Menyambut liburan sekolah, Pemkab Banyuwangi menggelar Festival Permainan Anak Tradisional di Taman Blambangan, Senin (15/6). Acara itu diikuti oleh ribuan pelajar yang memainkan berbagai jenis permainan anak tradisional. Ada yang bermain layang-layang, egrang, congklak, gobag sodor, gasing, hulahop, entik, dagongan, dan masih banyak lagi.
Salah seorang siswi SD, Iis Nadila (9 tahun), terlihat begitu
gembira ketika bermain egrang bersama dengan teman-temannya. Dia
terlihat mahir berjalan dengan kaki bambunya. “Saya memang jagoan
egrang. Di sekolah guru olah raga sering mengajari kita maen egrang,”
ujarnnya.
Siswa SD lainnya, Satria (7 tahun), juga terlihat antusias
memainkan layang-layang. Layang-layang besar berbentuk wajik dan
berbuntut panjang yang ditariknya nampak membumbung tinggi. Dia bahkan
sempat bermanuver mengamankan layang-layangnya karena hampir bergesekan
dengan layang-layang lain yang banyak berseliweran di angkasa. “Seru
main di sini soalnya banyak lawan tandingnya,” kata Satria sambil
mengulur benangnya yang berwarna merah.
Bertepatan dengan masa liburan
sekolah, Pemkab Banyuwangi sengaja menggelar Festival Mainan Anak
Tradisional. Event ini merupakan salah satu agenda Banyuwangi Festival
2015. Festival ini digelar secara khusus bagi anak-anak di Banyuwangi
dengan menampilkan berbagai mainan tradisional yang dulu biasa dimainkan
anak-anak.
“Kita ingin memberikan panggung
sekaligus hiburan bagi anak-anak setelah menempuh pendidikan dan ujian
di sekolah. Kesempatan ini juga sebagai momen untuk mengenalkan kembali
aneka permainan tradisional yang kini mulai ditinggalkan oleh anak-anak.
Padahal Indonesia khususnya Banyuwangi memiliki kekayaan khasanah ragam
permainan anak yang menarik dan menyenangkan,” kata Bupati Banyuwangi
Abdullah Azwar Anas.
Dikatakan Anas, saat ini
anak-anak lebih mengenal aneka permainan modern seperti lego, game
online di internet maupun game yang ada di gadget. Aneka permainan ini
secara tak langsung berdampak pada kepribadian anak yang cenderung
individual dan egois.
Melalui event ini, Anas berharap agar anak-anak Banyuwangi memiliki
pengalaman yang menyenangkan yang bisa membentuk karakter mereka
menjadi lebih terbuka, berjiwa sosial dan mampu berinteraksi dengan
bermasyarakat. “Permainan tradisonal ini juga sarat akan nilai-nilai
positif seperti gotong royong, kebersamaan dan tenggang rasa. Contohnya,
mainan bakiak besar, di mana 3 pemainnya untuk menang dituntut untuk
bisa kompak dan cepat,” harap Anas.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Abraham Paul Liyanto yang
turut menghadiri festival ini mengatakan Banyuwangi telah melakukan
langkah yang kreatif dalam melestarikan permainan anak tradisional.
“Kalau tidak difestivalkan, anak-anak akan lupa dan akhirnya permainan
ini hilang eksistensinya,” kata Abraham.
Dia juga mengatakan kegiatan ini bisa menjadi masukan bagi DPD
untuk diangkat ke tingkat nasional. “Ini menginspirasi saya untuk
membuat peraturan tentang perlindungan permainan tradisional. Kita ingin
anak-anak dibiasakan sejak dini dengan tradisi dan budaya daerah agar
tidak terbawa ke budaya global,” cetusnya.
Dalam festival yang berlangsung
dari pagi hingga siang hari tersebut sejumlah permainan tradisional yang
sudah jarang dimainkan, ditampilkan kembali. Seperti dagongan yang
khas Banyuwangi, permainan semacam tarik tambang namun menggunakan
media bambu yang besar dan panjang. Begitu juga bisa dilihat bagaimana
anak-anak SD ini bermain gobak sodor dan egrang. Bupati Anas pun saat
itu mencoba bermain egrang bersama anak-anak. “Wah susah juga ya, saya
gak berhasil jalan satu jengkal pun,” ujarnya terkekeh.
Untuk menambah kemeriahan, beberapa permainan juga dilombakan
seperti egrang, dagongan, klompen, gobag sodor, egrang dari batok, lari
karung dan lompat tali. Juga ada pertunjukkan ketrampilan dari anak-anak
dalam membuat bedil-bedilan (pistol-red) dari pelepah bambu dan gasing. (Humas Protokol)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar