukang sampah, dan yang paling nyata adalah kerja keras semua rakyat dalam mewujudkan budaya bersih di Banyuwangi” kata Zarkasi.
Piala Adipura adalah sebuah penghargaan bagi kota/kabupaten di Indonesia yang berhasil dalam bidang kebersihan serta pengelolaan lingkungan perkotaan. Tahun ini penyerahan piala berdasarkan pada empat kategori wilayah penilaian, yaitu Kota Metropolitan, Kota Besar, Kota Sedang, dan Kota Kecil. Banyuwangi sendiri menjadi penerima penghargaan kategori kota sedang.
“Penghargaan ini kami harapkan bisa menjadi motivasi bagi segenap masyarakat untuk senantiasa menjaga kebersihan lingkungan. Jika lingkungan bersih maka Banyuwangi akan semakin nyaman untuk ditinggali. Ini juga akan menjadi salah satu pengungkit daya tarik bagi wisatawan,” kata Zarkasi.
Ditambahkan Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Arief Setyawan, tahun ini penilaian untuk memperoleh penghargaan Adipura jauh lebih ketat dari tahun-tahun sebelumnya. Ini mengakibatkan jumlah penerima piala Adipura 2015 jauh berkurang dibandingkan tahun 2014 lalu.
“Kami bersyukur Banyuwangi bisa memperahankan Piala Adipura. Sebab di Jawa Timur saja biasanya hampir semua kabupaten/kota mendapatkan penghargaan ini namun tahun ini hanya 14 daerah saja untuk seluruh kategori,” kata Arief.
Untuk memperoleh piala Adipura 2015, kata Arief di antaranya harus memenuhi beberapa kriteria penilaian. Mulai dari partisipasi masyarakat dalam menjaga kebersihan dan pengelolaan sampah, tersedianya ruang terbuka hijau yang berfungsi bagi masyarakat, dan ketersediaan TPA. Penilaian juga melihat pada kebersihan di sejumlah ruang publik, seperti pasar, jalan, perkantoran, sekolah, sungai serta ketersediaan fasilitas penunjang kebersihan yang disiapkan oleh pemerintah daerah.
“Penilaian tersebut dilakukan sampai beberapa kali, bahkan tahun ini tim dari kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mengevaluasi langsung dan memverifikasi ke Banyuwangi sampai 3 kali. Bahkan, Sekkab Slamet Kariyono wajib memaparkan langsung tentang pengelolaan kebersihan beberapa waktu lalu di Jakarta,” ujar Arief.
Selain kebersihan di Banyuwangi, tim kementrian juga menilai sejumlah inovasi di Banyuwangi dalam pengelolaan lingkungan. Di antaranya adalah program bank sampah, pengolahan sampah, pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Para tim penilai, lanjut Arief, juga menilai positif program pemda yang mengapreasiasi kinerja petugas kebersihan dengan memberikan insentif dan asuransi.
"Para THL tersebut secara rutin membersihkan seluruh ruas jalan, sungai dan fasilitas publik 3 kali sehari. Wajar jika kita memberikan perlindungan kepada mereka lewat mengcover mereka dengan asuransi,” cetus Arief.
Saat ini jumlah petugas yang rutin memelihara kebersihan kota Banyuwangi sebanyak 620 orang tenaga harian lepas (THL). Pemkab Banyuwangi sendiri juga telah membangun sebanyak 23 taman yang tersebar di seluruh wilayah. Selain menciptakan ruang terbuka hijau tersebut, taman-taman yang dibangun ini dimaksudkan menjadi ruang-ruang publik untuk berkumpul, berekreasi, dan berkreasi bagi warganya.
Untuk merayakan keberhasilan meraih piala supremasi di bidang lingkungan ini, Pemkab Banyuwangi berencana akan mengarak keliling kota piala ini. Konvoi akan digelar Selasa (24/11) siang hari, langsung setelah mendarat dari Bandara Blimbingsari. Konvoi akan diawali dari Patung Kuda Sobo hingga finish di Taman Blambangan. "Di Taman Blambangan akan digelar perayaan keberhasilan semua rakyat dalam mempertahankan Piala Adipura kali ketiga ini. Para tokoh bidang kebersihan dan lingkungan hidup akan kami hadirkan pula," pungkas Arief. (Humas Protokol)
Diraihnya piala Adipura 2015 ini menjadi prestasi yang membanggakan bagi kabupaten ujung timur pulau jawa ini. Karena sebelumnya pada 2011, Banyuwangi pernah dinobatkan sebagai kota terkotor kedua se Jatim. “Penghargaan ini merupakan hasil kerja keras seluruh masyarakat Banyuwangi yang ikut mendukung pemerintah daerah dalam menjaga lingkungan yang bersih dan nyaman. Semua berperan nyata, mulai dari pesapon, tukang sampah, dan yang paling nyata adalah kerja keras semua rakyat dalam mewujudkan budaya bersih di Banyuwangi” kata Zarkasi.
Piala Adipura adalah sebuah penghargaan bagi kota/kabupaten di Indonesia yang berhasil dalam bidang kebersihan serta pengelolaan lingkungan perkotaan. Tahun ini penyerahan piala berdasarkan pada empat kategori wilayah penilaian, yaitu Kota Metropolitan, Kota Besar, Kota Sedang, dan Kota Kecil. Banyuwangi sendiri menjadi penerima penghargaan kategori kota sedang.
“Penghargaan ini kami harapkan bisa menjadi motivasi bagi segenap masyarakat untuk senantiasa menjaga kebersihan lingkungan. Jika lingkungan bersih maka Banyuwangi akan semakin nyaman untuk ditinggali. Ini juga akan menjadi salah satu pengungkit daya tarik bagi wisatawan,” kata Zarkasi.
Ditambahkan Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Arief Setyawan, tahun ini penilaian untuk memperoleh penghargaan Adipura jauh lebih ketat dari tahun-tahun sebelumnya. Ini mengakibatkan jumlah penerima piala Adipura 2015 jauh berkurang dibandingkan tahun 2014 lalu.
“Kami bersyukur Banyuwangi bisa memperahankan Piala Adipura. Sebab di Jawa Timur saja biasanya hampir semua kabupaten/kota mendapatkan penghargaan ini namun tahun ini hanya 14 daerah saja untuk seluruh kategori,” kata Arief.
Untuk memperoleh piala Adipura 2015, kata Arief di antaranya harus memenuhi beberapa kriteria penilaian. Mulai dari partisipasi masyarakat dalam menjaga kebersihan dan pengelolaan sampah, tersedianya ruang terbuka hijau yang berfungsi bagi masyarakat, dan ketersediaan TPA. Penilaian juga melihat pada kebersihan di sejumlah ruang publik, seperti pasar, jalan, perkantoran, sekolah, sungai serta ketersediaan fasilitas penunjang kebersihan yang disiapkan oleh pemerintah daerah.
“Penilaian tersebut dilakukan sampai beberapa kali, bahkan tahun ini tim dari kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mengevaluasi langsung dan memverifikasi ke Banyuwangi sampai 3 kali. Bahkan, Sekkab Slamet Kariyono wajib memaparkan langsung tentang pengelolaan kebersihan beberapa waktu lalu di Jakarta,” ujar Arief.
Selain kebersihan di Banyuwangi, tim kementrian juga menilai sejumlah inovasi di Banyuwangi dalam pengelolaan lingkungan. Di antaranya adalah program bank sampah, pengolahan sampah, pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Para tim penilai, lanjut Arief, juga menilai positif program pemda yang mengapreasiasi kinerja petugas kebersihan dengan memberikan insentif dan asuransi.
"Para THL tersebut secara rutin membersihkan seluruh ruas jalan, sungai dan fasilitas publik 3 kali sehari. Wajar jika kita memberikan perlindungan kepada mereka lewat mengcover mereka dengan asuransi,” cetus Arief.
Saat ini jumlah petugas yang rutin memelihara kebersihan kota Banyuwangi sebanyak 620 orang tenaga harian lepas (THL). Pemkab Banyuwangi sendiri juga telah membangun sebanyak 23 taman yang tersebar di seluruh wilayah. Selain menciptakan ruang terbuka hijau tersebut, taman-taman yang dibangun ini dimaksudkan menjadi ruang-ruang publik untuk berkumpul, berekreasi, dan berkreasi bagi warganya.
Untuk merayakan keberhasilan meraih piala supremasi di bidang lingkungan ini, Pemkab Banyuwangi berencana akan mengarak keliling kota piala ini. Konvoi akan digelar Selasa (24/11) siang hari, langsung setelah mendarat dari Bandara Blimbingsari. Konvoi akan diawali dari Patung Kuda Sobo hingga finish di Taman Blambangan. "Di Taman Blambangan akan digelar perayaan keberhasilan semua rakyat dalam mempertahankan Piala Adipura kali ketiga ini. Para tokoh bidang kebersihan dan lingkungan hidup akan kami hadirkan pula," pungkas Arief. (Humas Protokol)
15 November 2015
Parade Budaya Specta Night di Banyuwangi, Etalase Seni Budaya Jatim
Bila selama ini seorang Warok tampil bareng Reog, namun di Banyuwangi
ditampilkan berbeda. Kali ini, Warok Ponorogo ini justru menjadi Paju
(pasangan) Gandrung. Atraksi unik ini tersaji dalam acara Jawa Timur
Specta Night Carnival 2015, yang digelar di Banyuwangi, Sabtu (11/10).
VIDEO = https://www.youtube.com/watch?v=UIS-hzmUfmc
Jawa Timur Specta Night Carnival merupakan parade budaya yang menampilkan seni budaya Jatim. Diikuti 24 Kabupaten/Kota di Jatim, even ini menjadi semacam etalase dan panggung eksistensi seni dan budaya asli Jawa Timur yang beragam untuk tetap lestari. Asisten Kemasyarakatan Pemprov Jatim, DR. Shofwan yang membuka acara tersebut mengatakan even tahunan ini digelar sebagai upaya untuk melestarikan seni dan budaya Jatim yang sangat kaya dan beragam. Selain juga menjadi wadah bagi seniman Jatim untuk unjuk kreativitas. “Melalui even ini kami berharap kreativitas seniman dan budayawan lokal di Jatim bisa semakin berkembang. Lewat acara ini juga, kami berharap akan makin mengukuhkan eksistensi seni budaya Jatim sebagai bagian dari budaya nusantara,” kata Shofwan. Malam itu, Banyuwangi mendadak gemerlap. Ratusan peserta dari berbagai daerah ini unjuk potensi seni dan budaya dengan iringan mobil hias bertabur lampu warna warni dan parade barisan kostum yang atraktif. Atraksi seni dan budaya dari berbagai daerah pun saling unjuk kebolehan di hadapan ribuan masyarakat Kota Blambangan. Seperti Kabupaten Malang yang menyuguhkan atraksi seni dengan tema Dewi Sri, Kabupaten Gresik yang mengangkat tema budaya Lir-ilir dengan mengambil inspirasi dari Sunan Giri dengan menyajikan pawai mobil hias. Pacitan dengan lakon Kethek Ogleng yang menceritakan kisah Dewi Sekartaji dan Raden Panji Asmoro Bangun. Sementara Kota Surabaya menyuguhkan tari Oncor Tambayu (Tambak Medokan Ayu). Banyuwangi sendiri sebagai tuan rumah menampilkan legenda yang berjudul Mendung Langit Kedawung. Sebuah fragmen yang melakonkan asal-usul berdirinya kerajaan Tawang Alun. Pj. Bupati Banyuwangi Zarkasi menyatakan sangat senang Banyuwangi bisa kembali dipercaya menjadi tuan rumah even tingkat Jawa Timur. Menurutnya, parade seni budaya ini merupakan even positif yang akan menjadi daya tarik wisatawan untuk datang ke Banyuwangi. Selain akan membawa dampak positif bagi perkembangan pariwisata dan perekonomian daerah. "Ini sebuah kehormatan bagi Banyuwangi menjadi tuan rumah even besar, sekaligus menjadi tantangan bagi kami untuk bisa menampilkan lebih. Semakin banyak even yang kita gelar tentunya akan memiliki multiplier effect pada pelaku usaha di Banyuwangi," ujar Zarkasi. Dalam acara ini, semua lini seni budaya ditampilkan. Bukan hanya sekedar tarian khas daerah, namun musik khas daerah, seni tarik suara, hingga fashion pun ditampilkan. Seperti di awal acara yang dipertontonkan pertunjukkan kolaborasi berbagai kesenian di Jatim. Selain Gandrung dan Warok yang menari bareng, juga ada drumband dari kontingen Tulungagung yang membawakan lagu Umbul-umbul Blambangan sebagai musik pengiring para talent Banyuwangi Ethno Carnival. (Humas Protokol)13 November 2015
Jelang MEA, Masyarakat Banyuwangi Diminta Lakukan Revolusi Mental
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) sudah di depan mata. Saat era pasar
bebas ASEAN ini mulai diberlakukan pada akhir tahun ini, tidak hanya
barang dan jasa dari berbagai negara ASEAN yang masuk ke Banyuwangi,
tapi juga tenaga kerja asing akan mulai berdatangan. Untuk itu, kualitas
masyarakat Banyuwangi harus ditingkatkan dengan melakukan revolusi
mental sehingga terwujud individu yang berdaya saing.
Hal itu diungkapkan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Surya Chandra saat menjadi nara sumber Seminar dan Talkshow Strategi Penguatan Keluarga Excellent dalam Menghadapi MEA di Hotel Ketapang Indah, Jumat (13/11).
Lebih dalam dikatakan Surya, agar masyarakat mampu bersaing dengan tenaga kerja profesional asing, kompetensi dan karakternya harus diperbaiki. Karakter masyarakat yang masih mudah menyerah, tidak mau bekerja keras, kurang jujur, dan tidak disiplin harus segera dirubah. Caranya dengan menggaungkan dan melakukan revolusi mental kepada seluruh masyarakat. Yakni merubah pola pikir, pola sikap, dan pola bertindak.
“Jika ini sukses dilakukan, maka akan tercipta masyarakat yang berkarakter kuat. Yaitu terwujudnya manusia yang berintegritas, memiliki etos kerja yang tinggi dan mau bergotong royong. Masyarakat yang seperti inilah yang siap menghadapi MEA,” kata Surya.
Pengembangan kualitas masyarakat, lanjut Surya, juga berkaitan erat dengan asupan gizi sebelum anak dilahirkan. Kondisi keluarga juga mempengaruhi kualitas stimulasi dalam lingkungan keluarga dan menciptakan rasa aman bagi tumbuh kembang anak. “Untuk itu, kita juga perlu solusi tepat agar anak Banyuwangi dapat tumbuh menjadi individu yang sehat, cerdas, tangguh dan mandiri. Individu yang siap berkarya bagi Indonesia dan dunia,” cetus Surya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pertambangan (Disperindagtam) Kabupaten Banyuwangi, Hary Cahyo Purnomo, menambahkan Pemkab Banyuwangi sudah melakukan sejumlah terobosan untuk mempersiapkan masyarakat menghadapi MEA yang tinggal menghitung hari. Selain melakukan pendampingan kepada para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk peningkatan kualitas produknya. Pemkab melalui diperindagtam juga memiliki sebuah program Pesona Desa. “Ini merupakan program peningkatan SDM yang berfokus kepada tiga pilar yakni pemuda, perempuan dan netizen mengingat tiga pilar ini merupakan ujung tombak kemajuan desa,” ujar Hary. (Humas Protokol)
Hal itu diungkapkan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Surya Chandra saat menjadi nara sumber Seminar dan Talkshow Strategi Penguatan Keluarga Excellent dalam Menghadapi MEA di Hotel Ketapang Indah, Jumat (13/11).
Lebih dalam dikatakan Surya, agar masyarakat mampu bersaing dengan tenaga kerja profesional asing, kompetensi dan karakternya harus diperbaiki. Karakter masyarakat yang masih mudah menyerah, tidak mau bekerja keras, kurang jujur, dan tidak disiplin harus segera dirubah. Caranya dengan menggaungkan dan melakukan revolusi mental kepada seluruh masyarakat. Yakni merubah pola pikir, pola sikap, dan pola bertindak.
“Jika ini sukses dilakukan, maka akan tercipta masyarakat yang berkarakter kuat. Yaitu terwujudnya manusia yang berintegritas, memiliki etos kerja yang tinggi dan mau bergotong royong. Masyarakat yang seperti inilah yang siap menghadapi MEA,” kata Surya.
Pengembangan kualitas masyarakat, lanjut Surya, juga berkaitan erat dengan asupan gizi sebelum anak dilahirkan. Kondisi keluarga juga mempengaruhi kualitas stimulasi dalam lingkungan keluarga dan menciptakan rasa aman bagi tumbuh kembang anak. “Untuk itu, kita juga perlu solusi tepat agar anak Banyuwangi dapat tumbuh menjadi individu yang sehat, cerdas, tangguh dan mandiri. Individu yang siap berkarya bagi Indonesia dan dunia,” cetus Surya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pertambangan (Disperindagtam) Kabupaten Banyuwangi, Hary Cahyo Purnomo, menambahkan Pemkab Banyuwangi sudah melakukan sejumlah terobosan untuk mempersiapkan masyarakat menghadapi MEA yang tinggal menghitung hari. Selain melakukan pendampingan kepada para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk peningkatan kualitas produknya. Pemkab melalui diperindagtam juga memiliki sebuah program Pesona Desa. “Ini merupakan program peningkatan SDM yang berfokus kepada tiga pilar yakni pemuda, perempuan dan netizen mengingat tiga pilar ini merupakan ujung tombak kemajuan desa,” ujar Hary. (Humas Protokol)
Ekspedisi Kapsul Waktu Singgah di Banyuwangi, Kunjungi Sejumlah Tempat Wisata
Setelah menempuh perjalanan sejauh
8000 KM dalam ekspedisinya keliling nusantara, Kapsul Waktu akhirnya
tiba di Banyuwangi, Kamis (12/11). Kapsul yang berisi impian dan harapan
rakyat Indonesia untuk tanah air pada 70 tahun ke depan ini disambut
meriah oleh ratusan pemuda dan pelajar Kota Gandrung saat diterima di
Pendopo Kabupaten.
Kepala rombongan ekspedisi Kapsul Waktu Viddy Supit mengatakan, perjalanan mereka telah menempuh jarak 8000 KM dan melalui 21 Provinsi termasuk Jawa Timur. Kapsul Waktu itu sendiri akan menempuh 30.500 km yang melalui 34 Provinsi dan 43 lebih kota se-Indonesia dan berakhir di Kota Merauke, Papua. Di setiap Provinsi yang dilalui, 7 impian dan harapan dari warga setempat diabadikan dalam secarik kertas yang tahan 100 tahun. Kertas harapan tersebut lalu dimasukkan ke dalam kapsul waktu dan akan diletakkan di Merauke.
“Kertas-kertas impian di dalam Kapsul Waktu ini akan disimpan pada seemacam monumen di Merauke, Papua. Akan dibuka 70 tahun mendatang, tepatnya tahun 2085,” kata Viddy, saat mengawal kedatangan Kapsul Waktu di Banyuwangi.
Saat di Banyuwangi, sejumlah pelajar menyampaikan harapannya tentang Indonesia ke depan. Salah satunya adalah Raina Haziza, Siswi SMAN 1 Banyuwangi. Rina bermimpi dalam 70 kedepan, tidak ada lagi korupsi di Indonesia dan seluruh rakyat bisa hidup sejahtera. “Pendidikan di Indonesia juga lebih mengedepankan pendidikan karakter agar SDM Indonesia memiliki kepribadian yang beretika dan penuh sopan santun,” kata Rina.
Selain Rina, ada pula perwakilan Ikatan Pemuda Nadlatul Ulama yang menginginkan Indonesia ke depan bisa maju, dan menjadi panutan dunia.
Kapsul Waktu ini, tutur Viddy ide awalnya muncul saat peluncuran 70 tahun Indonesia Merdeka oleh Presiden Jokowi di Sabang, Aceh. Saat itu, ada sesi pembacaan mimpi oleh anak-anak muda Sabang untuk Indonesia.
“Dari situ kita dapat inspirasi untuk menjaring jutaan mimpi dari rakyat Indonesia Sabang sampai Merauke tentang negaranya ke depan. Selain itu, ini juga untuk menularkan semangat Ayo Kerja dan semangat gotong royong kepada masyarakat, khususnya kaum muda agar bekerja keras untuk mewujudkan impian dan harapan yang telah tertuliskan di sini,” terang Viddy.
Saat di Banyuwangi, ekspedisi ini juga singgah di sejumlah destinasi wisata unggulan Banyuwangi, di Pantai Boom dan Desa Wisata Kemiren. Di sana, tim ekspedisi berdialog langsung dengan masyarakat dan pemuda setempat tentang keinginan dan harapan masyarakat Banyuwangi. (Humas Protokol)
Kepala rombongan ekspedisi Kapsul Waktu Viddy Supit mengatakan, perjalanan mereka telah menempuh jarak 8000 KM dan melalui 21 Provinsi termasuk Jawa Timur. Kapsul Waktu itu sendiri akan menempuh 30.500 km yang melalui 34 Provinsi dan 43 lebih kota se-Indonesia dan berakhir di Kota Merauke, Papua. Di setiap Provinsi yang dilalui, 7 impian dan harapan dari warga setempat diabadikan dalam secarik kertas yang tahan 100 tahun. Kertas harapan tersebut lalu dimasukkan ke dalam kapsul waktu dan akan diletakkan di Merauke.
“Kertas-kertas impian di dalam Kapsul Waktu ini akan disimpan pada seemacam monumen di Merauke, Papua. Akan dibuka 70 tahun mendatang, tepatnya tahun 2085,” kata Viddy, saat mengawal kedatangan Kapsul Waktu di Banyuwangi.
Saat di Banyuwangi, sejumlah pelajar menyampaikan harapannya tentang Indonesia ke depan. Salah satunya adalah Raina Haziza, Siswi SMAN 1 Banyuwangi. Rina bermimpi dalam 70 kedepan, tidak ada lagi korupsi di Indonesia dan seluruh rakyat bisa hidup sejahtera. “Pendidikan di Indonesia juga lebih mengedepankan pendidikan karakter agar SDM Indonesia memiliki kepribadian yang beretika dan penuh sopan santun,” kata Rina.
Selain Rina, ada pula perwakilan Ikatan Pemuda Nadlatul Ulama yang menginginkan Indonesia ke depan bisa maju, dan menjadi panutan dunia.
Kapsul Waktu ini, tutur Viddy ide awalnya muncul saat peluncuran 70 tahun Indonesia Merdeka oleh Presiden Jokowi di Sabang, Aceh. Saat itu, ada sesi pembacaan mimpi oleh anak-anak muda Sabang untuk Indonesia.
“Dari situ kita dapat inspirasi untuk menjaring jutaan mimpi dari rakyat Indonesia Sabang sampai Merauke tentang negaranya ke depan. Selain itu, ini juga untuk menularkan semangat Ayo Kerja dan semangat gotong royong kepada masyarakat, khususnya kaum muda agar bekerja keras untuk mewujudkan impian dan harapan yang telah tertuliskan di sini,” terang Viddy.
Saat di Banyuwangi, ekspedisi ini juga singgah di sejumlah destinasi wisata unggulan Banyuwangi, di Pantai Boom dan Desa Wisata Kemiren. Di sana, tim ekspedisi berdialog langsung dengan masyarakat dan pemuda setempat tentang keinginan dan harapan masyarakat Banyuwangi. (Humas Protokol)
Pemkab Gunung Kidul Belajar Perencanaan ke Banyuwangi
Kemajuan Banyuwangi yang pesat,
menarik perhatian Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul untuk bertandang ke
Bumi Blambangan. Sedikitnya 46 perencana SKPD dan BAPPEDA Kabupaten
Gunung Kidul ini berkunjung dan belajar langsung tentang perencanaan
jangka panjang dan jangka tahunan dari BAPPEDA Banyuwangi, Kamis
(12/11).
“Tahun depan kami akan menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Tentu saja agar yang kami susun bagus, kami perlu acuan dari daerah lain yang lebih baik,“ beber Staf Ahli Bidang Ekonomi & Keuangan, Dra Siwi Irianti, Msi yang juga didhapuk sebagai ketua rombongan.
Banyuwangi sengaja dipilih, kata Siwi, karena tak lepas dari keberhasilannya berinovasi dan memperoleh berbagai penghargaan. “Kami banyak membaca dari media massa yang gencar memberitakan terobosan-terobosan yang dibuat Banyuwangi hingga beroleh penghargaan. Banyuwangi itu hebat. Perencanaannya dapat penghargaan, laporan keuangannya bagus, begitu juga dengan indikator keuangan mikro dan makronya, penilaian dari pemerintah pusat dan provinsi serta ekspose media yang juga bagus,” tutur Siwi.
Sebelum berkunjung ke BAPPEDA Banyuwangi, rombongan menyempatkan diri untuk berkeliling pendopo Kabupaten Banyuwangi. Kesempatan tersebut tak disia-siakan para tamu untuk sharing ilmu dan mencari tahu berbagai hal menarik tentang Banyuwangi.
Ditemui Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga, Wawan Yadmadi dan Plt Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, M.Y. Bramuda, mereka bertanya salah satunya tentang kiat Banyuwangi sehingga event Banyuwangi Festival sampai memasuki tahun keempat berhasil diselenggarakan dan bahkan mendongkrak perekonomian Banyuwangi. “Kuncinya adalah sinergitas SKPD dan reformasi birokrasi di bidang IT,” kata Bram. (Humas & Protokol)
“Tahun depan kami akan menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Tentu saja agar yang kami susun bagus, kami perlu acuan dari daerah lain yang lebih baik,“ beber Staf Ahli Bidang Ekonomi & Keuangan, Dra Siwi Irianti, Msi yang juga didhapuk sebagai ketua rombongan.
Banyuwangi sengaja dipilih, kata Siwi, karena tak lepas dari keberhasilannya berinovasi dan memperoleh berbagai penghargaan. “Kami banyak membaca dari media massa yang gencar memberitakan terobosan-terobosan yang dibuat Banyuwangi hingga beroleh penghargaan. Banyuwangi itu hebat. Perencanaannya dapat penghargaan, laporan keuangannya bagus, begitu juga dengan indikator keuangan mikro dan makronya, penilaian dari pemerintah pusat dan provinsi serta ekspose media yang juga bagus,” tutur Siwi.
Sebelum berkunjung ke BAPPEDA Banyuwangi, rombongan menyempatkan diri untuk berkeliling pendopo Kabupaten Banyuwangi. Kesempatan tersebut tak disia-siakan para tamu untuk sharing ilmu dan mencari tahu berbagai hal menarik tentang Banyuwangi.
Ditemui Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga, Wawan Yadmadi dan Plt Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, M.Y. Bramuda, mereka bertanya salah satunya tentang kiat Banyuwangi sehingga event Banyuwangi Festival sampai memasuki tahun keempat berhasil diselenggarakan dan bahkan mendongkrak perekonomian Banyuwangi. “Kuncinya adalah sinergitas SKPD dan reformasi birokrasi di bidang IT,” kata Bram. (Humas & Protokol)
Banyuwangi Tuan Rumah Parade Budaya Jatim
Sukses menjadi tuan rumah tunggal
Pekan Olah Raga Provinsi (Porprov) V Jawa Timur dan Pekan Seni Pelajar
(PSP) Jawa Timur, Banyuwangi kembali dipercaya menjadi tuan rumah event
skala provinsi. Jatim Specta Night Carnival 2015 akan digelar di Bumi
Blambangan Sabtu, 14 November mendatang. Kabupaten/Kota se Jatim akan
menampilkan keseniannya dalam sebuah parade budaya.
