Banyuwangi kaya akan adat istiadat, seni budaya dan destinasi
pariwisata. Banyuwangi bahkan punya beberapa desa dengan potensinya yang
komplet, tiga diantaranya Desa Kemiren di Kecamatan Glagah, Desa
Gintangan, Rogojampi dan Pulau Merah, Pesanggaran. Kini muncul lagi
sebuah kampung wisata baru dengan konsep yang tak kalah lengkap. Kampong
Wisata Temenggungan (KAWITAN), yakni sebuah kampung di tengah Kota
Banyuwangi yang punya berbagai potensi. Mulai dari potensi wisata
sejarah dan heritage (cagar budaya), potensi wisata spiritual, seni
budaya, hingga kuliner.
Kini Kampung Temenggungan mulai diperkenalkan secara
luas. Warga Kampung Temenggungan disupport aparat desa, CSR perbankan
dan para pemerhati serta pelaku seni menggelar Festival Kampong
Temenggungan. Digelar selama dua hari berturut-turut, Sabtu -Minggu (16 -
17/1), Festival Kampong Temenggungan ini diisi dengan berbagai kesenian
menarik. Antara lain musik tradisional, musik kontemporer, world music,
performance art, pentas sastra, diskusi budaya, pasar kuliner, dan
pameran foto, lukisan serta batik.
Pengisi acaranya pun tak main-main. Sejumlah seniman
asing turut ambil bagian. Seperti Gilles Saissi (Prancis), Sarka
Bartuskova (Republik Ceko), Matilda Minibrook (fire dancer dari
Australia), Lucas (Lithuania), Marios Manelou (Cyprus), Isis Wolf-Light
(Inggris) dan Tengsou Tjahjono (Korea). Sementara seniman lokal
Indonesia juga tak mau kalah. Ada Tebo Aumbara (Denpasar), Putut Prabu
-Tabubu Etnik (Yogyakarta), Miyoshi Masato (Ubud), Rindhing Unen-unen
(Tuban), Redy Eko Prastyo ( Malang), dan beberapa seniman lainnya asal
Bandung, NTT, Kalimantan Timur, Solo dan Situbondo. Di samping kesenian
asli Banyuwangi yang juga ditampilkan seperti musik patrol, kuntulan dan
pencak silat.
Uniknya, para pengisi acara ini datang ke Temenggungan
atas biaya pribadi, dan mereka tidak dibayar. Mereka yang rela tampil
dengan sukarela tersebut tergabung dalam Jaringan Festival Kampung
Nusantara, sebuah jaringan yang berbasis seniman-seniman kampung yang
mempunyai motivasi bagaimana kampung-kampung di pelosok nusantara punya
pertahanan budaya, mau mengembangkan seni dan budaya asli kampungnya,
dan bisa saling support antar kampung.
"Ini adalah sarana berlatih bagi warga kampung untuk
mempersiapkan diri menerima, memfasilitasi dan melayani tamu-tamu,
sekaligus sarana berlatih untuk mempersiapkan event sederhana namun
berdampak luas," kata Lurah Temenggungan, Suko Priyanto.
Dijelaskan oleh Suko Priyanto, kampung Temenggungan ini dulunya
merupakan kampung pertama yang dibangun saat dipindahkannya pusat
pemerintahan Kadipaten Blambangan dari Ulupampang, Muncar ke daerah
hutan Tirtaganda, yang saat ini menjadi wilayah kota Banyuwangi, pada
era Bupati Mas Alit tahun 1774. Pendopo kabupaten Banyuwangi dulunya
merupakan keraton Kadipaten Blambangan. Dan kampung Temenggungan
merupakan area pendukung sebagai tempat bermukim bagi para pejabat
pemerintahan maupun pengurus rumah tangga pendopo kabupaten.
Potensi wisata spiritual di Temenggungan berupa sumur Sri Tanjung
yang dipercaya menjadi cikal bakal munculnya nama Banyuwangi. Potensi
seni budaya yang ada seperti pusat kerajinan batik bermotif Gajah Oling
juga menjadi ciri khas, di samping kesenian tradisional seperti gamelan,
barong Osing, kuntulan, musik patrol dan lain-lain. Sedangkan potensi
kulinernya berupa rujak soto, pecel rawon, nasi cawuk, jajanan pasar,
dan lain-lain.
Kampung wisata atau desa wisata adalah sebuah
kawasan kampung yang memiliki karakteristik khusus yang menarik untuk
menjadi tujuan wisata. Pariwisata berbasis pengelolaan oleh masyarakat
desa akan membuat masyarakat menjadi pelaku aktif pariwisata dan tak
hanya menjadi penonton saat pariwisata di suatu daerah berkembang.
Biasanya ketika sebuah daerah mulai berkembang menjadi destinasi wisata
yang ramai dikunjungi wisatawan, maka banyak pelaku bisnis yang berminat
untuk berinvestasi di daerah tersebut.
Dengan diterapkannya pariwisata berbasis pengelolaan oleh masyarakat
kampung, keuntungan yang didapat bisa dinikmati langsung oleh masyarakat
lokal. Contohnya, akan ada banyak homestay yang dikelola masyarakat.
Akan banyak wisatawan yang menginap di kampung tersebut. Akan banyak
wisatawan yang membelanjakan uangnya untuk membeli kebutuhan seperti
makanan, peralatan mandi, sewa mobil atau sepeda motor, laundry maupun
souvenir. Jika itu semua bisa disediakan oleh warga kampung, maka
perekonomian akan berputar dengan pesat di kampung itu sendiri dan
hasilnya bisa dinikmati langsung oleh warga. (Humas & Protokol)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar