Badan Pariwisata Perserikatan Bangsa-Bangsa (The United Nations World
Tourism Organization/UNWTO) memberikan penghargaan kepada Kabupaten
Banyuwangi, Jawa Timur, dalam 12th UNWTO Awards Forum di Madrid,
Spanyol, Rabu malam (20/1/2016) waktu setempat.
Banyuwangi menyabet
UNWTO Awards for Excellence and Innovation in Tourism untuk kategori
”Inovasi Kebijakan Publik dan Tata Kelola” dengan mengalahkan nominator
lainnya dari Kolombia, Kenya, dan Puerto Rico.
Selain Banyuwangi, juara lainnya datang dari Lithuania untuk kategori
”Inovasi Dunia Usaha”, Nepal untuk ”Inovasi Organisasi Non-Pemerintah”,
dan Brazil untuk kategori ”Inovasi Riset dan Teknologi Pariwisata”.
Para juara itu menyisihkan 109 program lainnya dari negara-negara
anggota UNWTO di seluruh dunia.
”Penghargaan ini sangat berarti, bukan hanya bagi Banyuwangi, tapi
juga bagi Indonesia. Apalagi setelah adanya aksi terorisme belum lama
ini. Kita bersama-sama menjaga pariwisata Indonesia di mata dunia,” kata
Sekretaris Daerah Banyuwangi Slamet Kariyono saat dihubungi.
Slamet menjelaskan, dalam lima tahun terakhir, sektor pariwisata di
Banyuwangi memang terus menggeliat. Kunjungan wisatawan nusantara
melonjak 161 persen dari 651.500 orang (2010) menjadi 1.701.230 orang
(2015). Adapun wisatawan mancanegara meningkat 210% dari kisaran 13.200
(2010) menjadi 41.000 (2015). Data wisatawan ini diverifikasi dari hotel
dan pengelola destinasi wisata.
Geliat bisnis dan pariwisata juga ditunjukkan lewat lonjakan jumlah
penumpang di Bandara Blimbingsari Banyuwangi yang mencapai 1.308 persen
dari hanya 7.826 penumpang (2011) menjadi 110.234 penumpang (2015).
Pariwisata juga ikut menggerakkan ekonomi warga. Pendapatan per kapita
Banyuwangi menurut Badan Pusat Statistik (BPS) melonjak 62 persen dari
Rp20,8 juta (2010) menjadi Rp33,6 juta per kapita per tahun (2014).
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwsisata MY Bramuda menambahkan,
Banyuwangi mendapat penghargaan UNWTO karena pemerintah daerah dinilai
berhasil menggerakkan pariwisata. Pemkab Banyuwangi menjalankan empat
strategi kunci pariwisata. Pertama, menjadikan daerah sebagai
”produk” yang mesti dipasarkan potensi wisatanya. ”Birokrasi tidak hanya
menjadi pelayan publik dalam keseharian, tapi juga bersama-sama stakeholder yang lain ikut mempromosikan wisata,” kata Bramuda.
Kedua, memilih strategi pemasaran yang tepat. Banyuwangi menawarkan adventure dan experience yang berbeda dengan daerah lain. Adventure untuk wisata alam. Adapun experience untuk wisata budaya dan wisata event
lewat Banyuwangi Festival. Ada tiga segmentasi wisatawan yang dibidik,
yaitu kaum perempuan, anak muda, dan pengguna internet (netizen). Tiga
segmen konsumen itu punya pasar yang sangat besar. Jumlah perempuan di
Indonesia ada 120 juta jiwa. Jumlah anak muda (16-30 tahun) hingga 62
juta jiwa. Pengguna internet 82 juta. Ketiga segmen pasar tersebut
saling beririsan. Namun, ketiganya tetap memerlukan pendekatan pemasaran
yang spesifik.
”Karena itu, dalam Banyuwangi Festival setiap tahun ada acara yang
sesuai segmentasi wisatawan. Ada festival musik jazz, batik, olahraga,
dan sebagainya, yang mendekati masing-masing segmen secara spesifik,”
kata Bramuda.
Ketiga, inovasi berkelanjutan, seperti membuat ikon dan
destinasi baru, di antaranya pembangunan bandara berkonsep hijau yang
tahun ini tuntas, pengembangan Grand Watudodol dan rumah apung di
kawasan Bangsring, sinergi dengan BUMN membangun dermaga kapal pesiar di
Pantai Boom, dan sebagainya. Inovasi juga dilakukan dengan pemasaran
menggunakan aplikasi di smartphone.
Keempat, pengelolaan pariwisata event (event tourism)
lewat Banyuwangi Festival yang memperkenalkan potensi lokal kepada
publik luar sekaligus menarik kunjungan wisatawan. ”Banyuwangi Festival
digelar sejak 2012. Ini ajang festival berbasis wisata alam, budaya, dan
olahraga yang berlangsung setahun penuh. Dalam setahun ada sekitar 35 event wisata,” kata Bramuda. (Humas Protokol)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar