Masuk sebagai salah satu nominator pelayanan publik
terbaik nasional, program arisan jamban di Desa Kaliploso, Kecamatan
Cluring, Banyuwangi langsung dikunjungi tim panel Inovasi Pelayanan
Publik
VIDEO = https://www.youtube.com/watch?v=1W1h_mBF3fs
Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(Kemenpan RB), Sabtu (19/3).
Dalam kunjungan ini, tim panelis dipimpin Deputi Pelayanan Publik
Kemenpan RB Mirawati Sudjono. Panelis yang turut hadir di antarnya
mantan Wakil Menpan RB 2011 - 2013 Prof Dr Eko Prasojo dan peneliti
senior LIPI Prof Dr Siti Zuhro.
Setiba di lokasi, para tim panel langsung mendengarkan cerita para
warga bagaimana program dengan akronim Pujasera - Pergunakan Jamban
Sehat, Rakyat Aman (Pujasera) ini berjalan. Dituturkan Kepala Puskesmas
Tampo, Kec Cluring, Tatik Setiyaningsih Mkes, program arisan jamban yang
dimulai tahun 2014 ini berawal dari rendahnya kepemilikan jamban di
Cluring. Di satu sisi, kata Tatik, puskesmas dituntut bisa mewujudkan
gerakan bebas buang air besar (BAB) di sembarang tempat alias Open
Defecation Free/ODF.
"Saat itu, di empat desa terdapat 8.045 KK. Penduduk yang memiliki
jamban hanya 1.034 KK. Maka kami pun mulai kampanye ODF secara masif
dengan melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan Satgas ODF yang
jumlahnya 50 orang. Ternyata kampanye saja tidak cukup, perlu ada aksi
nyata," ujar Tatik.
Maka, puskesmas bersama kader Pujasera membuat gerakan membongkar
jamban di sungai. Mereka langsung menancapkan pengumuman berisikan
ajakan menggunakan jamban sehat di tempat-tempat yang biasanya orang
buang air besar sembarangan. "Warga juga diberi edukasi bahwa BAB di
sungai tidak baik bagi kesehatan," ujarnya.
Selanjutnya, memberikan pinjaman dengan bunga lunak bermitra dengan
program lain dari pemerintah yang melibatkan penyedia bahan bangunan. Di
dusun setempat juga dibentuk "Arisan Jamban" yang diikuti warga kurang
mampu. Setiap bulan, arisan diundi.
"Dari arisan ini setiap bulan terbangun rata-rata 288 jamban. Setelah
itu, warga dan kader Pujasera bersama-sama membangunkan jamban untuk
warga kurang mampu tersebut. Juga ada intervensi pemerintah dalam bentuk
bantuan untuk melengkapinya," jelas Tatiek.
Hasilnya, kata Tatiek, di wilayah Puskesmas Tampo terwujud 2 desa ODF
dari empat desa. Kepemilikan jamban kini sudah menjadi 5.025 keluarga
atau meningkat 386 persen. "Tahun ini juga empat desa di Puskesmas Tampo
bisa ODF semuanya. Semua keluarga akan memiliki jamban pribadi," kata
alumnus Magister Manajemen Kesehatan Universitas Brawijaya itu.
Selain itu, angka kesakitan yang disebabkan penyakit lingkungan buruk
semakin menurun. Dari 35 persen (2013) menjadi 18 persen (2015), diare
dari 28,2 persen menjadi 12 persen. Lalu Typoid dari 8,7 persen menjadi
38 persen, DHF dari 0,25 persen menjadi 0,10 persen, Influenza dari 10,3
persen menjadi 8,5 persen.
Mendengar paparan dari Kepala Puskesmas Tampo tersebut, ini, para
panelis langsung memberikan apresiasi yang tinggi kepada warga
Kaliploso. Deputi Pelayanan Publik Kemenpan RB Mirawati Sudjono
mengatakan inovasi yang dibuat Banyuwangi ini sangat bagus.
“Inovasi ini memang istimewa. Idenya tidak dari atas tetapi dari
bawah dan melibatkan banyak pihak, mulai masyarakat, aparat desa,
instansi lainnya ikut andil dalam gerakan ini. Istimewanya lagi, program
ini sangat applicable, bisa dicontoh daerah lain," ujar Mirawati.
Sementara itu, Eko Prasodjo menyatakan optimismenya bahwa program ini
bisa lolos di uji layanan publik. Alasannya, kata dia, inovasi ini
mempunyai dampak yang luar biasa terhadap indikator kesehatan. Lalu,
adanya rasa kepemilikan masyarakat, program ini dianggap sebagai
kebutuhan oleh masyarakat.
Selain itu, lanjut dia, dalam merombak mindset masyarakat sosialisasi
program ini diselaraskan budaya masyarakat. Yang keempat, program ini
sangat bisa direplika di seluruh wilayah di Banyuwangi.
"Banyuwangi ini banyak punya inovasi publik seperti program Lahir
Procot Pulang Bawa Akta. Setiap inovasi yang diluncurkan selalu ada
tujuan jangka panjangnya. Saran saya, sustainability seperti in harus
tetap dijaga," ujar Eko yang juga sebagai staf pengajar di Universitas
Indonesia.
Sementara itu, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menambahkan, di
Banyuwangi, pihaknya mewajibkan setiap 45 unit Puskesmas yang ada untuk
membuat inovasi berdasarkan karakteristik permasalahan yang ada. Begitu
berhasil, inovasi itu direplikasi ke daerah Puskesmas lainnya. Sejumlah
inovasi lain di antaranya program Air Limun (Apresiasi Ibu Cerdas Peduli
Imunisasi) dan Sakti (Stop Agka Kematian Ibu dan Bayi).
Hasilnya, angka kematian bayi per 1.000 kelahiran berhasil dari 9,31
(2012) menjadi 6 (2014), berhasil melampaui target MDGs untuk Banyuwangi
yang sebesar 23. Adapun angka kematian Ibu juga menurun drastis dari
142 menjadi 93, berhasil melampaui target MDGs sebesar 102.
Selain mengunjungi lokasi arisan jamban, para panelis ini
menyempatkan diri mengunjungi lounge pelayanan publik di kantor Pemkab
Banyuwangi, pelayanan perijinan satu atap di kantor Badan Perijinan dan
Pelayanan Terpadu, dan Bangsring underwater, tempat restorasi terumbu
karang yang digagas oleh pokmas, dan akhirnya menjadi salah satu
destinasi wisata andalan Banyuwangi. (humas)