Jatim Specta Night Carnival merupakan pawai budaya yang menjadi ajang seluruh kabupaten/kota di Jatim untuk menampilkan keunggulan seni budaya daerahnya masing-masing. Even ini akan menyajikan seni dan arak-arakan fashion serta kendaraan hias yang digarap secara spektakuler.
Sambil berjalan, mereka sembari memamerkan keunggulan seni dan budayanya. Yang berbeda, karnaval ini akan digelar malam hari. Karena digelar malam, maka penonton akan menikmati permainan lighting yang megah.
Kepala bidang Budaya, Seni dan Film Dinas Pariwisata Provinsi Jatim, Hartini, mengatakan ajang ini merupakan bentuk apresiasi pemprov terhadap kesenian dan kebudayaan yang ada di daerah-daerah. Sekaligus, menjadi wadah bagi seniman lokal untuk unjuk kreativitas. “Melalui even ini kami berharap kreativitas seniman dan budayawan lokal di Jatim bisa semakin berkembang. Ajang ini juga sebagai gathering bagi pelaku seni Jatim. Mereka bisa saling berbagi ilmu dan pengalaman,” kata Hartini.
Semetara itu, Plt. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi, M.Y. Bramuda, menyatakan pihaknya sangat senang Banyuwangi bisa kembali dipercaya menjadi tuan rumah even tingkat Jawa Timur. Menurutnya, parade seni budaya ini merupakan even positif yang akan menjadi daya tarik wisatawan untuk datang ke Banyuwangi. Selain akan membawa dampak positif bagi perkembangan pariwisata dan perekonomian daerah.
"Ini sebuah kehormatan bagi Banyuwangi menjadi tuan rumah even besar, sekaligus menjadi tantangan bagi kami untuk bisa menampilkan lebih," ujar Bramuda.
Banyuwangi sendiri akan menampilkan legenda yang berjudul Mendung Langit Kedawung. Sebuah fragmen yang melakonkan asal-usul berdirinya kerajaan Tawang Alun.
Jatim Specta Night Carnival 2015 ini akan dimulai pukul 19.00 WIB dengan start dari Taman Blambangan. Peserta parade ini akan berjalan sejauh 2,5 Km dengan finish di depan Pemda. (Humas Protokol).
Jatim Specta Night Carnival merupakan pawai budaya yang menjadi ajang seluruh kabupaten/kota di Jatim untuk menampilkan keunggulan seni budaya daerahnya masing-masing. Even ini akan menyajikan seni dan arak-arakan fashion serta kendaraan hias yang digarap secara spektakuler.
Sambil berjalan, mereka sembari memamerkan keunggulan seni dan budayanya. Yang berbeda, karnaval ini akan digelar malam hari. Karena digelar malam, maka penonton akan menikmati permainan lighting yang megah.
Kepala bidang Budaya, Seni dan Film Dinas Pariwisata Provinsi Jatim, Hartini, mengatakan ajang ini merupakan bentuk apresiasi pemprov terhadap kesenian dan kebudayaan yang ada di daerah-daerah. Sekaligus, menjadi wadah bagi seniman lokal untuk unjuk kreativitas. “Melalui even ini kami berharap kreativitas seniman dan budayawan lokal di Jatim bisa semakin berkembang. Ajang ini juga sebagai gathering bagi pelaku seni Jatim. Mereka bisa saling berbagi ilmu dan pengalaman,” kata Hartini.
Semetara itu, Plt. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi, M.Y. Bramuda, menyatakan pihaknya sangat senang Banyuwangi bisa kembali dipercaya menjadi tuan rumah even tingkat Jawa Timur. Menurutnya, parade seni budaya ini merupakan even positif yang akan menjadi daya tarik wisatawan untuk datang ke Banyuwangi. Selain akan membawa dampak positif bagi perkembangan pariwisata dan perekonomian daerah.
"Ini sebuah kehormatan bagi Banyuwangi menjadi tuan rumah even besar, sekaligus menjadi tantangan bagi kami untuk bisa menampilkan lebih," ujar Bramuda.
Banyuwangi sendiri akan menampilkan legenda yang berjudul Mendung Langit Kedawung. Sebuah fragmen yang melakonkan asal-usul berdirinya kerajaan Tawang Alun.
Jatim Specta Night Carnival 2015 ini akan dimulai pukul 19.00 WIB dengan start dari Taman Blambangan. Peserta parade ini akan berjalan sejauh 2,5 Km dengan finish di depan Pemda. (Humas Protokol).
Sukses Bawakan Batik Banyuwangi di Malaysia, Anita Yuni Ditawari Manggung di London
Desainer muda Banyuwangi Anita
Yuni, sukses membawa batik Banyuwangi pada ajang Moslema In Style
International Fashion Forward (MISIFF) 2015 di Putraworld Trade Center
Kuala Lumpur, Malaysia. Menampilkan rancangan busana kain tradisional
yang dinilai ramah lingkungan, Anita bahkan ditawari lagi untuk manggung
di pagelaran busana Muslim di London.
Dalam panggung fashion internasional itu, Anita dengan brand Hijabox-nya mampu mencuri perhatian publik Malaysia. Para undangan yang hadir dalam acara terpukau dengan keindahan busana dalam balutan batik Banyuwangi yang dibawakan para model asal negeri jiran tersebut. Banyak yang tidak menyangka, gaun rancangan Anita Yuni ini merupakan kain khas Indonesia, batik.
"Mereka sangat antusias melihat desain saya. Banyak yang tidak menyangka yang saya bawakan adalah batik, karena motifnya sangat simpel dan tidak kaku. Salah satunya adalah Dato Siti, VVIP Guest yang juga merupakan pengurus Creative Muslimah Enterpreneur Malaysia," ujar Anita dengan bangga.
Anita mengatakan even internasional pertamanya ini menjadi sebuah kebanggaan sekaligus memberi pengalaman yang sangat mengesankan. Dalam panggung fashion Muslim terbesar di Malaysia ini, dia membawakan tema “The Banyuwangi Folklore”. 11 busana night gown dirancang dengan bahan utama Batik Banyuwangi warna alam yang dipadu dengan silk organza, satin dan jaquard.
MISIFF 2015 Malaysia yang digelar pada 7 - 8 November lalu adalah even Fashion,Tourism and travel explore yang didukung Pemerintah Malaysia sejak tahun 2011. Even ini diikuti desainer fashion 11 negara muslim di dunia, antara lain dari Singapura, Brunei, Turki, hingga Trinidad-Tobago.
Anita menuturkan, persiapan show MISIFF telah dilakukan satu hari sebelumnya, Kamis (6/11) dengan rehearshal dan fitting untuk memastikan kesiapan busana dan aksesoris. “Karena ini adalah even fashion muslimah, jadi backstagenya benar-benar clean dari petugas laki-laki. Jadi mereka yang berjilbab baik model dan designer bebas melakukan styling dan ganti baju,” tutur Anita.
Jumat siang (7/11) pun debut Anita Yuni di panggung internasional dimulai. Satu persatu busana-busana rancangannya yang terangkum dalam “The Banyuwangi Folklore” hadir di catwalk dengan iringan musik Gandrung, Banyuwangi.
"Sengaja saya hadirkan nuansa Banyuwangi yang kental. Rasanya sampai merinding banget saat judul fashionku “The Banyuwangi Folklore" disebut," ujar Anita dengan bangga.
Sambutan hangat akan karya Anita tidak hanya datang dari publik Malaysia, sejumlah media negara jiran ini juga antusias mengapresiasi rancangannya. Media nasional Malaysia seperti TV9, TV3 dan TV1 serta media internasional langsung melakukan interview dengan Anita.
Bahkan Gaya Magazine, dari Singapura dan Asian UK dari London melakukan wawancara khusus dengannya. Kedua media ini tertarik dengan konsep yang diusung Anita yaitu healthy ecofriendly fashion. Dimana batik yang digunakan Anita adalah batik cap produksi lokal dengan pewarna alam, yang mampu mengurangi resiko alergi dari penggunaan pewarna sintetis sebanyak 18%. Anita dinilai bisa memaksimalkan bahan lokal untuk mengurangi jejak karbon.
Selain itu, asesoris pelengkap rancangannya adalah handmade, yang tidak menggunakan lem dan listrik sehingga hemat energi. “Menurut mereka konsep ini cukup baru dan fresh dan trendnya mengarah ke sana. Ke depan dalam prediksi mereka sustainable fashion adalah kebutuhan bagi semua orang yang peduli lingkungan dan kesehatan,” ujarnya.
Berkat konsep sustainable yang diusungnya, Anita mendapatkan tawaran manggung di peragaaan busana Muslim di London, Inggris. "Setelah press conference pihak panitia mendatangi team kami, mereka menawarkan agar tahun depan dapat berpartisipasi kembali. Yang saya surprise mereka tidak menawarkan di Malaysia tetapi di London, UK," kata Anita dengan berbinar.
Atas semua capaiannya itu, Anita Yuni pun sempat menyiratkan harapannya tentang perkembangan fashion muslim di dunia. Impian perempuan yang juga berprofesi sebagai dokter ini, brand muslimah bisa menjadi referensi dan dipakai untuk semua kalangan.
"Semoga dengan banyak digelarnya fashion muslim internasional, isu Islamophobia yang menjangkiti masyarakat worlwide dewasa ini bisa tereduksi. Dengan fashion, harapan saya, kita sebagai masyarakat global bisa menjadi sahabat,” harap Anita. (Humas & Protokol)
Dalam panggung fashion internasional itu, Anita dengan brand Hijabox-nya mampu mencuri perhatian publik Malaysia. Para undangan yang hadir dalam acara terpukau dengan keindahan busana dalam balutan batik Banyuwangi yang dibawakan para model asal negeri jiran tersebut. Banyak yang tidak menyangka, gaun rancangan Anita Yuni ini merupakan kain khas Indonesia, batik.
"Mereka sangat antusias melihat desain saya. Banyak yang tidak menyangka yang saya bawakan adalah batik, karena motifnya sangat simpel dan tidak kaku. Salah satunya adalah Dato Siti, VVIP Guest yang juga merupakan pengurus Creative Muslimah Enterpreneur Malaysia," ujar Anita dengan bangga.
Anita mengatakan even internasional pertamanya ini menjadi sebuah kebanggaan sekaligus memberi pengalaman yang sangat mengesankan. Dalam panggung fashion Muslim terbesar di Malaysia ini, dia membawakan tema “The Banyuwangi Folklore”. 11 busana night gown dirancang dengan bahan utama Batik Banyuwangi warna alam yang dipadu dengan silk organza, satin dan jaquard.
MISIFF 2015 Malaysia yang digelar pada 7 - 8 November lalu adalah even Fashion,Tourism and travel explore yang didukung Pemerintah Malaysia sejak tahun 2011. Even ini diikuti desainer fashion 11 negara muslim di dunia, antara lain dari Singapura, Brunei, Turki, hingga Trinidad-Tobago.
Anita menuturkan, persiapan show MISIFF telah dilakukan satu hari sebelumnya, Kamis (6/11) dengan rehearshal dan fitting untuk memastikan kesiapan busana dan aksesoris. “Karena ini adalah even fashion muslimah, jadi backstagenya benar-benar clean dari petugas laki-laki. Jadi mereka yang berjilbab baik model dan designer bebas melakukan styling dan ganti baju,” tutur Anita.
Jumat siang (7/11) pun debut Anita Yuni di panggung internasional dimulai. Satu persatu busana-busana rancangannya yang terangkum dalam “The Banyuwangi Folklore” hadir di catwalk dengan iringan musik Gandrung, Banyuwangi.
"Sengaja saya hadirkan nuansa Banyuwangi yang kental. Rasanya sampai merinding banget saat judul fashionku “The Banyuwangi Folklore" disebut," ujar Anita dengan bangga.
Sambutan hangat akan karya Anita tidak hanya datang dari publik Malaysia, sejumlah media negara jiran ini juga antusias mengapresiasi rancangannya. Media nasional Malaysia seperti TV9, TV3 dan TV1 serta media internasional langsung melakukan interview dengan Anita.
Bahkan Gaya Magazine, dari Singapura dan Asian UK dari London melakukan wawancara khusus dengannya. Kedua media ini tertarik dengan konsep yang diusung Anita yaitu healthy ecofriendly fashion. Dimana batik yang digunakan Anita adalah batik cap produksi lokal dengan pewarna alam, yang mampu mengurangi resiko alergi dari penggunaan pewarna sintetis sebanyak 18%. Anita dinilai bisa memaksimalkan bahan lokal untuk mengurangi jejak karbon.
Selain itu, asesoris pelengkap rancangannya adalah handmade, yang tidak menggunakan lem dan listrik sehingga hemat energi. “Menurut mereka konsep ini cukup baru dan fresh dan trendnya mengarah ke sana. Ke depan dalam prediksi mereka sustainable fashion adalah kebutuhan bagi semua orang yang peduli lingkungan dan kesehatan,” ujarnya.
Berkat konsep sustainable yang diusungnya, Anita mendapatkan tawaran manggung di peragaaan busana Muslim di London, Inggris. "Setelah press conference pihak panitia mendatangi team kami, mereka menawarkan agar tahun depan dapat berpartisipasi kembali. Yang saya surprise mereka tidak menawarkan di Malaysia tetapi di London, UK," kata Anita dengan berbinar.
Atas semua capaiannya itu, Anita Yuni pun sempat menyiratkan harapannya tentang perkembangan fashion muslim di dunia. Impian perempuan yang juga berprofesi sebagai dokter ini, brand muslimah bisa menjadi referensi dan dipakai untuk semua kalangan.
"Semoga dengan banyak digelarnya fashion muslim internasional, isu Islamophobia yang menjangkiti masyarakat worlwide dewasa ini bisa tereduksi. Dengan fashion, harapan saya, kita sebagai masyarakat global bisa menjadi sahabat,” harap Anita. (Humas & Protokol)
12 November 2015
Event BEC 2015 Sukses, Pemkab Undang Seluruh Pendukung Acara
Sebagai bentuk penghargaan atas
suksesnya event Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) 2015 yang digelar pada
17 Oktober lalu, Pemkab Banyuwangi mengundang para pendukung acara
tersebut di Pelinggihan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi,
Selasa (10/11).
Tak ketinggalan, hadir pula para juri BEC antara lain Bambang Lukito, Eko Budi Setianto, Subari Sofyan, Chiastoeti Soeherman, Andang CY dan Hasnan Singodimayan. Keenam juri inilah yang berperan besar dalam penilaian peserta BEC 2015. Kriteria penilaian meliputi kostum, koreografi (pada saat di runway maupun ketika dance), make up, ekspresi, dan kreatifitas. Penetapan pemenang didasarkan atas hasil penilaian pada sesi presentasi pada 8 Oktober 2015 dan ketika pelaksanaan kegiatan pada 17 Oktober 2015.
Melihat kehadiran dan kekompakan pendukung BEC bertemakan The Usingnese Royal Wedding itu, Asisten Administrasi Pembangunan dan Kesra, Wiyono terlihat antusias. “Saya berterimakasih atas keterlibatan total anda semua dalam event yang membesarkan nama Banyuwangi ini,”ujar Wiyono disambut tepuk tangan hadirin.
Untuk mengapresiasi kerja keras mereka, Pemkab Banyuwangi menyerahkan hadiah bagi para pemenang. Para pemenang terbagi atas pemenang utama dari masing-masing kategori, Best Costume of the Year BEC – 2015, dan pemenang favorit.
Pemenang utama masing-masing mendapatkan hadiah uang pembinaan sebesar Rp 2,5 juta, beserta trophy. Dari kelompok Sembur Kemuning yang terpilih sebagai pemenang utama antara lain Agus Sugianto (peserta kategori umum), Bunga MP (umum) dan Navira Nur (SMA 1 Glenmore). Di kelompok Kedaton Wetan, ada Rudi Sugiarto (peserta umum), M. Ragil Tri (peserta umum), dan Amdul Rokip (Poliwangi). Pada kelompok Mupus Braen antara lain Olivia Gunawan (SMA 1 Banyuwangi) dan M. Budi Sugiarto (peserta umum), serta Reni Mulyaningsih (SMK 17 Muncar).
Untuk Best Costume of the Year BEC-2015, yang dinyatakan sebagai pemenang adalah Yusuf Maulana dari SMK Muktar Syafaat Tegalsari. Yusuf berhasil membawa pulang trophy dan uang pembinaan sebesar Rp 3 juta.
Saat dinyatakan berhasil meraih juara The Best Costume of The Year BEC 2015, Yusuf Maulana menyatakan rasa senangnya bisa dipercaya meraih predikat tersebut. “Saya sama sekali tidak menyangka dinobatkan menjadi yang terbaik dari sisi kostum. Tapi saya memang punya trik yang berbeda dibanding peserta lainnya. Saya menghindari kreasi yang sama, baik dari segi bahan, motif maupun detailnya,” kata pelajar kelas III yang tahun sebelumnya juga berhasil menjadi Juara Favorit III di BEC 2014. (Humas & Protokol)
VIDEO = https://www.youtube.com/watch?v=ER0BXEfVePg
Praktis, areal Pelinggihan Disbudpar dipenuhi oleh seluruh pendukung masing-masing tema, para talent, dan pengrawit (pemusik tradisional).Tak ketinggalan, hadir pula para juri BEC antara lain Bambang Lukito, Eko Budi Setianto, Subari Sofyan, Chiastoeti Soeherman, Andang CY dan Hasnan Singodimayan. Keenam juri inilah yang berperan besar dalam penilaian peserta BEC 2015. Kriteria penilaian meliputi kostum, koreografi (pada saat di runway maupun ketika dance), make up, ekspresi, dan kreatifitas. Penetapan pemenang didasarkan atas hasil penilaian pada sesi presentasi pada 8 Oktober 2015 dan ketika pelaksanaan kegiatan pada 17 Oktober 2015.
Melihat kehadiran dan kekompakan pendukung BEC bertemakan The Usingnese Royal Wedding itu, Asisten Administrasi Pembangunan dan Kesra, Wiyono terlihat antusias. “Saya berterimakasih atas keterlibatan total anda semua dalam event yang membesarkan nama Banyuwangi ini,”ujar Wiyono disambut tepuk tangan hadirin.
Untuk mengapresiasi kerja keras mereka, Pemkab Banyuwangi menyerahkan hadiah bagi para pemenang. Para pemenang terbagi atas pemenang utama dari masing-masing kategori, Best Costume of the Year BEC – 2015, dan pemenang favorit.
Pemenang utama masing-masing mendapatkan hadiah uang pembinaan sebesar Rp 2,5 juta, beserta trophy. Dari kelompok Sembur Kemuning yang terpilih sebagai pemenang utama antara lain Agus Sugianto (peserta kategori umum), Bunga MP (umum) dan Navira Nur (SMA 1 Glenmore). Di kelompok Kedaton Wetan, ada Rudi Sugiarto (peserta umum), M. Ragil Tri (peserta umum), dan Amdul Rokip (Poliwangi). Pada kelompok Mupus Braen antara lain Olivia Gunawan (SMA 1 Banyuwangi) dan M. Budi Sugiarto (peserta umum), serta Reni Mulyaningsih (SMK 17 Muncar).
Untuk Best Costume of the Year BEC-2015, yang dinyatakan sebagai pemenang adalah Yusuf Maulana dari SMK Muktar Syafaat Tegalsari. Yusuf berhasil membawa pulang trophy dan uang pembinaan sebesar Rp 3 juta.
Saat dinyatakan berhasil meraih juara The Best Costume of The Year BEC 2015, Yusuf Maulana menyatakan rasa senangnya bisa dipercaya meraih predikat tersebut. “Saya sama sekali tidak menyangka dinobatkan menjadi yang terbaik dari sisi kostum. Tapi saya memang punya trik yang berbeda dibanding peserta lainnya. Saya menghindari kreasi yang sama, baik dari segi bahan, motif maupun detailnya,” kata pelajar kelas III yang tahun sebelumnya juga berhasil menjadi Juara Favorit III di BEC 2014. (Humas & Protokol)
Banyuwangi Jadi Technopark Budidaya Sidat Indonesia
Sebagai daerah penghasil sidat dengan kualitas terbaik di Indonesia, Banyuwangi dijadikan pilot project
taman tecnologi (technopark) pelatihan budi daya sidat oleh Kementerian
Kelautan dan Perikanan. Technopark sidat ini dikembangkan di Balai
Pendidikan dan Pelatihan Perikanan (BPPP) Banyuwangi.
Technopark merupakan program pembangunan kawasan pengembangan teknologi dan inovasi. Kementrian KP akan mengembangkan technopark yang memiliki fungsi sebagai tempat pendidikan dan pelatihan para nelayan perikanan tangkap maupun perikanan budidaya yang berpotensi mendorong pengembangan bisnis baru.
“Banyuwangi menjadi inkubator sidat pertama di Indonesia. Di sini akan menjadi kawasan untuk belajar teknologi budidaya sidat. Masyarakat yang tertarik bisa belajar bersama atau jika punya teknologi yang lebih baru tentang sidat bisa dibagi dan ditularkan di tempat ini,” kata Sekretaris Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Pemberdayaan Masyarakat Kelautan dan Perikanan (BPSDMP, KP), Dr Rina, Msi, saat menjadi nara sumber dalam dialog dengan stakeholder kelautan dan perikanan, BPPP Selasa (10/11).
Pada tahun 2015 ini, Kementrian KP membangun 4 dari 24 technopark yang akan dikembangkan dalam kurun 5 tahun ke depan. Salah satunya Banyuwangi akan menjadi tempat belajar teknologi budidaya sidat. BPPP Banyuwangi akan menjadi tempat pembesaran sidat atau inkubasi yang memiliki fasilitas lengkap. Mulai kolam hingga teknologi pembesaran yang dibimbing oleh ahli budi daya keluatan dan perikanan.
Mengapa Banyuwangi menjadi pusat pengembangan sidat di Indonesia? Karena, kata Rina, secara alami kualitas air baku di Banyuwangi cocok untuk budidaya perikanan, termasuk sidat. Di Jakarta, kata Rina, kualitas air per 25 miligram sampel terdapat 550 ribu koloni bakteri. Adapun di Banyuwangi dengan sampel yang sama, hanya mengandung 10 ribu koloni bakteri.
"Amat sehat, dan untuk pengembangan sidat bagus sekali. Makanya kami memilih Banyuwangi menjadi pusat pengembangan sidat,” kata Rina.
Budidaya sidat saat ini memiliki prospek yang bagus lantaran pasar sidat internasional terbuka lebar. Sidat, kata Rina, menjadi primadona di sejumlah negara. Karena kandungan protein dan gizinya yang tinggi yang tidak dimiliki jenis ikan yang lain, menjadikan sidat makanan yang paling digemari di sejumlah negara, terutama Jepang.
Produksi sidat Banyuwangi sendiri mencapai 147 ton per tahun, sementara permintaan dari daerah atau pun negara lain masih tinggi. Bukan hanya Jepang, namun permintaan sudah merambah ke Korea bahkan Arab.
“Masyarakat masih belum banyak yang menangkap peluang ini, salah satunya akibat ketidaktahuan teknologi pembudidayaannya. Dengan technopark ini, kami berharap masyarakat mau belajar untuk membuka peluang usaha baru dan meningkatkan perekonomiannya,” pungkas Rina.
Selain menjadi kawasan pengembangan teknologi budidaya sidat, BPPP Banyuwangi akan menjadi technopark yang fokus pada produksi garam, budidaya udang, pengolahan produk, dan sertifikasi kompetensi bidang perikanan dan kelautan. (Humas Protokol)
Technopark merupakan program pembangunan kawasan pengembangan teknologi dan inovasi. Kementrian KP akan mengembangkan technopark yang memiliki fungsi sebagai tempat pendidikan dan pelatihan para nelayan perikanan tangkap maupun perikanan budidaya yang berpotensi mendorong pengembangan bisnis baru.
“Banyuwangi menjadi inkubator sidat pertama di Indonesia. Di sini akan menjadi kawasan untuk belajar teknologi budidaya sidat. Masyarakat yang tertarik bisa belajar bersama atau jika punya teknologi yang lebih baru tentang sidat bisa dibagi dan ditularkan di tempat ini,” kata Sekretaris Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Pemberdayaan Masyarakat Kelautan dan Perikanan (BPSDMP, KP), Dr Rina, Msi, saat menjadi nara sumber dalam dialog dengan stakeholder kelautan dan perikanan, BPPP Selasa (10/11).
Pada tahun 2015 ini, Kementrian KP membangun 4 dari 24 technopark yang akan dikembangkan dalam kurun 5 tahun ke depan. Salah satunya Banyuwangi akan menjadi tempat belajar teknologi budidaya sidat. BPPP Banyuwangi akan menjadi tempat pembesaran sidat atau inkubasi yang memiliki fasilitas lengkap. Mulai kolam hingga teknologi pembesaran yang dibimbing oleh ahli budi daya keluatan dan perikanan.
Mengapa Banyuwangi menjadi pusat pengembangan sidat di Indonesia? Karena, kata Rina, secara alami kualitas air baku di Banyuwangi cocok untuk budidaya perikanan, termasuk sidat. Di Jakarta, kata Rina, kualitas air per 25 miligram sampel terdapat 550 ribu koloni bakteri. Adapun di Banyuwangi dengan sampel yang sama, hanya mengandung 10 ribu koloni bakteri.
"Amat sehat, dan untuk pengembangan sidat bagus sekali. Makanya kami memilih Banyuwangi menjadi pusat pengembangan sidat,” kata Rina.
Budidaya sidat saat ini memiliki prospek yang bagus lantaran pasar sidat internasional terbuka lebar. Sidat, kata Rina, menjadi primadona di sejumlah negara. Karena kandungan protein dan gizinya yang tinggi yang tidak dimiliki jenis ikan yang lain, menjadikan sidat makanan yang paling digemari di sejumlah negara, terutama Jepang.
Produksi sidat Banyuwangi sendiri mencapai 147 ton per tahun, sementara permintaan dari daerah atau pun negara lain masih tinggi. Bukan hanya Jepang, namun permintaan sudah merambah ke Korea bahkan Arab.
“Masyarakat masih belum banyak yang menangkap peluang ini, salah satunya akibat ketidaktahuan teknologi pembudidayaannya. Dengan technopark ini, kami berharap masyarakat mau belajar untuk membuka peluang usaha baru dan meningkatkan perekonomiannya,” pungkas Rina.
Selain menjadi kawasan pengembangan teknologi budidaya sidat, BPPP Banyuwangi akan menjadi technopark yang fokus pada produksi garam, budidaya udang, pengolahan produk, dan sertifikasi kompetensi bidang perikanan dan kelautan. (Humas Protokol)
Waduk Bajulmati Rampung Siap Diisi Februari 2016
Proyek Waduk Bajulmati di Desa Bajulmati, Kecamatan Wongsorejo,
Banyuwangi, sudah siap diisi. Sebelum proses pengisian dimulai,
dilakukan sosialisasi Rencana Tindak Darurat (RTD) oleh Balai Besar
Wilayah Sungai Brantas (BBWSB) .
Sosialisasi ini digelar di Aula Rempeg Jogopati Pemkab Banyuwangi, Rabu (11/11), dengan diikuti sejumlah pihak terakit dan warga disekitar Waduk Bajulmati.
Menurut Kepala BBWSB Moh. Amir Hamzah, RTD ini merupakan start awal yang harus dilakukan BBWSB sebelum pengisian waduk dilakukan. Selain juga berfungsi sebagai mitigasi jika ada kesalah perhitungan pembangunan, seperti gagal rembesan, pondasi, struktur pelengkap dan kegagalan lainnya.
“Dengan sosialisasi RTD, masyarakat dan pemerintah daerah tahu bagaimana mengevakuasi diri seandainya terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti keruntuhan waduk. Meskipun saat pembangunan waduk ini sudah dihitung, diukur, diteliti, evaluasi dan terakhir sudah dilakukan pengawasan dan pengecekan oleh komisi kemanan lingkungan dilakukan,” kata Kepala BBWSB Moh. Amir Hamzah.
Setelah sosialisai ini, kata Amir, akan dilaporkan ke Menteri PU dan Perumahan Rakyat untuk mendapatkan sertifikat ijin pengisian. Sebelumnya, tentu akan dilakukan pengecekan dan pengawasan terhadap bangunan waduk.
“Jika proses ini telah dilalui, barulah sertifikat ijin pengisian akan diberikan oleh Kementerian PU dan Perumahan Rakyat. Insyalloh sekitar awal Februari 2016, Waduk Bajulmati sudah bisa dilakukan pengisian, sehingga pada musim tanam tahun depan waduk ini sudah bisa mengirigasi,” kata Amir.
Waduk Bajulmati yang dibangun mulai tahun 2006 ini, nantinya akan mampu mengairi wilayah seluas 1.800 hektare di utara Banyuwangi dan sebagian Situbondo. Waduk yang berkapasitas 10 juta meter kubik ini juga akan difungsikan sebagai penyedia air baku untuk PDAM dan industri. Dengan kapasitas pendistribusiannya 120 liter per detik.
Selain itu, imbuh Amir, difungsikan untuk pembangkit listrik mikrohidro berkekuatan 340 kilowatt (kw) dan untuk pengembangan sektor perikanan dan konservasi air. “Tentunya ini juga bisa menjadi objek wisata baru di Banyuwangi,” ujar Amir.
Sebelum sosialisasi, Kepala BBWSB dan Sekretaris Daerah Kab. Banyuwangi melakukan Nota Penetapan dan Kesepakatan RTD yang nantinya akan dikirimkan kepada Menteri PU dan Perumahan Rakyat. (Humas Protokol)
Sosialisasi ini digelar di Aula Rempeg Jogopati Pemkab Banyuwangi, Rabu (11/11), dengan diikuti sejumlah pihak terakit dan warga disekitar Waduk Bajulmati.
Menurut Kepala BBWSB Moh. Amir Hamzah, RTD ini merupakan start awal yang harus dilakukan BBWSB sebelum pengisian waduk dilakukan. Selain juga berfungsi sebagai mitigasi jika ada kesalah perhitungan pembangunan, seperti gagal rembesan, pondasi, struktur pelengkap dan kegagalan lainnya.
“Dengan sosialisasi RTD, masyarakat dan pemerintah daerah tahu bagaimana mengevakuasi diri seandainya terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti keruntuhan waduk. Meskipun saat pembangunan waduk ini sudah dihitung, diukur, diteliti, evaluasi dan terakhir sudah dilakukan pengawasan dan pengecekan oleh komisi kemanan lingkungan dilakukan,” kata Kepala BBWSB Moh. Amir Hamzah.
Setelah sosialisai ini, kata Amir, akan dilaporkan ke Menteri PU dan Perumahan Rakyat untuk mendapatkan sertifikat ijin pengisian. Sebelumnya, tentu akan dilakukan pengecekan dan pengawasan terhadap bangunan waduk.
“Jika proses ini telah dilalui, barulah sertifikat ijin pengisian akan diberikan oleh Kementerian PU dan Perumahan Rakyat. Insyalloh sekitar awal Februari 2016, Waduk Bajulmati sudah bisa dilakukan pengisian, sehingga pada musim tanam tahun depan waduk ini sudah bisa mengirigasi,” kata Amir.
Waduk Bajulmati yang dibangun mulai tahun 2006 ini, nantinya akan mampu mengairi wilayah seluas 1.800 hektare di utara Banyuwangi dan sebagian Situbondo. Waduk yang berkapasitas 10 juta meter kubik ini juga akan difungsikan sebagai penyedia air baku untuk PDAM dan industri. Dengan kapasitas pendistribusiannya 120 liter per detik.
Selain itu, imbuh Amir, difungsikan untuk pembangkit listrik mikrohidro berkekuatan 340 kilowatt (kw) dan untuk pengembangan sektor perikanan dan konservasi air. “Tentunya ini juga bisa menjadi objek wisata baru di Banyuwangi,” ujar Amir.
Sebelum sosialisasi, Kepala BBWSB dan Sekretaris Daerah Kab. Banyuwangi melakukan Nota Penetapan dan Kesepakatan RTD yang nantinya akan dikirimkan kepada Menteri PU dan Perumahan Rakyat. (Humas Protokol)
Festival kuwung 2015 di Banyuwangi.5 Desember
Festival Kuwung akan menjadi
gelaran festival penutup Pemerintah Kabupaten Banyuwangi tahun ini.
Festival Kuwung akan dilaksanakan 5 Desember mendatang.
Festival Kuwung, seperti dapat dibaca di situs resmi Kabupaten Banyuwangi, adalah festival paling tua di kota yang berjuluk “Sunrise of Java” itu. Pawai yang sudah dikenal sebagai agenda wisata tahunan itu menjadi etalase yang memamerkan keaslian Banyuwangi, baik kekayaan budaya, adat, maupun potensi unggulan yang ditampilkan oleh perwakilan 24 kecamatan se-Kabupaten Banyuwangi.
Diawali dengan penampilan ritual adat Seblang Olehsari yang diperagakan para gadis muda yang menggambarkan tonggak sejarah Gandrung, pawai itu diikuti ratusan penari gandrung dan berbagai atraksi adat lainnya seperti adat budaya kebo-keboan dan upacara kemanten Using.
Dijadwalkan seribu peserta berpawai melintasi sepanjang jalan protokol sejauh dua kilometer. Pawai menempuh rute dari depan kantor bupati Banyuwangi di Jalan A Yani, Jalan PB Sudirman, Jalan Satsuit Tubun, dan berakhir di Taman Blambangan.
Selain berbentuk parade berjalan, Festival Kuwung juga dikemas dengan parade mobil hias secara kolosal, memamerkan potensi lokal seperti kerajinan maupun destinasi wisata. Iringan musik khas seperti hadrah, kundaran, dan jaranan akan memeriahkan festival budaya autentik Banyuwangi itu.
Festival Kuwung, seperti dapat dibaca di situs resmi Kabupaten Banyuwangi, adalah festival paling tua di kota yang berjuluk “Sunrise of Java” itu. Pawai yang sudah dikenal sebagai agenda wisata tahunan itu menjadi etalase yang memamerkan keaslian Banyuwangi, baik kekayaan budaya, adat, maupun potensi unggulan yang ditampilkan oleh perwakilan 24 kecamatan se-Kabupaten Banyuwangi.
Diawali dengan penampilan ritual adat Seblang Olehsari yang diperagakan para gadis muda yang menggambarkan tonggak sejarah Gandrung, pawai itu diikuti ratusan penari gandrung dan berbagai atraksi adat lainnya seperti adat budaya kebo-keboan dan upacara kemanten Using.
Dijadwalkan seribu peserta berpawai melintasi sepanjang jalan protokol sejauh dua kilometer. Pawai menempuh rute dari depan kantor bupati Banyuwangi di Jalan A Yani, Jalan PB Sudirman, Jalan Satsuit Tubun, dan berakhir di Taman Blambangan.
Selain berbentuk parade berjalan, Festival Kuwung juga dikemas dengan parade mobil hias secara kolosal, memamerkan potensi lokal seperti kerajinan maupun destinasi wisata. Iringan musik khas seperti hadrah, kundaran, dan jaranan akan memeriahkan festival budaya autentik Banyuwangi itu.
Jatim Specta Night Carnival 2015 di Banyuwangi
Jatim Specta Night Carnival merupakan
bagian acara dari Parade seni budaya Jawa Timur 2015 yang mana kabupaten Banyuwangi menjadi Tuan Rumah dalam acara ini. Acara Parade seni budaya Jawa
Timur 2015.
Video = https://www.youtube.com/watch?v=UIS-hzmUfmc
Sengaja di kemas dengan Spektakuler dengan tema “Jatim Specta Night Carnival”. Sejak Kabupaten Jember sukses menggelar Jember Fashion Carnaval (JFC), banyak kota yang mencoba menirunya. Pawai budaya menjadi wabah, Seperti Kabupaten Banyuwangi membuat acara serupa yang kemudian sukses dengan nama Banyuwangi Ethno Carnival (BEC). Sementara kota-kota lain gagal bersaing dengan JFC, mungkin hanya Surakarta yang lumayan berkibar dengan Solo Batik Carnival (SBC).
Jatim Specta Night Carnival yang
diselenggarakan di Kabupaten Ngawi di ikuti oleh 30 Kabupaten / Kota Se –
Jawa Timur yang disajikan berupa seni arak-arakan, fashion street,
dan kendaraan hias yang semuanya menekankan pada garapan artistik,
atraktif bersifat kolosal dengan latar belakang sejarah, legenda, cerita
rakyat atau babad, serta kesenian rakyat di daerah masing-masing yang
dianggap spektakuler ditampilkan malam hari.
09 November 2015
Panorama Menakjubkan Goa Macan,Pulau Merah Dari Ketinggian-Banyuwangi
VIDEO = https://www.youtube.com/watch?v=zyzQk7PiGdY
Kawasan wisata Banyuwangi bagian selatan tepatnya di desa Sumberagung kecamatan Pesanggaran. Namanya Gunung Goa Macan.mendaki gunung yang medanya rata-rata dipenuhi batuan yang besar-besar, meski jarang didaki di gunung ini sudah ada penunjuk arah manual dan tempat kaki berpijak yang sudah disediakan oleh warga.Ternyata untuk mencapai titik puncak cukup susah, butuh tenaga dan ketrampilan ekstra, buat yang baru belajar ndaki dan belum pernah naik gunung harap berhati-hati, karena 100% medan dipuncak ini batu, batu yang besar banget.Bukit Goa Macan merupakan puncak salah satu bukit yang berada di utara pantai Pulau Merah tepatnya di Desa Rowojambe, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi. Penamaan Goa Macan itu sendiri karena di bukit tersebut terdapat Goa bernama Goa Macan. Mungkin dahulunya goa tersebut sempat ditinggali Macan/Harimau Jawa dan terlihat disekitar goa sehingga dinamakan demikian oleh penduduk setempat.Bukit Goa Macan bukan merupakan kawasan wisata, hanya merupakan spot lain untuk menikmati pantai pulau merah dari ketinggian. Spot yang mulai hits ini mulai didatangi oleh para wisatawan yang akan menuju ke pantai Pulau Merah. Karena tidak ada fasilitas apapun.
Saling Cambuk Ritual Tiban Minta Hujan Bango Banyuwangi 2015
Tiban merupakan ritual
adat peninggalan leluhur yang hingga kini masih di laksanakan. Konon
Tradisi Tiban digelar masyarakat secara turun - temurun sebagai
permohonan masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Esa agar masyarakat bisa di
berikan musim penghujan saat musim kemarau yang panjang.
Video = https://www.youtube.com/watch?v=tnxVyTgswuE
Di tengah musim kemarau panjang masyarakat menggelar Tiban di lapangan Desa Bangorejo, Kecamatan Bangorejo, Kabupaten Banyuwangi, di pimpin tokoh adat Tradisi Tiban di gelar di bawah terik matahari yang menyengat.Di iringi gamelan tradisional para peserta Tiban bak jawara mulai beraksi, dan perang cambuk pun di mulai. Dalam adegan ini para peserta masing - masing membawa pecut (cambuk yang terbuat dari lidi aren) terlihat saling menyabetkan pecutnya ke lawan mainya.
Tarrrrr !!!! tak jarang dari beberapa peserta mengalami luka hingga berdarah akibat dari sabetan pecut, Konon adegan ini gambaran masyarakat yang menyiksa diri di bawah terik matahari guna permemohonan " Hujan Tiban " kepada Sang Maha Kuasa di tengah kemarau panjang.
Peraturan perang cambuk dalam laga ini para peserta tidak di perbolehkan mencambuk bagian kepala dan bagian bawah perut, dan jika itu terjadi maka wasit segera melerai peserta karena di anggab melanggar ketentuan yang telah di tetapkan.
"Ngak oleh mecut sirah ambi ngisore awak mas," papar Paul salah seorang peserta Tiban yang datang dari Desa Yosomulyo Kecamatan Gambiran menggunakan bahasa jawa yang artinya tidak boleh mencambuk bagian kepala dan bawah perut karena itu pelanggaran.
Peraturan lain menurutnya para peserta di beri kesempatan mencambuk lawanya sebanyak tiga kali dan menahan cambukan dari lawanya sebanyak tiga kali. " Nahan sabetan 3 kali dan mencambuk 3 kali mas." jelasnya.
Seolah tidak merasa sakit para peserta terus mengadu ketangkasanya di arena Tiban di laksanakan dan sesekali para peserta terlihat menghindari sabetan cambuk yang di sabetkan lawanya. "Jika tidak lihai memainkan pecut dan cara menghindarinya, ya kita akan terkena sabetan mas, sebenarnya sakit juga sih terkena pecut," lanjut Paul sembari menunjukan bekas sabetan pecut di bagian punggungnya.
Hebatnya lagi para peserta Tiban tidak menggunakan pelindung badan saat laga itu di gelar dan inilah yang menjadi pusat perhatian ratusan pengunjung saat Tradisi tahunan itu dilaksanakan guna meminta Hujan Tiban.
Video = https://www.youtube.com/watch?v=tnxVyTgswuE
Di tengah musim kemarau panjang masyarakat menggelar Tiban di lapangan Desa Bangorejo, Kecamatan Bangorejo, Kabupaten Banyuwangi, di pimpin tokoh adat Tradisi Tiban di gelar di bawah terik matahari yang menyengat.Di iringi gamelan tradisional para peserta Tiban bak jawara mulai beraksi, dan perang cambuk pun di mulai. Dalam adegan ini para peserta masing - masing membawa pecut (cambuk yang terbuat dari lidi aren) terlihat saling menyabetkan pecutnya ke lawan mainya.
Tarrrrr !!!! tak jarang dari beberapa peserta mengalami luka hingga berdarah akibat dari sabetan pecut, Konon adegan ini gambaran masyarakat yang menyiksa diri di bawah terik matahari guna permemohonan " Hujan Tiban " kepada Sang Maha Kuasa di tengah kemarau panjang.
Peraturan perang cambuk dalam laga ini para peserta tidak di perbolehkan mencambuk bagian kepala dan bagian bawah perut, dan jika itu terjadi maka wasit segera melerai peserta karena di anggab melanggar ketentuan yang telah di tetapkan.
"Ngak oleh mecut sirah ambi ngisore awak mas," papar Paul salah seorang peserta Tiban yang datang dari Desa Yosomulyo Kecamatan Gambiran menggunakan bahasa jawa yang artinya tidak boleh mencambuk bagian kepala dan bawah perut karena itu pelanggaran.
Peraturan lain menurutnya para peserta di beri kesempatan mencambuk lawanya sebanyak tiga kali dan menahan cambukan dari lawanya sebanyak tiga kali. " Nahan sabetan 3 kali dan mencambuk 3 kali mas." jelasnya.
Seolah tidak merasa sakit para peserta terus mengadu ketangkasanya di arena Tiban di laksanakan dan sesekali para peserta terlihat menghindari sabetan cambuk yang di sabetkan lawanya. "Jika tidak lihai memainkan pecut dan cara menghindarinya, ya kita akan terkena sabetan mas, sebenarnya sakit juga sih terkena pecut," lanjut Paul sembari menunjukan bekas sabetan pecut di bagian punggungnya.
Hebatnya lagi para peserta Tiban tidak menggunakan pelindung badan saat laga itu di gelar dan inilah yang menjadi pusat perhatian ratusan pengunjung saat Tradisi tahunan itu dilaksanakan guna meminta Hujan Tiban.
Panen Kedelai 3 Ton/Hektar, Banyuwangi Jadi Percontohan Nasional
Sebagai salah satu lumbung kedelai
nasional, Kementrian Pertanian (Kementan) menjadikan Banyuwangi sabagai
salah satu daerah pengembangan kedelai varietas unggul baru (VUB).
Hasilnya pun memuaskan, produktivitasnya mencapai 3 ton per hektar,
melampaui rata-rata produktivitas kedelai nasional yang 1,5 ton per
hektar.
Banyuwangi merupakan salah satu daerah percontohan “Gelar Inovasi Teknologi” kementan untuk peningkatan produksi kedelai dengan bibit VUB karena potensinya. Banyuwangi menyumbang lebih dari 20 persen terhadap total produksi kedelai di Jatim.
"Kami pilih karena memang di sini sangat berpotensi untuk pengembangan kedelai. Dan hasilnya memuaskan, produktivitasnya tinggi. Kesuksesan ini harus bisa direplika di daerah lain di berbagai agroekosistem dalam rangka perluasan areal tanam (PAT)," kata Direktur Budidaya Aneka Kacang dan Umbi (Buakabi) Kementan RI, Maman Suherman saat panen raya kedelai di Desa Tapanrejo, Muncar, Banyuwangi Sabtu (7/11).
Banyuwangi menjadi salah satu daerah pengembangan kedelai VUB oleh Kementan sejak pertengahan 2015 lalu dengan luas lahan awal sebesar 100 hektar yang dipusatkan di Muncar.
Di lahan ini jenis VUB yang ditanam ada 10 jenis seperti Burangrang, Dega 1, Dena 1, Devon 1, GH toleran genangan 8, Anjasmoro. Sepuluh VUB kedelai ini mampu menghasilkan rata-rata 3 ton/ha. Bahkan varietas Dena 1 mampu menghasilkan 3,55 t/ha.
Sementara itu Kepala Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi (Balitkabi) Kementan, Didik Hernowo, yang saat itu turut hadir menyatakan kegembiraannya mengingat produktivitas yang dihasilkan tinggi. “Alhamdulillah tantangan pak menteri bisa kami realisasikan di Banyuwangi,” kata Didik usai panen raya.
Didik membeberkan, bibit kedelai VUB memiliki beberapa keunggulan dari bibit kedelai pada umumnya. VUB cocok ditanam pada lahan dengan intensitas panas matahari yang lama, tahan terhadap penyakit karat daun dan hama pengerek polong yang menjadi momok petani kedelai, serta lebih irit pupuk.
“Agar didapatkan hasil panen yang baik kami juga memberikan pendampingan secara intensif kepada para petani. Seperti melakukan pelatihan teknologi dan secara rutin mengingatkan agar pemupukan tidak sampai terlambat,” kata Didik.
Bibit VUB ini imbuh Didik merupakan bibit pokok dan bukan bibit hibrida, jadi biji kedelai hasil panen bisa ditanam kembali sebagi bibit baru. Dari sisi produktivitas, bibit ini tidak kalah dari produktivitas panen bibit pokok.
“Untuk saat ini, memang kami konsentrasikan di Muncar. Namun mulai tahun depan akan kami sebar di sejumlah sentra kedelai di Banyuwangi," ujar Didik. Sejumlah kecamatan di Banyuwangi yang menjadi pemasok utama kedelai adalah Tegaldlimo, Purwoharjo, Cluring, Bangorejo, Pesanggaran.
Kepala Dinas Pertanian, Peternakan dan Kehutanan Banyuwangi, Ikrori Hudanto menambahkan saat ini produktivitas kedelai di Banyuwangi mencapai 1,8 ton per hektar pada tahun ini. Dengan adanya teknologi inovasi pertanian dengan bibit VUB ini, ia pun optimis produktifitas kedelai akan meningkat dalam waktu yang cepat secara merata.
“Kalau hasil panennya selalu besar seperti ini, kami optimis Banyuwangi akan menjadi sentra kedelai nasional. Apalagi produktivitas kita sudah di atas rata-rata nasional,” ujar Ikrori.
Pada 2013, produksi kedelai Banyuwangi mencapai 67.441 ton, tumbuh sekitar 15 persen dibanding 2012 sebesar 58.648 ton. Dengan jumlah produksi ini telah memasok 21,7 % produksi kedelai Jawa Timur yakni sebesar 157.143 ton dari luas tanam 35.000-40.000 ha setiap tahunnya. (Humas Protokol)
Banyuwangi merupakan salah satu daerah percontohan “Gelar Inovasi Teknologi” kementan untuk peningkatan produksi kedelai dengan bibit VUB karena potensinya. Banyuwangi menyumbang lebih dari 20 persen terhadap total produksi kedelai di Jatim.
"Kami pilih karena memang di sini sangat berpotensi untuk pengembangan kedelai. Dan hasilnya memuaskan, produktivitasnya tinggi. Kesuksesan ini harus bisa direplika di daerah lain di berbagai agroekosistem dalam rangka perluasan areal tanam (PAT)," kata Direktur Budidaya Aneka Kacang dan Umbi (Buakabi) Kementan RI, Maman Suherman saat panen raya kedelai di Desa Tapanrejo, Muncar, Banyuwangi Sabtu (7/11).
Banyuwangi menjadi salah satu daerah pengembangan kedelai VUB oleh Kementan sejak pertengahan 2015 lalu dengan luas lahan awal sebesar 100 hektar yang dipusatkan di Muncar.
Di lahan ini jenis VUB yang ditanam ada 10 jenis seperti Burangrang, Dega 1, Dena 1, Devon 1, GH toleran genangan 8, Anjasmoro. Sepuluh VUB kedelai ini mampu menghasilkan rata-rata 3 ton/ha. Bahkan varietas Dena 1 mampu menghasilkan 3,55 t/ha.
Sementara itu Kepala Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi (Balitkabi) Kementan, Didik Hernowo, yang saat itu turut hadir menyatakan kegembiraannya mengingat produktivitas yang dihasilkan tinggi. “Alhamdulillah tantangan pak menteri bisa kami realisasikan di Banyuwangi,” kata Didik usai panen raya.
Didik membeberkan, bibit kedelai VUB memiliki beberapa keunggulan dari bibit kedelai pada umumnya. VUB cocok ditanam pada lahan dengan intensitas panas matahari yang lama, tahan terhadap penyakit karat daun dan hama pengerek polong yang menjadi momok petani kedelai, serta lebih irit pupuk.
“Agar didapatkan hasil panen yang baik kami juga memberikan pendampingan secara intensif kepada para petani. Seperti melakukan pelatihan teknologi dan secara rutin mengingatkan agar pemupukan tidak sampai terlambat,” kata Didik.
Bibit VUB ini imbuh Didik merupakan bibit pokok dan bukan bibit hibrida, jadi biji kedelai hasil panen bisa ditanam kembali sebagi bibit baru. Dari sisi produktivitas, bibit ini tidak kalah dari produktivitas panen bibit pokok.
“Untuk saat ini, memang kami konsentrasikan di Muncar. Namun mulai tahun depan akan kami sebar di sejumlah sentra kedelai di Banyuwangi," ujar Didik. Sejumlah kecamatan di Banyuwangi yang menjadi pemasok utama kedelai adalah Tegaldlimo, Purwoharjo, Cluring, Bangorejo, Pesanggaran.
Kepala Dinas Pertanian, Peternakan dan Kehutanan Banyuwangi, Ikrori Hudanto menambahkan saat ini produktivitas kedelai di Banyuwangi mencapai 1,8 ton per hektar pada tahun ini. Dengan adanya teknologi inovasi pertanian dengan bibit VUB ini, ia pun optimis produktifitas kedelai akan meningkat dalam waktu yang cepat secara merata.
“Kalau hasil panennya selalu besar seperti ini, kami optimis Banyuwangi akan menjadi sentra kedelai nasional. Apalagi produktivitas kita sudah di atas rata-rata nasional,” ujar Ikrori.
Pada 2013, produksi kedelai Banyuwangi mencapai 67.441 ton, tumbuh sekitar 15 persen dibanding 2012 sebesar 58.648 ton. Dengan jumlah produksi ini telah memasok 21,7 % produksi kedelai Jawa Timur yakni sebesar 157.143 ton dari luas tanam 35.000-40.000 ha setiap tahunnya. (Humas Protokol)
Banyuwangi Peroleh Ekskavator dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang
Keberhasilan Banyuwangi meraih
penghargaan terbaik nasional dalam bidang pengawasan dan pengendalian
pemanfaatan ruang berbuah manis. Kementerian Agraria dan Tata Ruang RI
menggelontor reward untuk
Banyuwangi berupa satu unit ekskavator senilai Rp 1,8 miliar.
Penyerahan itu secara simbolis diberikan Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono kepada Pj Bupati Banyuwangi Zarkasi
di Jakarta, Minggu (8/11).
Eksavator tersebut sebelumnya telah diserahkan perwakilan Kementerian Agraria dan Tata Ruang RI kepada Kepala Dinas PU Bina Marga, Cipta Karya, dan Tata Ruang Mujiono pada Kamis (5/11). Penyerahan satu unit eksavator itu dilakukan bersama sejumlah dokumen kepemilikan alat berat sebagai aset Pemkab Banyuwangi.
Zarkasi mengatakan mengatakan, penataan ruang sangat penting untuk mewujudkan daerah yang berkembang secara berkelanjutan. Ditambahkannya, penataan ruang yang berkualitas membuat investasi dan pembangunan di daerah dapat berjalan selaras dengan koridor keberlanjutan lingkungan. "Reward ini menjadi semangat bagi kami untuk menjaga komitmen dalam mengendalikan daerah,” kata Zarkasi.
Tahun 2014 lalu Pemkab Banyuwangi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menobatkan Kabupaten Banyuwangi sebagai kabupaten dengan penataan ruang terbaik se-Indonesia. Penilaian penataan ruang terbaik tersebut berdasarkan tiga kriteria penilaian, yaitu perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian tata ruang.
Sementara itu, Mujiono mengatakan satu unit eksavator itu akan menjadi aset Pemkab Banyuwangi. Penggunaan alat berat itu akan menjadi tanggung jawab Dinas PU Bina Marga, Cipta Karya, dan Tata Ruang. "Kita memang butuh eksavator untuk mendukung kelancaran kegiatan proyek pembangunan," kata Mujiono.
Setelah menerima reward eksavator itu, lanjut Mujiono, pihaknya akan memanfaatkan reward itu untuk kegiatan pengawasan dan pengendalian bangunan yang melanggar ketentuan pemanfaatan tata ruang. Selama ini Dinas PU Bina Marga dan Satpol PP tidak bisa berbuat banyak terhadap sejumlah bangunan yang melanggar ketentuan tata ruang. "Eksavator itu sangat membantu kelancaran kegiatan penertiban bangunan yang melanggar ketentuan pemanfaatan tata ruang," katanya.
Banyuwangi menangi lomba pengendalian tata ruang ini karena telah miliki peraturan daerah tentang rencana tata ruang dan rencana tata wilayah (RT/RW). Banyuwangi sendiri telah memiliki peraturan daerah (Perda) No 8 tahun 2012 tentang RT/RW yang berlaku selama 20 tahun.
Selama ini perencanaan tata ruang daerah telah tercantum dalam Perda RT/RW. Perda ini menjadi acuan wajib dalam setiap penerbitan advice planning (AP) oleh Badan Perencanaan Kabupaten (Bappekab) dan izin mendirikan bangunan (IMB) oleh Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT).
Kebijakan tata ruang Banyuwangi juga dinilai unggul karena mampu mengakomodasi kearifan lokal. Contohnya pada kebijakan pembangunan hotel. Desain hotel harus menonjolkan ornamen khas Banyuwangi. Bahan baku bangunan juga harus mengandung unsur material lokal.
Terkait pengendalian, lanjut Mujiono, Banyuwangi juga dianggap mampu membuat terobosan dengan penindakan yang tegas dan terorganisasi. Contohnya, kebijakan bangunan harus mundur 10 meter dari bahu jalan. Pembangunan yang tidak mematuhi aturan itu langsung disegel dan dihentikan operasinya. Begitu juga dengan bangunan tanpa IMB langsung disegel dan diberikan papan peringatan.
“Terjadinya sinergi lintas dinas dalam penegakan perda juga menjadi satu poin lebih bagi Banyuwangi pada penilaian kali ini,” pungkasnya. (Humas Protokol)
Eksavator tersebut sebelumnya telah diserahkan perwakilan Kementerian Agraria dan Tata Ruang RI kepada Kepala Dinas PU Bina Marga, Cipta Karya, dan Tata Ruang Mujiono pada Kamis (5/11). Penyerahan satu unit eksavator itu dilakukan bersama sejumlah dokumen kepemilikan alat berat sebagai aset Pemkab Banyuwangi.
Zarkasi mengatakan mengatakan, penataan ruang sangat penting untuk mewujudkan daerah yang berkembang secara berkelanjutan. Ditambahkannya, penataan ruang yang berkualitas membuat investasi dan pembangunan di daerah dapat berjalan selaras dengan koridor keberlanjutan lingkungan. "Reward ini menjadi semangat bagi kami untuk menjaga komitmen dalam mengendalikan daerah,” kata Zarkasi.
Tahun 2014 lalu Pemkab Banyuwangi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menobatkan Kabupaten Banyuwangi sebagai kabupaten dengan penataan ruang terbaik se-Indonesia. Penilaian penataan ruang terbaik tersebut berdasarkan tiga kriteria penilaian, yaitu perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian tata ruang.
Sementara itu, Mujiono mengatakan satu unit eksavator itu akan menjadi aset Pemkab Banyuwangi. Penggunaan alat berat itu akan menjadi tanggung jawab Dinas PU Bina Marga, Cipta Karya, dan Tata Ruang. "Kita memang butuh eksavator untuk mendukung kelancaran kegiatan proyek pembangunan," kata Mujiono.
Setelah menerima reward eksavator itu, lanjut Mujiono, pihaknya akan memanfaatkan reward itu untuk kegiatan pengawasan dan pengendalian bangunan yang melanggar ketentuan pemanfaatan tata ruang. Selama ini Dinas PU Bina Marga dan Satpol PP tidak bisa berbuat banyak terhadap sejumlah bangunan yang melanggar ketentuan tata ruang. "Eksavator itu sangat membantu kelancaran kegiatan penertiban bangunan yang melanggar ketentuan pemanfaatan tata ruang," katanya.
Banyuwangi menangi lomba pengendalian tata ruang ini karena telah miliki peraturan daerah tentang rencana tata ruang dan rencana tata wilayah (RT/RW). Banyuwangi sendiri telah memiliki peraturan daerah (Perda) No 8 tahun 2012 tentang RT/RW yang berlaku selama 20 tahun.
Selama ini perencanaan tata ruang daerah telah tercantum dalam Perda RT/RW. Perda ini menjadi acuan wajib dalam setiap penerbitan advice planning (AP) oleh Badan Perencanaan Kabupaten (Bappekab) dan izin mendirikan bangunan (IMB) oleh Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT).
Kebijakan tata ruang Banyuwangi juga dinilai unggul karena mampu mengakomodasi kearifan lokal. Contohnya pada kebijakan pembangunan hotel. Desain hotel harus menonjolkan ornamen khas Banyuwangi. Bahan baku bangunan juga harus mengandung unsur material lokal.
Terkait pengendalian, lanjut Mujiono, Banyuwangi juga dianggap mampu membuat terobosan dengan penindakan yang tegas dan terorganisasi. Contohnya, kebijakan bangunan harus mundur 10 meter dari bahu jalan. Pembangunan yang tidak mematuhi aturan itu langsung disegel dan dihentikan operasinya. Begitu juga dengan bangunan tanpa IMB langsung disegel dan diberikan papan peringatan.
“Terjadinya sinergi lintas dinas dalam penegakan perda juga menjadi satu poin lebih bagi Banyuwangi pada penilaian kali ini,” pungkasnya. (Humas Protokol)
Kabupaten Sidoarjo Belajar Kelola Pengaduan Masyarakat ke Banyuwangi
Kondisi pemberitaan Kabupaten Banyuwangi yang dianggap kondusif
menarik perhatian tim Humas Protokol Kabupaten Sidoarjo melakukan studi
ke kabupaten berjuluk The Sunrise of Java ini, Kamis (5/11). Sedikitnya
12 stafnya berkunjung ke Banyuwangi untuk belajar langsung bagaimana
kiat Pemkab Banyuwangi menciptakan kondisi tersebut.
Kepala Bagian Humas Protokol Kabupaten Sidoarjo, Machmudi Alie, menilai sejak empat tahun terakhir ini kondisi Banyuwangi cukup kondusif. Pemberitaan-pemberitaan di berbagai media tampak kompak menyuarakan informasi positif tentang pemerintah daerah. Mulai keberhasilan pelaksanaan program-program daerah hingga berbagai prestasi yang berhasil diraih. Menurutnya, hal tersebut yang membuat nama kabupaten di ujung timur Pulau Jawa ini cukup melejit dan menjadi buah bibir di berbagai daerah.
“Saat ini Banyuwangi sedang naik daun, hampir setiap membaca surat kabar dan menyaksikan berita di TV maupun online selalu ada berita positif tentang Banyuwangi? Kami ingin belajar bagaimana caranya, pemberitaan bisa sekondusif ini,” ujar Kabag Humas Protokol ini.
Selain itu, rombongan ini juga ingin belajar bagaimana cara Banyuwangi mengelola berbagai pengaduan dari masyarakat. Serta sharing tentang telecenter yang ada di Kabupaten Banyuwangi. “Di tempat kami hanya ada satu telecenter, kami ingin tahu hingga kini di Banyuwangi sudah ada berapa, kok kemajuannya bisa sepesat ini?,” imbuh Kabag Humas Protokol.
Sementara itu, Kabag Humas & Protokol Kabupaten Banyuwangi, Djuang Pribadi, didampingi Kasi Pengolahan Data Elektronik Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Joni Priyanto dan Kasubag Kelembagaan dan Kinerja Bagian Organisasi Setda Banyuwangi, Sumadi, menyambut hangat kunjungan tersebut.
Terkait pemberitaan yang kondusif, Djuang membeberkan, Banyuwangi menerapkan pelayanan informasi satu pintu. Artinya, semua pemberitaan tentang pemda yang dipublish melalui berbagai media, sumber informasinya hanya satu yakni langsung dari tim Humas pemkab. Sebelum di share, informasi tersebut sudah diverifikasi terlebih dahulu, sehingga informasinya tepat dan seragam.
Selain itu, agar informasi cepat menyebar di berbagai daerah, Banyuwangi mewadahi sejumlah media lokal dan nasional yang kompeten dan memiliki reputasi baik. Di setiap event yang digelar pemkab, tim Humas Banyuwangi men-share press rilis kegiatan tersebut. Tujuannya untuk menyeragamkan berita. Sehingga tidak terjadi perbedaan persepsi antara media satu dengan lainnya.
Selanjutnya, untuk pengelolaan berbagai pengaduan masyarakat, lanjut Djuang, Banyuwangi telah membuat layanan pengaduan melalui SMS center dan website khusus. Selain itu, juga melalui media sosial seperti facebook dan twitter. Semua pengaduan dari masyarakat dikoordinir oleh Bagian Organisasi di Setda Banyuwangi. Selanjutnya, didistribusikan kepada SKPD yang terkait untuk menjawabnya maksimal 2x24 jam. Caranya, Bagian Organisasi akan mengirimkan pemberitahuan melalui telpon seluler kepada kepala / petugas SKPD terkait.
“Kalau ada pengaduan tentang pengurusan KTP, bukan bagian organisasi yang akan menjawab. Tapi, pengaduannya akan diteruskan ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil agar segera di jawab,” kata Djuang.
Sedangkan mengenai telecentre, sama halnya di Sidoarjo, Banyuwangi pun hanya memiliki satu telecentre yang dihibahkan di Desa Sumberasri Kecamatan Purwoharjo dan benar-benar dimanfaatkan oleh masyarakat. Telecentre ini untuk memberdayakan dan mengedukasi masyarakat setempat agar melek IT. Karena masyarakat di daerah itu dianggap masih banyak yang belum mengenal IT dan letaknya yang jauh dari perkotaan membuat masyarakatnya kurang informasi. “Saat ini, seluruh kegiatan di SKPD, kecamatan hingga kelurahan sudah terkoneksi dengan internet. Sehingga, tidak hanya aparatnya yang harus paham IT, masyarakatnya juga harus bisa,” imbuh Djuang. (Humas & Protokol)
Kepala Bagian Humas Protokol Kabupaten Sidoarjo, Machmudi Alie, menilai sejak empat tahun terakhir ini kondisi Banyuwangi cukup kondusif. Pemberitaan-pemberitaan di berbagai media tampak kompak menyuarakan informasi positif tentang pemerintah daerah. Mulai keberhasilan pelaksanaan program-program daerah hingga berbagai prestasi yang berhasil diraih. Menurutnya, hal tersebut yang membuat nama kabupaten di ujung timur Pulau Jawa ini cukup melejit dan menjadi buah bibir di berbagai daerah.
“Saat ini Banyuwangi sedang naik daun, hampir setiap membaca surat kabar dan menyaksikan berita di TV maupun online selalu ada berita positif tentang Banyuwangi? Kami ingin belajar bagaimana caranya, pemberitaan bisa sekondusif ini,” ujar Kabag Humas Protokol ini.
Selain itu, rombongan ini juga ingin belajar bagaimana cara Banyuwangi mengelola berbagai pengaduan dari masyarakat. Serta sharing tentang telecenter yang ada di Kabupaten Banyuwangi. “Di tempat kami hanya ada satu telecenter, kami ingin tahu hingga kini di Banyuwangi sudah ada berapa, kok kemajuannya bisa sepesat ini?,” imbuh Kabag Humas Protokol.
Sementara itu, Kabag Humas & Protokol Kabupaten Banyuwangi, Djuang Pribadi, didampingi Kasi Pengolahan Data Elektronik Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Joni Priyanto dan Kasubag Kelembagaan dan Kinerja Bagian Organisasi Setda Banyuwangi, Sumadi, menyambut hangat kunjungan tersebut.
Terkait pemberitaan yang kondusif, Djuang membeberkan, Banyuwangi menerapkan pelayanan informasi satu pintu. Artinya, semua pemberitaan tentang pemda yang dipublish melalui berbagai media, sumber informasinya hanya satu yakni langsung dari tim Humas pemkab. Sebelum di share, informasi tersebut sudah diverifikasi terlebih dahulu, sehingga informasinya tepat dan seragam.
Selain itu, agar informasi cepat menyebar di berbagai daerah, Banyuwangi mewadahi sejumlah media lokal dan nasional yang kompeten dan memiliki reputasi baik. Di setiap event yang digelar pemkab, tim Humas Banyuwangi men-share press rilis kegiatan tersebut. Tujuannya untuk menyeragamkan berita. Sehingga tidak terjadi perbedaan persepsi antara media satu dengan lainnya.
Selanjutnya, untuk pengelolaan berbagai pengaduan masyarakat, lanjut Djuang, Banyuwangi telah membuat layanan pengaduan melalui SMS center dan website khusus. Selain itu, juga melalui media sosial seperti facebook dan twitter. Semua pengaduan dari masyarakat dikoordinir oleh Bagian Organisasi di Setda Banyuwangi. Selanjutnya, didistribusikan kepada SKPD yang terkait untuk menjawabnya maksimal 2x24 jam. Caranya, Bagian Organisasi akan mengirimkan pemberitahuan melalui telpon seluler kepada kepala / petugas SKPD terkait.
“Kalau ada pengaduan tentang pengurusan KTP, bukan bagian organisasi yang akan menjawab. Tapi, pengaduannya akan diteruskan ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil agar segera di jawab,” kata Djuang.
Sedangkan mengenai telecentre, sama halnya di Sidoarjo, Banyuwangi pun hanya memiliki satu telecentre yang dihibahkan di Desa Sumberasri Kecamatan Purwoharjo dan benar-benar dimanfaatkan oleh masyarakat. Telecentre ini untuk memberdayakan dan mengedukasi masyarakat setempat agar melek IT. Karena masyarakat di daerah itu dianggap masih banyak yang belum mengenal IT dan letaknya yang jauh dari perkotaan membuat masyarakatnya kurang informasi. “Saat ini, seluruh kegiatan di SKPD, kecamatan hingga kelurahan sudah terkoneksi dengan internet. Sehingga, tidak hanya aparatnya yang harus paham IT, masyarakatnya juga harus bisa,” imbuh Djuang. (Humas & Protokol)
Awal November Ini Banyuwangi Diperkirakan Masuk Musim Hujan
Musim hujan di Banyuwangi
diperkirakan akan dimulai pada awal bulan November 2015. Ini disampaikan
oleh perwakilan Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG)
Banyuwangi, saat rapat koordinasi antisipasi bencana kekeringan yang
berpotensi kebakaran hutan dan kebun di aula Rupatama Kantor Polisi
Resort Banyuwangi, Jumat (6/11).
Prakirawan BMKG Banyuwangi, I GedeAgus Purbawa mengatakan musim hujan di Banyuwangi paling awal diperkirakan akan dimulai pada akhir Oktober dasarian III – November dasarian II. Dasarian merupakan perhitungan satuan waktu metereologi, yang lamanya adalah sepuluh hari. Dasarian I dimulai sejak tanggal 1-10, dasarian II tanggal 11-20 dan dasarian III tanggal 21-30.
“Menurut perkiraan, musim hujan di Banyuwangi akan dimulai antara tanggal 21 Oktober – 20 November dengan sifat hujan bawah normal yaitu curah hujan kurang dari 85 persen terhadap rata-ratanya,” kata Gede.
Daerah yang diperkirakan paling awal menerima hujan, kata Gede adalah wilayah Banyuwangi bagian barat dan tengah seperti Kecamatan Singojuruh, Tegalsari, Genteng, Gambiran, Glenmore dan Kalibaru.
Sedangkan untuk sebagian Banyuwangi bagian utara seperti Kecamatan Wongsorejo musim hujan dimulai pada November III – Desember II atau tanggal 21 November – 20 Desember.
Sedangkan sebagian wilayah utara lainnya seperti Kota Banyuwangi, Rogojampi, Kabat dan beberapa wilayah Banyuwangi selatan seperti Kecamatan Muncar, Purwoharjo, Tegaldlimo, Bangorejo, musim hujan baru akan dimulai pada Desember I – Desember III atau antara tanggal 1-30 November.”Dengan Sifat hujan yang akan berlangsung normal sampai atas normal,” cetus Gede.
Perkiraan cuaca tersebut, kata Gede merupakan rilis resmi dari BMKG pusat. Juga sudah diseminarkan secara nasional bersama dengan perkiraan cuaca di seluruh wilayah Indonesia. “BMKG Banyuwangi hanya memutakhirkan informasi cuaca terkini saja apakah ada perubahan atau tidak,” terang Gede.
Gede juga mengatakan terkait musim kemarau yang berlangsung di Banyuwangi normalnya di beberapa wilayah sudah selesai pada bulan September meskipun ada juga yang berlangsung sampai akhir Desember. Namun, karena terjadi fenomena el nino kuat maka musim kemarau sampai sekarang masih dirasakan secara merata di Banyuwangi.
“El nino kuat menyebabkan potensi kekeringan lebih tinggi. Salah satu dampaknya, awal musim hujan di sebagian besar Indonesia bisa mundur ke November atau Desember,” imbuh Gede.
Sementara itu dalam rakor tersebut Kepala BPBD Kusiyadi memaparkan di Banyuwangi sendiri daerah yang dilanda kekeringan selama musim kemarau ini terdiri dari 9 Kecamatan dengan 28 desa/kelurahan. Diantaranya Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, Muncar dan Purwoharjo. Untuk mengatasi hal ini, BPBD menyalurkan bantuan air bersih kepada warga terdampak kekeringan.
“Pemkab telah melakukan distribusi air bersih ke 28 desa/kelurahan terdampak kekeringan yang dimulai sejak 29 Juli 2015. Sampai sekarang air yang didistribusikan sebanyak 672 rit,” ujar Kusiyadi. (Humas Protokol)
Prakirawan BMKG Banyuwangi, I GedeAgus Purbawa mengatakan musim hujan di Banyuwangi paling awal diperkirakan akan dimulai pada akhir Oktober dasarian III – November dasarian II. Dasarian merupakan perhitungan satuan waktu metereologi, yang lamanya adalah sepuluh hari. Dasarian I dimulai sejak tanggal 1-10, dasarian II tanggal 11-20 dan dasarian III tanggal 21-30.
“Menurut perkiraan, musim hujan di Banyuwangi akan dimulai antara tanggal 21 Oktober – 20 November dengan sifat hujan bawah normal yaitu curah hujan kurang dari 85 persen terhadap rata-ratanya,” kata Gede.
Daerah yang diperkirakan paling awal menerima hujan, kata Gede adalah wilayah Banyuwangi bagian barat dan tengah seperti Kecamatan Singojuruh, Tegalsari, Genteng, Gambiran, Glenmore dan Kalibaru.
Sedangkan untuk sebagian Banyuwangi bagian utara seperti Kecamatan Wongsorejo musim hujan dimulai pada November III – Desember II atau tanggal 21 November – 20 Desember.
Sedangkan sebagian wilayah utara lainnya seperti Kota Banyuwangi, Rogojampi, Kabat dan beberapa wilayah Banyuwangi selatan seperti Kecamatan Muncar, Purwoharjo, Tegaldlimo, Bangorejo, musim hujan baru akan dimulai pada Desember I – Desember III atau antara tanggal 1-30 November.”Dengan Sifat hujan yang akan berlangsung normal sampai atas normal,” cetus Gede.
Perkiraan cuaca tersebut, kata Gede merupakan rilis resmi dari BMKG pusat. Juga sudah diseminarkan secara nasional bersama dengan perkiraan cuaca di seluruh wilayah Indonesia. “BMKG Banyuwangi hanya memutakhirkan informasi cuaca terkini saja apakah ada perubahan atau tidak,” terang Gede.
Gede juga mengatakan terkait musim kemarau yang berlangsung di Banyuwangi normalnya di beberapa wilayah sudah selesai pada bulan September meskipun ada juga yang berlangsung sampai akhir Desember. Namun, karena terjadi fenomena el nino kuat maka musim kemarau sampai sekarang masih dirasakan secara merata di Banyuwangi.
“El nino kuat menyebabkan potensi kekeringan lebih tinggi. Salah satu dampaknya, awal musim hujan di sebagian besar Indonesia bisa mundur ke November atau Desember,” imbuh Gede.
Sementara itu dalam rakor tersebut Kepala BPBD Kusiyadi memaparkan di Banyuwangi sendiri daerah yang dilanda kekeringan selama musim kemarau ini terdiri dari 9 Kecamatan dengan 28 desa/kelurahan. Diantaranya Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, Muncar dan Purwoharjo. Untuk mengatasi hal ini, BPBD menyalurkan bantuan air bersih kepada warga terdampak kekeringan.
“Pemkab telah melakukan distribusi air bersih ke 28 desa/kelurahan terdampak kekeringan yang dimulai sejak 29 Juli 2015. Sampai sekarang air yang didistribusikan sebanyak 672 rit,” ujar Kusiyadi. (Humas Protokol)
Lindungi Generasi Muda, Banyuwangi Sahkan Perda Minuman Beralkohol
Kabupaten Banyuwangi memberi
perhatian serius untuk melindungi generasi mudanya dari dampak negatif
minuman beralkohol. Ini nampak dari disahkannya Raperda Pengawasan,
Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, pada Kamis (5/11) di Gedung DPRD Banyuwangi.
Ketua Panitia Khusus DPRD yang membidangi pembahasan Raperda Pengawasan, Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol (minol) Handoko, mengatakan berdasar hasil pantauan tim Pansus, peredaran minuman beralkohol khususnya Golongan A di Banyuwangi cukup tinggi. Untuk salah satu merk saja dalam satu bulan jumlahnya bisa mencapai 50 ribu botol. “Karena itu butuh keseriusan dari kita bersama dalam pengendalian peredaran minol ini,” kata Handoko.
Untuk mengantisipasi hal ini, lanjut Handoko salah satu klausul pasal yang termaktub dalam Raperda tersebut mengatur tentang larangan bagi setiap orang untuk menjual minuman beralkohol baik golongan A, B atau C kecuali kepada warga negara asing atau warga negara Indonesia yang telah berusia 21 tahun. “Caranya dibuktikan dengan kartu tanda penduduk (KTP) atau pasport,” ujar politikus dari Partai Demokrat ini.
Dalam Perda tersebut selain mengatur peredaran minol golongan A,B dan C, juga ditambahkan klausul minol yang diolah secara tradisional. seperti arak, tuak dan atau sebutan lainnya yang diproduksi secara tradisional maupun minuman oplosan. “ Jenis ini disinyalir banyak beredar di Banyuwangi dan korban yang ditimbulkan akibat minuman oplosan ini sangat mengkhawatirkan generasi bangsa yang akan datang,” kata Handoko.
Selain itu Raperda juga memperketat masalah perizinan penjualan minol. Seperti wajibnya setiap penjual langsung atau pengecer yang memperdagangkan minol memiliki surat izin usaha perdagangan minuman beralkohol (SIUP-MB). Sedangkan untuk hotel dan restoran wajib memiliki surat izin tetap usaha hotel dan restaoran, SIUP, serta SIUP MB jika ingin menjual minol kelas A,B dan C.
Handoko melanjutkan, meskipun dalam Raperda juga mengakomodir perubahan peraturan menteri perdagangan yang membolehkan supermarket dan hypermarket menjual minol golongan A. Namun daerah memperketat aturan ini dengan menambahkan ketentuan supermarket dan hypermarket itu harus menempatkan minuman beralkohol pada tempat khusus atau tersendiri dan tidak bersamaan dengan produk lain. “Minol juga ditempatkan pada tempat barang/rak yang tertutup pintu kaca transparan dan terkunci serta harus menyediakan petugas khusus,” cetusnya.
Dalam hal pengendalian dan pengawasan minol pansus memasukkan klausul dimana Bupati diberikan kewenangan membentuk tim terpadu dengan melibatkan aparat kepolisian sesuai peraturan perundang-undangan. Sedangkan terkait sanksi pansus sepakat bahwa setiap pelangaran terhadap perda akan dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha industri, siup, dan siup mb-nya. Serta pidana pelanggaran dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
“Karena itu kami berharap agar penegak perda yang dalam hal ini Satpol pp, skpd yang menangani yakni disperindagtam, dan aparat kepolisian untuk lebih serius menangani pelanggaran dalam penegakan perda ini,” pinta Handoko di akhir pidatonya.
Sementara itu Pejabat Bupati Banyuwangi, Zarkasi menyampaikan apresiasinya kepada anggota DPRD yang telah bekerja keras membahas hingga akirnya mengesahkan Raperda Pengawasan, Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol. Zarkasi berharap dengan perda ini generasi muda bisa terlindungi dari peredaran minol yang tidak terkendali. “ Untuk menindak lanjuti Perda ini nanti akan disusul dengan peraturan bupati agar Perda bisa segera diterapkan,” ujar Zarkasi.
Sebagi informasi, dalam sidang Peripurna tersebut selain mengesahkan Raperda Pengawasan, Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol juga disahkan dua raperda lainnya yakni Raperda tentang pedoman tata cara pembentukan dan pengelolaan badan usaha milik desa dan raperda rancangan peraturan daerah tentang perizinan pelayanan kesehatan. (Humas Protokol)
Ketua Panitia Khusus DPRD yang membidangi pembahasan Raperda Pengawasan, Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol (minol) Handoko, mengatakan berdasar hasil pantauan tim Pansus, peredaran minuman beralkohol khususnya Golongan A di Banyuwangi cukup tinggi. Untuk salah satu merk saja dalam satu bulan jumlahnya bisa mencapai 50 ribu botol. “Karena itu butuh keseriusan dari kita bersama dalam pengendalian peredaran minol ini,” kata Handoko.
Untuk mengantisipasi hal ini, lanjut Handoko salah satu klausul pasal yang termaktub dalam Raperda tersebut mengatur tentang larangan bagi setiap orang untuk menjual minuman beralkohol baik golongan A, B atau C kecuali kepada warga negara asing atau warga negara Indonesia yang telah berusia 21 tahun. “Caranya dibuktikan dengan kartu tanda penduduk (KTP) atau pasport,” ujar politikus dari Partai Demokrat ini.
Dalam Perda tersebut selain mengatur peredaran minol golongan A,B dan C, juga ditambahkan klausul minol yang diolah secara tradisional. seperti arak, tuak dan atau sebutan lainnya yang diproduksi secara tradisional maupun minuman oplosan. “ Jenis ini disinyalir banyak beredar di Banyuwangi dan korban yang ditimbulkan akibat minuman oplosan ini sangat mengkhawatirkan generasi bangsa yang akan datang,” kata Handoko.
Selain itu Raperda juga memperketat masalah perizinan penjualan minol. Seperti wajibnya setiap penjual langsung atau pengecer yang memperdagangkan minol memiliki surat izin usaha perdagangan minuman beralkohol (SIUP-MB). Sedangkan untuk hotel dan restoran wajib memiliki surat izin tetap usaha hotel dan restaoran, SIUP, serta SIUP MB jika ingin menjual minol kelas A,B dan C.
Handoko melanjutkan, meskipun dalam Raperda juga mengakomodir perubahan peraturan menteri perdagangan yang membolehkan supermarket dan hypermarket menjual minol golongan A. Namun daerah memperketat aturan ini dengan menambahkan ketentuan supermarket dan hypermarket itu harus menempatkan minuman beralkohol pada tempat khusus atau tersendiri dan tidak bersamaan dengan produk lain. “Minol juga ditempatkan pada tempat barang/rak yang tertutup pintu kaca transparan dan terkunci serta harus menyediakan petugas khusus,” cetusnya.
Dalam hal pengendalian dan pengawasan minol pansus memasukkan klausul dimana Bupati diberikan kewenangan membentuk tim terpadu dengan melibatkan aparat kepolisian sesuai peraturan perundang-undangan. Sedangkan terkait sanksi pansus sepakat bahwa setiap pelangaran terhadap perda akan dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha industri, siup, dan siup mb-nya. Serta pidana pelanggaran dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
“Karena itu kami berharap agar penegak perda yang dalam hal ini Satpol pp, skpd yang menangani yakni disperindagtam, dan aparat kepolisian untuk lebih serius menangani pelanggaran dalam penegakan perda ini,” pinta Handoko di akhir pidatonya.
Sementara itu Pejabat Bupati Banyuwangi, Zarkasi menyampaikan apresiasinya kepada anggota DPRD yang telah bekerja keras membahas hingga akirnya mengesahkan Raperda Pengawasan, Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol. Zarkasi berharap dengan perda ini generasi muda bisa terlindungi dari peredaran minol yang tidak terkendali. “ Untuk menindak lanjuti Perda ini nanti akan disusul dengan peraturan bupati agar Perda bisa segera diterapkan,” ujar Zarkasi.
Sebagi informasi, dalam sidang Peripurna tersebut selain mengesahkan Raperda Pengawasan, Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol juga disahkan dua raperda lainnya yakni Raperda tentang pedoman tata cara pembentukan dan pengelolaan badan usaha milik desa dan raperda rancangan peraturan daerah tentang perizinan pelayanan kesehatan. (Humas Protokol)
Langganan:
Postingan (Atom)